Jembrana, sebuah kabupaten di Provinsi Bali, memiliki tradisi unik yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Tradisi tersebut adalah Makepung, sebuah balapan kerbau yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai identitas budaya yang kaya dan bersejarah.


Asal-Usul Tradisi Makepung

Tradisi Makepung memiliki akar sejarah yang panjang, bermula sekitar tahun 1920-an. Awalnya, Makepung merupakan aktivitas spontan para buruh tani yang mengangkut padi hasil panen. Dalam kesehariannya, para buruh ini menggunakan cikar, sejenis pedati yang ditarik oleh sepasang kerbau, untuk mengangkut hasil panen mereka dari sawah ke tempat penyimpanan. Di sela-sela pekerjaan yang melelahkan, mereka mencari cara untuk membuat suasana menjadi lebih meriah dan menyenangkan. Dari sinilah ide lomba adu cepat dengan cikar mulai muncul.


Di Desa Buluk, Banyubiru, dan Kaliakah, para buruh tani mulai berkompetisi mengadu kecepatan cikar mereka. Awalnya, kegiatan ini hanyalah hiburan sederhana, namun seiring waktu, Makepung berkembang menjadi atraksi yang lebih terorganisir dan dikenal luas di kalangan masyarakat Bali.


Makna Mendalam dari Tradisi  Makepung

Makepung tidak hanya sekedar balapan kerbau. Bagi masyarakat Jembrana, tradisi ini memiliki makna yang lebih dalam. Makepung adalah simbol semangat dan kegigihan, mencerminkan perjuangan para petani dalam menghadapi tantangan kehidupan. Melalui Makepung, para petani mengekspresikan nilai-nilai kerja keras, keberanian, dan kerjasama yang telah menjadi bagian integral dari budaya agraris mereka.


Selain itu, Makepung juga menjadi sarana untuk memupuk solidaritas dan kebersamaan antar warga. Dalam setiap penyelenggaraan lomba, masyarakat berkumpul, bersorak, dan merayakan kebersamaan mereka. Momen-momen ini memperkuat ikatan sosial dan mempererat hubungan antar warga desa.


Keunikan Atraksi Makepung

Keunikan Makepung tidak hanya terletak pada lombanya, tetapi juga pada berbagai elemen pendukungnya. Para joki, yang umumnya bertelanjang dada dan mengenakan kain tradisional, berperan penting dalam memandu kerbau-kerbau mereka. Kerbau-kerbau yang ikut serta dalam lomba juga tidak kalah menarik, dihias dengan rumbing di kepala dan selongsong berwarna-warni di tanduknya.


Cikar yang digunakan dalam lomba diukir dan dicat dengan warna-warna mencolok, menambah kemeriahan suasana. Tidak heran jika atraksi Makepung sering kali disebut sebagai "Benhur Jembrana" oleh Tuan Belanda pada masa kolonial.


Identitas Budaya yang Terjaga

Saat ini, Makepung tidak hanya dikenal di Bali, tetapi juga di kancah internasional. Festival Makepung sering kali menjadi daya tarik wisata yang menarik pengunjung dari berbagai penjuru dunia. Meskipun begitu, esensi tradisi ini tetap terjaga, menghubungkan masa lalu dengan masa kini, dan memastikan bahwa warisan budaya ini akan terus hidup dan berkembang di masa depan.


Kesimpulan

Tradisi Makepung adalah lebih dari sekadar balapan kerbau. Ini adalah cerminan dari semangat, kebersamaan, dan identitas masyarakat Jembrana. Dengan sejarah yang kaya dan makna yang mendalam, Makepung telah menjadi warisan budaya yang tak ternilai, yang mengingatkan kita akan pentingnya mempertahankan dan merayakan tradisi-tradisi yang telah membentuk kehidupan kita.


Sumber Gambar: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nym