Berjalan sendiri di jalan setapak sebuah taman kota…

Aku melihat sesosok gadis cantik dengan gaun hitam yang cukup indah…

Saat kulewati, dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya kepadaku…

Kubalas senyumannya, dan sambil lalu aku pun melanjutkan langkahku…

Senyum yang sangat manis, pikirku…

* * *

Entah apa yang dilakukan gadis itu di taman saat itu… sendirian… dan saat itu jam tanganku sudah menunjukkan jam 11 malam…

Aku sendiri memang cukup sering berjalan-jalan di taman kota pada jam-jam itu, sekedar untuk melapas penat, dan mencari udara segar saat aku tidak bisa tertidur…

Mengingat tempat tinggalku hanya berjarak beberapa menit dari taman kota…

Keheningan yang kudapat disana membuatku bisa berpikir jernih, dan meninggalkan hiruk-pikuk dipikiranku untuk sejenak.

Sambil berjalan aku kembali teringat akan senyum manis gadis itu, sambil terus memikirkan apa yang dilakukannya… hmmmmm…

 

undefined

 

Satu putaran sudah kulalui, dan aku kembali mendapati gadis manis itu masih di empat yang sama… kali ini terduduk, sambil merokok… ya, merokok… wow, seorang gadis yang berumur maksimal 20 tahun, sedang merokok… pemandangan yang cukup membuatku terkesan.

Kuberanikan diri untuk menghampirinya.

Dan sebuah cerita yang cukup membuatku terhenyak kudapatkan malam itu…

“Haloo,” sapaku ragu-ragu…

“Halo, kak” dia membalasnya sambil tersenyum, kembali kudapatkan senyuman manis itu… (hehehe)

“Nunggu pacarnya?”

“Bukan, kak”

“Lha? Trus ngapain kamu malem-malem sendirian disini? Gak takut?”

“Udah biasa kak, aku lagi kerja”

-Pernyataan yang membuat imajinasiku melayang kemana-mana.

Seorang gadis manis dengan dandanan wah, malam hari, dan mengatakan sedang bekerja.

SPG,  pedagang nasi jinggo, dan PSK. Tiga profesi itu segera muncul dipikiranku. Ah, tidak mungkin pedagang nasi jinggo. Dia terlalu cantik dan dandanannya terlalu rapi untuk dagang nasi jinggo.

SPG rokok mungkin, karena para SPG memang rerata gadis-gadis manis yang dituntut untuk berdandan.

PSK? Besar kemungkinannya…

* * *

“Klo bole tau, kerjaannya apa”

“Hehehe… yah, kamu bisa nebak lah seharusnya kerjaanku apa.”

Obrolan selanjutnya mengalir dengan lancar, akhirnya kuketahui bahwa dia seorang “kupu-kupu malam” yang memang sering “mangkal” di daerah ini bila sedang tidak ada panggilan.

Baru berumur 19 tahun, dia sudah harus merantau ke Bali untuk mencari sesuap nasi. Di daerah tempatnya berasal sudah sangat sulit untuk mencari pekerjaan yang layak.

Tapi sial, dia yang memberanikan diri pergi ke Bali sendirian karena ajakan temannya, terjerumus ke sisi gelap kehidupan.

Saat baru sampai di Bali, dia hanya memiliki seorang teman yang bisa dihubungi. Disana dia meminjam tempat bernaung untuk sementara sampai dia mendapat pekerjaan. Nasib berkata lain. Seorang gadis 19 tahun, tanpa latar belakang pendidikan yang memadai tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang dapat memenuhi semua keperluannya, apalagi jika harus menafkahi keluarganya yang ada di kampung halaman.

Sempat terpuruk karena kecewa, dan takut. Dia sendirian di Bali, tanpa kerabat sedarah yang dapat diminta pertolongannya. Akhirnya, teman yang dipercaya olehnya, mengajaknya masuk ke sebuah pintu kehidupan. Di dalamnya dia dijanjikan semua kemewahan yang tidak bisa didapatnya jika bekerja sebagai penjaga toko biasa.

Sebuah kehidupan dimana dia akan bisa memberikan kehidupan yang layak untuk keluarganya di kampung halaman.

Namun sebuah kehidupan yang akan memberikan sebuah label baru pada dirinya.

Dengan sebuah pengorbanan terbesar bagi seorang wanita, pintu kehidupan itu akan terbuka. Dan tidak akan terbuka untuk kedua kalinya saat dia ingin keluar.

Dia diajak untuk menjual keperawanannya, dan seluruh kehormatannya.

“Awalnya aku ragu, tapi setelah aku pikir-pikir. Orang sepertiku yang ga punya keahlian apa-apa, ga mungkin bisa dapet duit yang cukup. Jangankan untuk dikirim ke kampung. Untuk hidupku di sini aja udah sulit banget. Yaudah, akhirnya aku mau.” Ucapnya dengan santai.

* * *

 

Pelanggan pertamanya, pembeli yang memenangkan tender atas keperawanannya adalah seorang laki-laki dewasa. Dia tidak bisa mengingat dengan jelas bagaimana orang itu. Tapi dia mengaku mendapat harga yang cukup besar untuk melepas keperawanannya. Selain karena dia cantik, dia juga baru berumur 19 tahun saat itu.

“Awalnya aku takut banget, pacaran aja ga pernah, apalagi ML. waktu itu aku disuruh ke hotel ******, disana disuruh nunggu di lobinya, nanti bakal ada yang jemput trus diajak ke kamar.”

* * *

 

Pengalaman pertamanya melakukan hubungan layaknya suami-istri –dengan orang yang jangankan dicintai, kenal saja baru- begitu membekas. Sepulang dari hotel itu dia menangis, berteriak sekerasnya seakan dia sedang dipukuli, digosoknya badan kecilnya berkali-kali di kamar mandi.

Dia merasa kotor. Dan hina…

Selama satu minggu dia tidak berani keluar dari kamarnya. Hanya menangis tersedu.

 

undefined

 

Satu-satunya orang yang menemaninya adalah teman sekamarnya. Dia memberinya semangat, dan mengatakan bahwa inilah yang paling tepat saat ini. Dengan kondisinya sekarang yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan layak.

Setelah itu dia mulai menjadi wanita panggilan, dengan temannya yang menjadi agennya. Dia cukup sering mendapat “order” dari laki-laki yang mencari kepuasan sesaat. Pendapatannya pun cukup membuatku terkesan. Dalam sebulan dia bisa menafkahi dirinya dan mengirim uang yang cukup besar untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya.

Saat kutanyakan apakah dia tidak takut terlular penyakit. Karena pekerjaannya merupakan pekerjaan yang sangat berisiko.

“Awalnya sih takut banget, tapi yah mau gimana lagi. Aku udah terlanjur masuk. Memang sih aku selalu nawarin pelanggan buat pake pengaman, tapi kalo mereka ga mau, ya mau gimana lagi. Pelanggan itu raja. Harus diturutin kemauannya. Tapi aku cukup rutin kok ngecek ke dokter atau ke lab. Buat jaga-jaga aja.” Kembali dengan santai dia mengatakan hal tersebut.

Obrolan kami berlanjut “ngalor-ngidul” hingga akhirnya jam tanganku menunjukkan pukul 00.30 dini hari, dan bersamaan dengan itu hapeku berdering, sebuah nama yang membuatku tersenyum muncul di layar hapeku. Kuangkat telfon itu, dan mengatakan aku akan segera pulang.

Berpamitan, aku menyalaminya dan sambil tersenyum, dia mengeluarkan sebuah “bombshell”. “ga mau nyoba kak? Aku kasi harga miring deh,” ucapnya seraya tersenyum. Sebuah senyuman manis itu lagi.

Aaahhh…. Bila saat itu aku tidak memiliki kekasih, aku pasti sudah terbujuk.

“Hehehe, makasi tawarannya, tapi lain kali aja deh. Mau pulang dulu, udah malem.”

“Gapapa kak, makasi udah mau nemenin”

Aku pun melangkahkan kakiku, menuju tempat parkir. Sesekali aku berpaling, gadis manis itu masih di sana. Duduk dengan sebatang rokok menyala di tangannya…

Seorang gadis manis dengan gaun hitam indah…

* * *

Nama orang, tempat, dan beberapa bagian dari cerita disamarkan untuk menjaga privasi…