“Suasana pagi yang cerah, ditemani embun yang sejuk, menambah nikmat dengan ditemani burung-burung berkicau bernuansakan kegembiraan. Hamparan kebun yang luas menggambarkan semangat para petani yang siap untuk menggarap kebunnya. Laksana sebuah simbiosis mutualisme, semuanya bekerja saling merangkul guna menciptakan nuansa yang damai penuh pengharapan.”

Setidaknya itu yang dulu dirasakan oleh orang-orang yang hidup dil ingkungan pertanian. Hamparan lahan yang luas, burung-burung yang ramai berkicau, senyum dan semangat dari petani yang hendak pergi ke ladang adalah santapan sehari-hari. Herannya, hal tersebut tidak pernah sesekali membosankan hasrat, malah berbalik memanjakan jiwa setiap harinya.

Kini seakan semua itu lambat laun berubah. Hamparan sawah kini malah bertranformasi menjadi bangunan-bangunan kokoh yang berjejer, merambat kesegala arah. Memang masih ada beberapa yang masih mencari sebuah pengharapan untuk tetap eksis di lingkungan yang penuh moderenisasi ini. Tetapi cukup menunggu waktu untuk semuanya kian lama akan menghilang, tanpa tersisa.

Jauh menelisik kedalam nilai filosofis pariwisata Bali yang berasaskan budaya dan alamnya, Bali juga dikenal sebagai  salah satu daerah penghasil padi paling produktif di Indonesia. Keunggulan Bali dalam praktek pertaniannya adalah pada sistem irigasi kuno untuk mengairi sawah yang disebut dengan Subak. Subak merupakan suatu organisasi berbentuk kelompok kerja oleh masyarakat Bali yang memiliki profesi sebagai petani yang tujuannya adalah mengatur manajemen serta sistem pengairan (irigasi) sawah dengan cara tradisional. Sistem subak ini merupakan salah satu keunikan yang dimiliki oleh Provinsi Bali, karena selain dari segi budaya tradisional, sistem subak  juga terdapat nilai ajaran agama Hindu yang kuat.  Hal tersebut selaras dengan diakuinya subak sebagai warisan budaya oleh UNESCO pada tanggal 29 Juni 2012.

Namun, di samping itu yang menjadi kendala dalam menjaga eksistensi subak adalah alih fungsi lahan. Tidak dapat dipungkiri alih fungsi lahan di Bali semakin pesat dan tanah Bali yang mulai habis terjual.

Alih fungsi lahan tentu berdampak buruk bagi suatu pertanian. Dampak yang paling mudah dijumpai adalah hilangnya lahan pertanian  yang beralih menjadi perumahan atau industry, sehingga berdampak  signifikan untuk ketahanan pangan. Jika ditelaah lebih mendalam. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, yang mana diantaranya yakni faktor eksternal, faktor internal hingga faktor kebijakan. Faktor eksternal yakni faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan. Sedangkan faktor internal merupakan faktor yang dipengaruhi oleh kondisi sosial maupun ekonomi. Lain halnya dengan faktor kebijakan yakni faktor yang dikeluarkan berdasarkan regulasi pemerintah.

Namun, bagaimanakah eksistensi subak sebagai warisan budaya di tengah alih fungsi lahan seperti sekarang ?

Eksistensi Subak Abian di desa adat Tinggan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang

Jika pada umumnya subak identik dengan lahan basah sebagai media tanam dari padi, lain halnya dengan Subak Abian yang terdapat di desa adat Tinggan. Hal yang membedakannya adalah subak abian ini tidak menggunakan lahan basah sebagai media tanam. Mengacu dari wawancara kepada Wayan Rusdita sebagai Ketua Sekaa Teruna Wira Laksana,  sekaligus sebagai Pemuda Pelopor Bidang Agama, Sosial dan Budaya Kabupaten Badung dijelaskan dari sejarah subak abian ini dikarenakan pada daerah desa adat Tinggan merupakan daerah dataran tinggi yang mana air cukup susah untuk dijangkau.

Subak Abian dapat menjadi potensi agrowisata untuk menjaga eksistensi subak di tengah alih fungsi lahan. Selain itu di Desa Adat Tinggan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang juga terdapat sebuah tradisi unik yang disebut ‘’Aci Neduh’’.

Aci Neduh ini merupakan tradisi rutin yang selalu diadakan setiap tahunnya oleh subak abian pada sasih keenem atau sekitar bulan desember dan januari. Menurut Wayan Rusdita, nilai dari Aci Neduh ini dapat dibagi menjadi dua yakni nilai intrinsik dan ekstrinsik didalamnya. Nilai intrinsik ini mengacu untuk memberikan kemakmuran dan keteduhan bagi subak serta warga masyarakat sekitar, sedangkan nilai ekstrinsik bertujuan untuk memberikan keteduhan untuk alam semesta secara keseluruhan. 

Agrowisata sebagai Media Pelestarian Lahan Pertanian sekaligus Penunjang Perekonomian.

Salah satu penyelesaian masalah dari alih fungsi lahan dari subak abian ini adalah dengan cara pengembangan subak  menjadi kawasan agrowisata. Hal tersebut ditunjang dengan Pulau Bali yang merupakan daerah pariwisata, dengan demikian diharapkan dapat menjaga eksistensi subak dalam alih fungsi lahan, Dijadikannya subak abian sebagai kawasan agrowisata, diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar sehingga eksistensi dari subak tetap terjaga karena masih memiliki nilai ekonomi. Dapat dikatakan bahwa subak yang mejadi warisan budaya salah satu alasan terbesar kita untuk mempertahankan lahan pertanian.

Menurut I Putu Darma Susila sebagai kepala pasraman desa Sadhu Gunawan yang membidangi adat dan Budaya, saat dilakukan wawancara mengenai eksistensi subak ditengah alih fungsi lahan menjelaskan bahwa setiap desa perlu ada sumber kehidupan berupa tanah dan air dimana dalam hal ini adalah daerah lahan produktif pangan. Menurut Beliau, ketika suatu daerah tidak memiliki sumber pangan, maka daerah tersebut dapat mengalami paceklik (musibah). Maka dari itu, ketika disuatu wilayah terdapat lahan pertanian, maka akan dibuatkan Pura Desa.

Konsep agrowisata ini merupakan aktivitas wisata dimana melibatkan penggunaan lahan-lahan pertanian oleh Karena itu terdapat korelasi yang ekuivalen dimana dengan dijadikannya lahan pertanian yang dijadikan agrowisata, maka eksistensi dari lahan pertanian tersebut dapat terjaga, dimana apabila eksistensi lahan tetap terjaga maka tradisi didalamnya juga dapat terjaga. Selain itu, unsur-unsur dari subak abian untuk menjadi agrowisata telah terpenuhi, dimana didalamya terdapat Atraksi, Fasilitas, Akses, hingga kelembagaannya sudah terpenuhi.

 

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) sebagai sarana Mengendalikan Alih Fungsi Lahan

Salah satu langkah yang dibuat pemerintah untuk melindungi para petani pangan, khususnya lahan yang mereka miliki adalah dengan membuat undang-undang untuk hal ini.Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 TentangPerlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) ingin mengukuhkan pernyataan bahwa industri pertanian di bumi pertiwi tidak akan dibiarkan bekerja sendirian. Karena itu perlu ada UU PLP2B agar lahan yang dipakai untuk pertanian bisa tetap tersedia agar bisa memproduksi pangan yang diperlukan warga Indonesia.

Tidak hanya untuk lahannya saja, tapi UU PLP2B ini juga dibuat untuk memberikan perlindungan kepada para petani yang tetap setia dengan pekerjaan mereka dari dulu hingga sekarang dalam memberikan kekuatan pangan kepada Indonesia yang sangat perlu diapresiasi. Dengan UU PLP2B, petani tidak akan merasa sendirian dalam memberikan produksi pangan yang layak dan mereka tidak perlu takut lagi kehilangan lahan yang sudah miliki.

Pada intinya, UU PLP2B ini ingin mempertahankan sekaligus meningkatkan produksi pertanian Indonesia agar bisa mendapatkan ketahanan pangan yang layak. Selain itu, ada juga perlindungan serta memberdayakan lahan pertanian yang beririgasi dan non beririgasi. Belum lagi tugas terakhir dari UU PLP2B adalah untuk mempertahankan ekosistem yang ada agar tetap dalam kondisi terbaik.

Hal ini selaras dengan pernyataan Gubernur Bali I Wayan Koster yang menyatakan akan membenahi sarana pendukung seperti adat-istiadat dan kebudayaan Bali, memelihara subak yang jumlahnya kian menurun akibat alih fungsi lahan, sebagaimana visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (Pola Pembangunan Nasional semesta berencana).

Subak sebagai Organisasi yang menjaga Eksistensi lahan Pertanian.

Dengan segala penyelesaian masalah yang telah dipaparkan sebelumnya tidak akan memberikan dampak yang signifikan apabila pelaku yang paling berperan penting tidak berkomitmen untuk turut serta menjaga eksistensi lahan agar dapat tetap terjaga. Peran subak sendiri sangat dibutuhkan guna mampu menjadi tauladan bagi masyarakat lain, sebagai media promosi dan pemberi edukasi kepada masyarakat dalam melestarikan alam pertanian agar tetap terjaga dengan baik. Pentingnya kesadaran diri dari seluruh lapisan masyarakat juga sangat berperan, karena dengan rasa cinta terhadap pertanian maka akan tumbuh jiwa tanggap dalam menjaga lahan pertanian.  Mari kita jaga apa yang menjadi karakteristik Bali. Bali yang identik dengan pertanian. Dan perkuat jati diri bali dengan tetap pada koridor budaya.

 

Daftar Pustaka