Suatu hari (kira-kira lima belas tahun yang lalu) di suatu gang kecil di pedesaan, sekelompok anak-anak saling berpapasan “Mbok ke kije ? … mai ke bale banjar meplayan ajak timpal-timpale." Setelah sampai di bale banjar sudah ada sekitar delapan teman (alit-alit) yang menunggu, mereka segera berbaur dan larut dalam permainan meong-meong  

Meong-meong alih je bikul

Bikul gede-gede

Buin mokoh-mokoh

Kereng pesan ngerusuhin

Juk meng juk kul

Ija medem ditu nengkul

Juk meng juk kul

Ije medem ditu nengkul…….. (dengan suara lantang dan pekikan khas anak-anak jaman itu)

Benar-benar suasana yang kita rindukan, tidak ada gadget,tidak ada game online hanya ada ceria canda tawa anak-anak seumuran yang larut dalam dunia anak-anak tanpa beban dan tertawa lepas, ah sudahlah sangat indah untuk dikenang…

undefined             

Sumber : Apel Photography, 2018

Sepenggal lirik sekar rare tersebut sangat jarang kita dengarkan pada jaman sekarang terlebih Bali sudah memasuki era post modern atau Mcdonaldisasi yang ditandai dengan perkembangan TI (Teknlogi Informasi) yang semakin pesat  yang sering disebut dengan dunia tanpa batas ruang dan waktu. Padahal lirik- lirik yang terkandung dalam sekar rare merupakan kata atau kalimat yang memiliki arti yang sangat kuat dan penting terutama dalam pembentukan karakter, budi pekerti dan identitas anak-anak Bali.

Pesan moral yang terdapat pada salah satu bait sekar rare diatas  di mana anak-anak diajak untuk menghindari sifat-sifat tamak yang digambarkan oleh seekor tikus yang suka mencuri, tamak dan sering membuat rusuh yang dewasa ini sangat dekat dengan sifat-sifat para koruptor. Sangat menarik jika di perhatikan lebih dalam lagi, jauh-jauh hari para pinih sepuh kita sudah mewanti-wanti agar menghndari sifat–sifat negatif tersebut.

Sekar rare merupakan bagian dari Dharmagita yang mencakup beberapa lagu untuk anak-anak dengan karakteristik periang untuk mengiringi suatu permainan tradisional tetapi sarat akan makna pesan moral, budipekerti, cerita-cerita tentang tingkah laku atau kesusilaan dan pengetahuan.

Masih teringat masa-masa kecil saat memiliki waktu senggang dan bertemu orang tua terutama dengan kakek nenek yang selalu menyelipkan cerita-cerita yang sarat akan pesan moral, sekar rare begitu fasih untuk di nyanyikan terutama lagu meong-meong yang paling sering dikenalkan oleh orang tua, seketika hari-hari itu menjadi hari yang penuh keakraban, penuh dengan pesan-pesan moral yang secara tidak langsung ditanamkan melalui sekar rare tersebut.

Tidaklah berlebihan jika kami bilang kami rindu suasana seperti itu.

Generasi 90 Vs Kids Zaman Now

Perkembangan TI (Teknologi Informasi) benar-benar mulai menimbun budaya dan nilai-nilai sosial terutama di Bali dan perubahan gaya hidup orang Bali membuat semakin terbenamnya budaya Bali salah satunya sekar rare, seperti contoh: berkurangnya waktu antara orang tua dan anak-anak. Biasanya jaman dulu sebelum tidur malam atau di waktu-waktu senggang seorang Ibu atau orang tua sering menceritakan dongeng (story telling).

Tetapi jaman sekarang karena kesibukan dan terbatasnya waktu, orang tua cenderung menggantikan peran mereka dengan sebuah gadget dan anak-anak cenderung larut hanya dalam sebuah genggaman gadget. Celakanya dengan gadget ini menjadi indikasi berkurangnya interaksi sosial dan anak-anak cenderung menjadi individu yang apatis dan cenderung lebih menerima gaya hidup orang dewasa ketimbang menerima gaya hidup yang sesuai dengan umurnya, seperti contoh begitu fasih anak-anak dengan lagu-lagu dewasa bahkan lagu-lagu dengan berbahasa inggris , hal ini semakin menegaskan sekar rare semakin terjepit.

Usaha-usaha positif untuk merevitalisasi sekar rare sudah mulai muncul dengan melakukan cover lagu, tetapi timbul pertanyaan besar apakah anak-anak paham setelah mendengar atau malah anak-anak hanya sebagai penikmat tanpa memahami makna dan nilai yang terkandung didalamnya?.

Pada kondisi seperti ini sebaiknya anak-anaklah yang harus lebih diarahkan dan ditekankan untuk melakukan cover sekar rare. Di sini lah peran penting orang tua untuk memberikan penjelasan tentang makna yang terkandung dalam sekar rare.

Celakanya kebanyakan orang tua zaman now  lebih bangga putra dan putri jagoannya  menyanyikan lagu-lagu Bahasa inggris seperti anak-anak lebih diutamakan belajar menyanyi twinkle, twinkle little stars, lalu apakah salah? memang tidaklah salah tapi sebaiknya putra putri kebanggan Bali diperkenalkan sekar rare terlebih dahulu di mana Bahasa Bali adalah Bahasa Ibu jadi sangat penting untuk diperkenalkan dalam bentuk sekar rare.

undefinedundefined

Sumber : dokumentasi pribadi, 2018

Sebuah Tembang yang Tumbang ?

Dengan kondisi seperti ini memang benar sudah mulai ada kiat-kiat positif untuk merevitalisasi sekar rare dengan aransmen yang lebih menarik tetapi usaha tersebut terkesan untuk penikmat musik bali tanpa mengkhusus menyasar anak-anak Bali, tentu anak-anak akan sulit memahami dan mencari makna lagu tersebut tanpa pendampingan orang tua, orang tualah yang membantu anak-anak untuk memahami dan sekaligus sebagai media  untuk mendekatkan diri dengan anak-anak.

Seakan-akan perkembangan sekar rare mengalami mati suri maksudnya secara fisik memang ada tetapi secara makna tidak dapat dijangkau oleh anak-anak seorang diri. Degradasi moral sudah mulai terlihat di kalangan anak-anak Bali mulai dari hal terkecil seperti hilangnya rasa hormat seorang anak kepada seseorang yang lebih tua, tidak mendengarkan nasihat orang tua, apatis, cenderung individualis, dan lain lain, sampai dengan permasalahan yang besar yang menghantui generasi muda Bali seperti  kejahatan seksual, keterlibatan dan bersentuhan dengan obat-obatan terlarang dan jangan sampai Bali menelurkan putra putri yang korup.

Rasanya  tidak berlebihan untuk mengatakan ada sesuatu yang hilang dari generasi muda Bali sekarang.

Moral dan budi pekerti yang luhung seolah-olah terbenam seiring perkembangan jaman (digital). Tentu akan memprihatinkan jika tidak di tindak lanjuti apalagi Pariwisata Bali merupakan Pariwisata bernafaskan budaya dan positioning Bali di mata wisatawan adalah “hospitality” atau keramahtamahan masyarakat lokalnya yang sudah tersohor ke mancanegara.

Tentu harus disikapi bersama hal ini menjadi peringatan bagi kita sebagai generasi muda. Kita akan sangat salah hanya dengan menunggu sekar rare tersebut benar-benar punah dan pada suatu saat nanti benar-benar tidak akan dikenali oleh generasi berikutnya. Hilangnya sekar rare sejalan dengan hilangnya minat anak-anak Bali untuk memngetahui bahkan mempelajari bahasa Ibu yaitu bahasa Bali. Rasanya tidak etis keberadaan sekar rare menjadi opsi ke sekian setelah gadget , game online ,dll, seperti ada yang salah.

Apakah sekar rare tidak menarik? Atau peran orang tua dan lingkungan sekitar yang kurang dalam memperkenalkan sekar rare sedari kecil?

Beberapa pertanyaan yang relevan jika dibandingkan dengan kondisi sekar rare saat ini. Menanggapi hal tersebut faktanya indutri musik di Indonesia khususnya di Bali cenderung membuat karya lagu pop dewasa, bagai jamur yang tumbuh cepat di kala musim penghujan, yang berbanding terbalik dengan produktifitas karya sekar rare atau lagu anak-anak, ini lah masalahnya!

Bagaimana cara mengatasinya  ?

“Negeri ini butuh banyak pemuda pencari solusi, bukan pemuda pemaki-maki” (Ridwan Kamil)

Kutipan di atas mengisyaratkan bagaimana pemuda sebagai front liner keberlangsungan bangsa. Peran pemuda lah yang menjadi ujung tombak pelestarian budaya khususnya  sekar rare tentu tidak akan penah ada kata terlambat, peran kita sebagai pemuda adalah memberikan wadah anak-anak dan generasi muda untuk tetap berkreasi dan memastikan Bali tetap ajeg, lalu bagaimanakah caranya ?

Adalah dengan mengajak anak–anak bali menumbuhkan “sense of belonging” seperti mengaktifkan peran sekeha teruna untuk membuat acara atau kompetisi “sekar rare “  di tingkat banjar pada saat ulang tahun pemuda dan diberikan reward .

Kedua adalah peran pemuda sebagai pendamping, tidak perlu dengan cakupan yang luas cukup dengan memberikan pendampingan anak-anak di sekitar seperti adik kandung, sepupu dan di sekitar lingkungan tempat tinggal saja dengan alasan unsur kedekatan agar anak-anak tidak merasa asing.

Ketiga adalah mewajibkan penayangan sekar rare pada tv lokal (lebih intens lagi).

Keempat adalah perkembangan zaman tidak bisa dibendung maka perlu inovasi sekar rare yang mudah di pahami oleh anak-anak seperti menciptakan sekar rare  dengan tema keindahan pulau Bali, yang tujuannya unuk memperkenalkan juga potensi pariwisata kepada generasi muda selain pesan moral dan budipekerti yang terkandung didalamnya.

Kelima adalah membetuk duta sekar rare tujuannya adalah memberikan wadah dan sebagai pemantik (trigger) bagi eksistensi sekar rare  sehingaa anak-anak antusias untuk mempelajari sekaligus memastikan kegiatan pelestarian yang berkala (continue)

Dalam tulisan ini yang ditekankan adalah hilangnya sekar rare sejalan dengan lunturnya moral anak muda dewasa ini. kekahwatiran akan berlanjutnya degradasi moral anak Bali tentu harus disikapi bersama, inilah salah satu peran sentral pemuda sebagai agent of change. Lalu apakah sekar rare sebagai Tembang yang Tumbang? jawabnnya ada di tangan masing-masing pemuda Bali akan dibawa ke mana arah Bali nanti? Apa harus menunggu sampai menyesal ?

 

I am proud to be a Balinese !!!

#JBB2018 #sejarahPariwisatadanBudaya #JegegBagusBali2018 #DutaBadung2018

 

Referensi :

 https://linggashindusbaliwhisper.com/tag/sloka-ramayana/

http://apelphotography.blogspot.com/2011/07/dolanan-pesta-kesenian-bali.html

https://nasional.tempo.co/read/622094/tokoh-lokal-bali-jadi-penggerak-ekonomi-ukm