Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat menyebabkan segalanya terasa mudah. Mulai dari komunikasi yang lancar dan informasi yang mudah diakses. Dari banyaknya dampak positif yang dirasakan, ada juga dampak negatif yang menyertainya. Salah satunya adalah munculnya berita bohong atau yang lebih dikenal dengan berita hoax. Hoax bertujuan membuat opini publik, menggiring opini, serta membentuk presepsi publik terutama pengguna internet dan media sosial. Berita hoax paling mudah menyebar melalui media sosial, dimana media sosial merupakan media komunikasi yang paling banyak digunakan saat ini.

Berita yang sempat menarik banyak perhatian adalah berita hoax tentang kasus penganiayaan Audrey. Kasus ini menjadi trending topic di beberapa media sosial seperti Twitter dan Instagram. Banyak petisi yang berusaha untuk mendukung Audrey hingga muncul hashtag #justiceforaudrey. Ternyata ini merupakan permasalahan yang dibesar-besarkan. Lantas mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah salah pembuat berita hoax saja? Atau malah karena pengguna media sosial yang langsung melakukan sharing tanpa menelaah dan menganalisis kebenaran berita tersebut?

Maraknya berita hoax ternyata tidak hanya kesalahan pembuat berita saja, namun masyarakat pengguna media sosial juga mengambil andil yang besar dalam penyebaran berita hoax. Masyarakat utamanya para remaja sangat aktif di media sosial yang mana secara psikologis masa remaja memiliki tingkat kelabilan yang cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan berita hoax mudah masuk dan menyebar di lingkungan masyarakat. Lalu bagaimana langkah yang tepat untuk membentengi diri dari berita hoax?

Dalam ajaran Agama Hindu, terdapat salah satu filosofi yang dapat diterapkan untuk membentengi diri dari berita hoax yaitu ajaran Tri Kaya Parisudha. Mengapa demikian? Karena Tri Kaya Parisudha adalah tiga perilaku yang harus disucikan meliputi Manacika, Wacika, dan Kayika. Ketika menerima suatu berita sepatutnya kita menganalisis dan menelaah secara kritis sesuai dengan ajaran Manacika yakni berpikir yang baik. Lalu setelah menelaah berita hendaknya mendiskusikannya sehingga mendapat berbagai perspektif. Saat berdiskusi inilah kita menggunakan bahasa yang sopan dan jujur sesuai dengan ajaran Wacika yakni berkata yang baik dan benar. Masyarakat juga harus selektif dalam menentukan apakah suatu berita layak untuk disebarkan. Perilaku ini sejalan dengan ajaran Kayika yakni berbuat sesuai kebenaran.

Remaja sebagai pelopor pembaharuan suatu bangsa, jangan sampai menjadi pembuat dan penyebar berita hoax. Lindungi negara yang kita cintai ini dari sebutan ‘Negeri 1001 Hoax’. Maka dari itu, menyaring berita sebelum menyebarkannya (sharing) sangatlah penting dilakukan. Jadi, ayo budayakan Saring sebelum Sharing!