“Jokowi: Virus Corona minum brodrex 5 menit langsung sembuh.” “WHO: Merokok, salah satu solusi pencegahan COVID-19”.

Siapa yang belum mendengar kasus virus corona atau COVID-19 yang sedang booming saat ini? Bukan hanya di Indonesia tapi telah menjadi masalah yang sangat menggemparkan di seluruh dunia. Pasalnya, WHO pada tanggal 11 Maret 2020 telah mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi global. Sejalan dengan problematika tersebut, berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemangku kepentingan dalam penyediaan informasi sebagai upaya edukatif dan preventif kepada masyarakat. Namun, mudahnya akses penyebaran informasi bukan hanya mempermudah informasi edukatif, melainkan juga mempermudah munculnya informasi hoaks dengan melabeli diri sebagai hot news di kalangan masyarakat.

Sudah menjadi hal tabu rasanya jika tidak mengakui adanya kicauan berita hoaks di negara +62 ini. Paparan isu hoaks tak kunjung henti menghujani media daring di tanah air sebagai salah satu pengguna layanan internet terbesar di dunia. Contohnya, baru saja membuka group WhatsApp di HP isinya sudah ramai dengan broadcast pesan mengenai informasi terkait COVID-19. Seperti headline yang tertulis diatas, banyak muncul resep-resep obat yang diklaim sebagai obat ampuh mengatasi COVID-19, faktanya sampai saat ini pengobatan medis untuk virus tersebut masih dalam tahap pengkajian dan penelitian. Masalah tersebut telah ditekankan oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui akun medianya. Hal tersebut hanya sebagian kecil saja, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI telah mendeteksi 232 hoaks mengenai virus corona yang tercatat per tanggal 16 Maret 2020. Angka tersebut terus meningkat jumlahnya hingga saat ini pemerintah sangat gencar menyelidiki penyebar hoaks sekaligus merangkul masyarakat untuk mengatasi dampak buruk yang didapat dari masalah tersebut.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hoaks berarti tidak benar, bohong. Hoaks merupakan suatu karya cipta oknum tidak bertanggungjawab yang berisikan konten palsu namun dituliskan seolah-olah benar adanya dalam bentuk tulisan yang dibuat ilmiah. Penyusunan kata-kata menggunakan gambar atau video yang menjadikan keadaan tersebut memang benar adanya, sehingga dapat mempengaruhi orang lain. Tidak heran, banyak yang terkena bualan, termakan oleh isu hoaks dan mulailah disebarkan ke orang-orang sekitar melalui media daring seperti aplikasi WhatsApp, facebook, Instagram ataupun media lainnya, dengan tajuk rasa cemas dan panik serta demi berbagi informasi dan pengetahuan ke banyak orang.

undefined

Gambar 1.  Pesan Berantai Berisi Pencegahan Virus Corona yang Mengatasnamakan UNICEF 

Freedom of Speech: Saring sebelum Sharing

Dengan semakin majunya jaman di era digital saat ini, pengembangan ilmu pengetahuan informasi dan teknologi memberikan sumbangan terbesar penyebab kemudahan penyebaran hoaks. Dapat dilihat, hampir disemua kalangan usia telah mempunya gawai. Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyatakan gawai merupakan salah satu perkembangan teknologi yang pemakaiannya merata pada semua usia, termasuk anak-anak usia di bawah 5 tahun. Akses internet yang juga semakin dimudahkan, apalagi di Bali khususnya didaerah Kabupaten Badung yang kini sedang maraknya berjalan program AKSI (Akses Internet) Badung Smart City. Sebuah program dengan melaksanakan pembangunan infrastruktur jaringan internet dan bisa mengakses internet secara gratis, baik di seluruh Kantor Camat, Kantor Desa/Lurah, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Menengah Pertama Negeri, Sekolah Menengah Atas Negeri, Kantor Lingkungan, Obyek Wisata hingga ke tingkat Banjar.  

Informasi yang kini tengah gencarnya tersebar entah sumbernya dari siapa oleh siapa atau bahkan kevalidasiannyapun tidak terjamin benar atau salahnya. Dilatarbelakangi dengan adanya freedom of speech, yaitu kebebasan berbicara oleh setiap individu dalam mengungkapkan pendapatnya. Hak Freedom of Speech seringkali disalahartikan dan disalahgunakan untuk menciptakan berita hoaks yang bertujuan membuat sensasi pada media sosial atau memang sengaja agar pengguna internet dapat mampir ke website si pembuat berita hoaks agar meraup keuntungan dari banyaknya jumlah pengunjung pada websitenya. Problematika hoaks di Indonesia makin pelik, karena berkaitan dengan afiliasi politik, etnis, agama, dan golongan. Di era post-truth, kebenaran informasi bukan terletak pada faktualitasnya, tapi siapa sumbernya, siapa yang membawanya, dan menguntungkan agendanya atau tidak.

undefined

Gambar 2. Ilustrasi Freedom of Speech

Hanya berlandaskan asas kebebasan freedom of speech dalam berbagiinformasi membuat semua pihak bebas dalam mengcopy-pastenya sebagai broadcastingan opini-opini dari individu satu ke individu lainnya. Ekspetasinya, dalam kemudahan fitur sharing informasi melalui media sosial ini mampu mempermudah masyarakat luas dalam updating informasi dan pengetahuannya dari waktu ke waktu hanya dalam hitungan detik. Sayangnya berbeda dengan realitanya, masyarakat kekinian yang identic dengan polanya saat ini asal klik fitur forward lalu klik share tanpa didahului dengan namanya menyaring informasi.

Penyebaran hoaks ini menyebabkan muncul rasa panik dan resah dikalangan masyarakat serta dapat saling memecah belah. Janganlah sampai mengakar di masyarakat kita, bak budaya yang dilakukan secara rutin sebagai suatu kebiasaan. Bukan sebagai suatu hal positif jika budaya seperti ini dilestarikan. Sangatlah diperlukan gerakan moral demi kesadaran masyarakat bagaimana teknologi dan komunikasi itu digunakan secara positif. Pengetahuan mengenai pemahaman bahaya penyebaran hoaks baik dari sisi kesusilaan, hukum dan agama perlu dilakukan.  

Informasi yang Baik itu Ada, dengan Literasi Media

Masalahnya adalah literasi. Pertumbuhan menggunakan smartphone dan media sosial jika tidak diimbangi literasi media dapat menyebabkan permasalahan hoaks yang semakin pelik. Masyarakat juga telah diinformasikan terkait hukuman bagi mereka yang menyebar kebohongan, berujar kebencian/SARA melalui UU ITE. Sesuai dengan Pasal 28 Ayat 1 Undang Undang Infomasi dan Transaksi Elektronik atau (UU ITE) menyatakan setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

undefined

Gambar 3. Ilustrasi Penyebar Berita Hoaks akan dikenakan UU ITE 

Kabupaten Badung telah mengeluarkan program melalui Dinas Komunikasi dan Informatika dengan melaksanakan sosialisasi literasi media teknologi informasi untuk menggencarkannya dikalangan masyarakat Badung. Kegiatan literasi media teknologi ini diselenggarakan dari tahun 2017 lalu untuk mengatasi pengaruh negatif teknologi informasi terutama media sosial seperti internet, facebook, WhatsApp, facebook, instagram dan lain-lainnya. Diharapkan dengan adanya program ini membantu masyarakat agar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang isi media, dan lebih cerdas, peka dan kritis dalam memahami fenomena pemberitaan media saat ini. Termasuk bagaimana masyarakat bisa menyikapi dengan bijak informasi hoaks yang merajalela.

Tidak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Badung juga mengeluarkan program iBadung (Pustaka Gita) sebagai salah satu program dukungan meningkatkan literasi masyarakat. Program ini merupakan sebuah perpustakan digital berbasis konten yang didasari dengan adanya perubahan pola perilaku membaca masyarakat dari media konvensional ke digital. Dengan peluncuran program literasi digital ini masyarakat Badung bisa membuka akses untuk membaca, menulis dan menerbitkan buku dengan kemudahan akses dimanapun dan kapanpun. Tentunya diharapkan minat akan kebutuhan pentingnya literasi media semakin meningkat.

undefined

Gambar 4. Kegiatan Sosialisasi Literasi Media Teknologi Informasi Kabupaten Badung 

TikTok: Media Edukasi Masyarakat Kekinian

Tak terlepas dari kecanggihan aplikasi saat ini, berbagai jenis aplikasi bisa kita temui dengan fitur-fiturnya yang unik dan sangat memudahkan kerja kita khususnya dalam membantu pekerjaan sehari-hari. Contoh sederhana yang bisa kita lihat sekarang ini yaitu aplikasi media sosial sekaligus hiburan, TikTok. Aplikasi ini telah menjadi sorotan utama dan peminat terbanyak dari sejumlah kalangan usia. Bahkan bukan hanya individu sebagai penikmatnya, suatu kelompok bahkan organisasi saat ini telah melakukan kerjasama dengan aplikasi ini guna membantu perkembangan perusahaan seperti ajang promosi produk ataupun jasa. Tak hanya itu TikTok sendiri telah dikaji bahwa sebagai salah satu media edukasi dan penyalur wadah untuk berbicara mengenai mental health, relationship abuse, dan sexuality.

Organisasi kesehatan dunia yaitu WHO juga turut melakukan trobosan baru guna mencegah penyebaran COVID-19 dan munculnya hoaks. WHO ikutan membuat akun tiktok dengan strategi kekiniannya, melihat era digital saat ini dan banyaknya pengguna aplikasi tersebut dari hampir semua kalangan usia. Tak mau kalah, belum lama ini sudah mulai banyak bermunculan video unggahan di TikTok tentang tata cara pencegahan COVID-19 yang dilakukan oleh masyarakat yang notabene dilakukan oleh kalangan remaja dan dewasa. Mereka mengunggah video kreatif, seperti tata cara mencuci tangan yang baik, etika batuk dan bersin yang benar, serta konten-konten lainnya yang mendukung preventif dari pandemi tersebut. Hal tersebut merupakan bukti bahwa jika mampu menggunakan media dengan bijak maka feedback positif yang akan kita dapat.

 undefined

Gambar 5. WHO Bekerjasama dengan TikTok Guna Mencegah Penyebaran Hoaks dan Penyebarluasan Virus Corona 

Mari Hadapi Pandemi dengan Bersahaja

Dengan memaksimalkan program sosialisasi AKSI Smart City di Badung dengan mampu mengakses internet sepuasnya dimana saja dan kapan saja secara gratis di wilayah Badung membuat masyarakat Badung turut merasa beruntung dan bersyukur. Mudahnya akses internet membuat kita semakin mudah dalam updating informasi. Dilengkapi dengan pengetahuan dan pemahaman dari gerakan program literasi media yang dilakukan oleh pemerintah Badung tentunya akan sangat membantu masyarakat terlepas dari geratan hoaks. Dengan membangun kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat diharapkan mampu mengontrol penyebaran berita hoaks baik dalam media sosial bahkan chatting, serta masyarakat dituntut untuk bisa bijak dalam melakukan penyebaran berita, sehingga didapatkan kualitas informasi yang bermutu.

Pengguna smartphone haruslah diimbangi dengan penggunaan yang ‘smart’. Utamakan untuk memeriksa informasi yang diterima dengan mengutamakan akun-akun atau berita dari lembaga yang terpercaya, karena saat ini pembuatan akun palsu sangat mudah untuk dilakukan. Mulailah untuk berhenti menyebar berita-berita hoaks yang dapat memprovokasi, karena isu-isu kebohongan tersebut harus dilawan dengan pemahaman serta pengetahuan informasi yang luas. Bijaklah dalam bersosial media, mulai dari diri sendiri dan atau bahkan mulai dari group WhatsApp keluargamu sendiri. Jadilah generasi pembawa perubahan, cukup dengan menerapkan literasi media maka kalian sudah mencegah orang-orang sekitar anda untuk tidak menjadi pelaku dan korban hoaks. Marilah menjadi masyarakat Badung yang cerdas, turut serta maksimalkan program yang sudah dibuat pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan kita semua, sehingga tercipta Badung bebas hoaks.

 

 

Daftar Pustaka: