Konflik masyarakat yang bernuansa agama belakangan ini acapkali terjadi bahkan sampai pada tingkat yang serius. Hal ini nampak ketika dilihat dari segi tempat dan waktu kejadian, kasus-kasus itu tidak hanya menelan korban yang tidak sedikit baik jiwa maupun harta termasuk infrastruktur seperti hancurnya bangunan dan sarana-sarana publik lainnya, tetapi juga membawa pengaruh sosial yang sangat buruk, di mulai dari kebencian, dendam, kecurigaan, disharmoni sosial. Sehingga hal tersebut membekas dan sewaktu-waktu akan muncul kembali.
Dalam konteks ini, konflik yang bernuansa agama bisa disebut sebagai intoleransi, yakni sikap yang cenderung melihat kelompok lain yang berbeda keyakinan dianggap sebagai musuh yang harus di hancurkan karena di anggap sebagai ancaman bagi eksistensi agama yang bersangkutan. Sehingga agama di gunakan sebagai faktor yang sangat kuat sebagai faktor pembeda dengan kelompok lainnya.
Sudah menjadi watak dasarnya bahwa konflik apapun bentuknya, kapan dan dimanapun kejadiannya akan cenderung berkembang semakin besar dan meluas. Mirip seperti api, jika tidak segera di padamkan, konflik itu bisa semakin membesar dan merembet ke tempat-tempat lain di sekitarnya. Jika konflik itu melibatkan agama, baik sebagai pemicu maupun sebagai sentimen primordial yang di jadikan simbol kebencian dan permusuhan, maka konflik itu akan lebih cepat berkobar.
Indonesia sebagai Negara yang beragama dengan enam jumlah agama di antaranya (Hindu, Budha, Islam, Kristen katolik, Kristen protestan, Kong Hu Chu) tidak membawakan Indonesia menjadi Negara yang lebih damai, hidup berdampingan secara rukun. Namun yang terjadi adalah tertindas, tersakiti kaum-kaum agama minoritas oleh agama yang mayoritas, sehingga terjadinya pro dan kontra dan lambat laun akan menyebabkan hancurnya keutuhan NKRI.
Sumber : https://images.app.goo.gl/nmDwEoKDvaP2dxkR8
Berbicara tentang agama sangat sensitive sekali, karena hal ini menyangkut rasa, keyakinan pribadi seseorang dan agama merupakan sebuah warisan, kita tidak bisa ketahui sebelumnya kalau kita akan beragama Hindu, Islam, Kristen dan lain sebagainya, hanya saja kita akan beragama Hindu ketika di lahirkan oleh orang tua yang beragama Hindu. Di samping itu semua agama tujuannya baik, jujur, benar, beretika dan semuanya meyakini Tuhan dengan sebutan yang berbeda tetapi maksudnya adalah sama.
Landasan ideologi Pancasila merupakan esensi dalam kehidupan beragama, Pancasila adalah kesepakatan luhur antar semua golongan yang ada di tanah air kita dengan silanya yang pertama “Ketuhanan yang maha esa” adalah salah satu ciri bangsa Indonesia yang terkenal sebagai bangsa yang religius, bangsa yang berketuhanan dan beragama.
Toleransi merupakan suatu cara yang jitu untuk membangkitkan kerukunan umat beragama, ketika kita sudah memahami hakekat dari toleransi tersebut maka bangsa ini akan menjadi damai, hidup rukun dan berdampingan. Saling menghargai di antara perbedaan itu sangatlah nikmat dan indah.
Sesungguhnya konsep Bhineka Tunggal Ika sudah mengajarkan untuk saling menghargai perbedaan, mengutip dari Kakawin Sutasoma:
Rwaneka dhatu winuwus wara Buddha wiswa
Bhinneki rakwa ringapan kena parwa nosen
Mangkang jinatwa kalawan Siwa tatwa tunggal
Bhinneka tunggalika tan hana Dharmma mangrwa.
Intinya berbeda-beda tetapi tetaplah satu dalam NKRI, perbedaan itu bukan sebagai pembeda tetapi saling di rangkul dengan kesatuan. Ibarat sebuah taman, jika dalam taman tersebut tumbuh hanya bunga putih saja atau bunga merah saja maka akan mengurangi dari keindahan taman tersebut, tetapi ketika dalam taman tersebut tumbuh berdampingan bermacam-macam warna bunga seperti merah, putih, kuning, hijau dan lainnya maka akan terlihat lebih menarik dan lebih indah.
Empat pilar bangsa Indonesia harus ditegakkan dalam hal ini, toleransi harus menjadi kesadaran kolektif untuk mewujudkan bangsa yang damai, hidup rukun dan berdampingan. Bangsa kita harus tegas dan keras kepada siapapun yang merusak kerukunan, persatuan dan toleransi. Harus tegas menolak kekerasan yang mengatasnamakan agama atau identitas apapun, karena perbuatan itu bukanlah karakter bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi toleransi, sehingga tidak ada lagi jarak antara kaum yang minoritas dan kaum yang mayoritas.
Komentar