Semoga sepenggal kisah ini menjadi inspirasi bagi Generasi Muda untuk terus berkarya.

 

Pagi yang cerah kala itu (28 Oktober 2015), bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda kami (Semeton Jegeg Bagus Klungkung) tiba di SDN 3 Pikat Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung. Serangkaian Hari Sumpah Pemuda Semeton Jegeg Bagus Klungkung mengadakan Bakti Sosial berupa Edukasi Gosok Gigi dan Pemberian bingkisan berupa buku dan kelengkapan sekolah.

Tidak sengaja saat memberikan materi saya bertemu dengan seorang anak kelas III SD, I Gede Pasek Parianta. Saat ditanya dia mengaku senang dengan adanya kegiatan Bakti Sosial ini dan dangat antusias mengikuti semua kegiatan.

Siapa sangka, anak kecil ini adalah salah satu dari sekian banyak murid yang serba kekurangan di sekolah ini. Pakaian seragamnya yang lusuh dan kusam, keringatnya yang mengucur tidak pernah sebanding dengan senyum cerianya saat pergi ke sekolah. “Umah tiange di tengah gununge” ujarnya. Menurutnya dia harus berjalan kaki selama kurang lebih satu jam lamanya untuk menuju sekolah. Jarak antara rumah dan sekolahnya sekitar 3 Kilometer. Namun semua itu tidak pernah menyurutkan niatnya untuk menuntut ilmu dan belajar di sekolah bersama teman teman.

Belajar dari seorang “Gede Pasek”

 

undefined

 

Saat mengobrol dengannya, disitulah saya tertegun. Saya pribadi merasa hampir mirip dengan kisah saya sewaktu kecil. Bersekolah di tempat yang jauh dari rumah dan terpaksa harus tinggal di rumah saudara sejak SD. Kalau sekarang bahasa kerennya Kos. Ketika SMP naik angkot saat pulang sekolah dan berjalan dari tempat turun angkot menuju rumah sekitar 2 kilometer karena jarak route angkot tidak sampai ke rumah. Belum lagi saat berjalan menuruni perbukitan ada sebuah kawasan hutan dan banyak monyet liar yang melempari buah dan sering menyerang.  Terkadang saya lari terbirit birit menghindari kejaran monyet liar. Hahaha lucu sekali. Namun ternyata saya lebih beruntung daripada Gede Pasek. Karena dia harus berjalan jauh tiap hari untuk menuju ke sekolahnya. Kemudian berjalan kembali untuk menuju ke rumahnya di perbukitan.

Senyumnya yang sumringah membuat saya tersadar, bahwa masih banyak orang yang kurang beruntung dari saya, namun mereka tidak pernah menyerah terhadap keterbatasan. Sosok Gede Pasek sangat menginspirasi saya. Mengingat usianya yang belia namun memiliki semangat yang luar biasa.

Dalam hati saya bergumam, bahwa pagi ini saya sedang diajari suatu hal oleh anak kecil ini. Bukan seorang dosen atau professor yang mengajari saya seperti di bangku kuliah, tapi seorang bocah ingusan yang sangat menginspirasi. Gede Pasek mengajarkan saya tentang sebuah semangat, perjuangan dan keceriaan. Luar biasa pagi ini saya beruntung bisa bertemu bocah ini, dan semoga apa yang kami berikan melalui kegiatan Bakti Sosial ini dapat bermanfaat bagi seluruh siswa. Saya pribadi berpesan kepada Gede Pasek untuk terus belajar, tidak menyerah dan selalu semangat untuk datang ke sekolah. Mulut mungil Gede Pasek hanya menjawab, “ Nggih Pak, suksma’’ sembari meraih tangan kanan saya kemudian menyalimkannya pada keningnya.