Tulisan ini adalah karya I Made Billi Mahayakti Heriadi, duta Kabupaten Jembrana dalam Jegeg Bagus Bali 2014. Karena sifatnya kompetisi, tim editor menjaga keaslian karya semaksimal mungkin. Yay! Selamat membaca, semoga bermanfaat!

KulkulBali.co

Yuk Olah Tanah Surgamu,

Kata – kata diatas bukan hanya bermakna literal melainkan mengajak untuk kembali mengolah lahan subur kita terutama tempat saya tumbuh dan berkembang, yaitu Bali.

Bali yang kita tahu sejauh ini masih mengandalkan dan bertumpu pada sektor Pariwisata. Beberapa hal yang membuat para wisatawan menulis Bali sebagai destinasi wisata mereka adalah sebagai berikut: karakteristik masyarakat bali yang dianggap unggul sebagai pemegang peranan dalam pembangunan pariwisata, kebudayaan Bali itu sendiri yang menjadikan keseimbangan dan harmonisasi sebagai modal dasar pengembangan kepariwisataan,dan yang terakhir produk – produk wisata yang berkembang sesuai dengan budaya Bali.

Dari perkembangan pariwisata itulah sebagian masyarakat mulai tergiur dan mulai mencicipi kue pariwisata Bali dengan berpindah mata pencaharian dari sektor agraris ke sektor industri pariwisata. Sehingga pelan tapi pasti timbul berbagai dampak dari fenomena masyarakat tersebut yakni diantaranya masuknya pengaruh – pengaruh asing yang kebanyakan kurang begitu disaring dengan baik oleh masyarakat sehingga menimbulkan budaya yang kurang baik seperti konsumerisme dan individualisme.

Pergeseran budaya di masyarakat Bali secara pribadi mungkin diakibatkan oleh tidak optimalnya peng-aplikasian prinsip-prinsip dasar pembangunan yaitu: 1; growth(pertumbuhan) yang dalam hal ini saya melihat pertumbuhan pariwisata di bali seolah tidak terkontrol yang kedepannya dapat menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat Bali. Bisa dilihat pada proses pembangunan fisik yang notabene idealnya sudah dikawal oleh IMB namun belum dikawal secara optimal yang dalam hal ini adalah pihak eksekutif, kemudian contoh lain bisa dilihat dari perekrutan sumber daya manusia pada setiap pembangunan fasilitas penunjang wisata yang kurang profesional dibuktikan dengan banyaknya perekrutan SDM yang tidak berkompeten dalam bidangnya. 2; distribution (pemerataan distribusi) yang dalam hal ini sama sekali diluar prinsip pembangunan, dibuktikan dengan banyaknya pelanggaran terhadap tata ruang yang menjadikan daerah tersebut terkesan semrawut yang kedepannya pasti akan berdampak pada lingkungan sosial diantara masyarakat Bali. 3; sustainability ( berkelanjutan ) yang dimana sejauh ini prinsip ini kurang begitu diperhatikan padahal berkaitan erat dengan Tri Hita Karana. Sebagai bukti adalah pro-kontra terhadap Reklamasi Teluk Benoa yang memiliki banyak tanggapan negatif di masyarakat yakni diantaranya akan menimbulkan kerusakan lingkungan, dan menimbulkan situasi sosial yang tidak kondusif.

Nah, secara keseluruhan saya melihat bahwa pembangunan kepariwisataan di Bali tidak berjalan secara wajar karena belum sepenuhnya menjadikan 3 aspek pembangunan sebagai prinsip pembangunan. Karena itu juga saya menjadi tidak melihat sektor pariwisata sebagai sektor yang menjanjikan akan tetapi malah melihat pariwisata sebagai sektor yang sangat rapuh berkaca pada tahun 2002 dan 2005.

            Untuk itu, akan lebih bijak bagi saya secara pribadi untuk tidak lagi sepenuhnya masyarakat Bali bertumpu pada sektor pariwisata jika setiap pembangunan kepariwisataan di bali masih tidak taat pada 3 prinsip pembangunan. Melainkan lebih bijak agar kembali lagi pada sektor agraris karena sektor agraris dewasa ini tidak lagi hanya berkisar pada kerja kasar dan minim penghasilan melainkan sudah berubah menjadi sektor yang menggiurkan dengan didukungnya oleh perkembangan teknologi pertanian.

 undefined

 

 I Made Billi Mahayakti Heriadi

Bagus Jembrana 2014