Pulau Bali dikenal sebagai Pulau Dewata atau Pulau Seribu Pura yang mempunyai beragam kebudayaan dan keindahan alam. Hal ini membuat Bali menjadi salah satu pusat pariwisata di Indonesia bahkan di dunia. Sebagai tempat wisata, Bali mempunyai toleransi yang baik antar umat beragama. Tolerasansi ini menumbuhkan berbagai akulturasi budaya yang dapat kita temui diberbagai tempat di Bali.
Desa Blimbing Sari berdiri pada tahun 1939 dari hutan belantara yang angker penuh binatang buas. Blimbingsari diresmikan menjadi Desa Wisata tanggal 25 Desember 2011. Potensi Desa diantaranya:
- Pilgrim Tour(Desa Wisata),
- Trekking Bird (Wisata Alam),
- Home Industri,
- Penangkaran Curik Bali,
- Pertanian,
- Peternakan.
Adapun kelompok masyarakatnya antara lain: kesenian, kuliner dan kerajinan.
Di Jembrana misalnya, terdapat beberapa kebudayaan hasil alkulturasi antar umat beragama yang ada di kabupaten ini. Di antaranya yaitu yang pertama adalah Akultrurasi Budaya:
Akulturasi Budaya Umat Islam dengan Hindu
Tradisi Male
Tradisi Male merupakan bentuk ritual ketika masyarakat Islam Jembrana memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Ritual ini dimulai dengan berkeliling kampong sambil membawa telur yang telah dibentuk dengan berbagai corak atau sesuai dengan selera yang diinginkan pembuatnya, seperti pura, perahu, masjid, rumah, dan lain-lain. Male yang diarak mengelilingi kampong ini dikawal oleh pasukan khusus dan adat Bali yang di sebut Pager Uyung. Pager Uyung merupakan kaum kesatria adat yang diwakili oleh beberapa orang, baik Muslim maupu non Muslim. Setelah selesai mengelilingi kampung, kemudian seluruh male atau telur yang telah dihiasi tersebut dikumpulkan di dalam masjid sambil diiringi bacaan shalawat. Pembacaan doa menjadi acara penutup sebelum telur-telur dibagikan kepada masyarakat yang hadir disana. Ketika telur dibagikan, masyarakat sangat berantusias untuk mendapatkannya walau harus berdesak-desakan. Hal ini dikarenakan, mereka berkeyakinan akan mendapat berkah serta keselamatan apabila mendapatkannya.
Tradisi Ngejol
Tradisi Ngejol merupakan symbol kebersamaan umat Islam dengan umat Hindu di Jembrana. Tradisi ini dilakukan dengan mengantarkan makanan antar pemeluk agama pada hari-hari besar keagamaan. Tradisi ini diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan dan rasa kebersamaan antar umat beragama. Kebersamaan ini juga mampu menjalin hubungan social ekonomi masyarakat. Orang Islam menggarap tanah milik pemeluk agama lain, begitu pun juga sebaliknya.
Kesenian Rebana
Bentuk lain akulturasi kebudayaan umat Islam dengan masyarakat Hindu dapat terlihat melalui Kesenian Rebana. Lirik dan syair bernapaskan Islam menggunakan bahasa Arab ataupun lagu-lagu Melayu. Namun, agar mudah diterima masyarakat sekitar, para seniman rebana ini mengaransemen lagu-lagu tersebut dengan irama khas Bali. Dengan begitu, masyarakat akan lebih mudah menerima dan menyukai kesenian ini dan makna syiar yang menjadi tujuan utama dapat tersampaikan dengan efektif. Begitu pun juga disana terdapat kesenian hadrah, Kesenian ini dimainkan oleh dua puluh orang dengan satu pemimpin yang bertugas sebagai pemberi petuah agama.
Akulturasi Budaya Umat Kristen dengan Hindu
Sumber : Dokumentasi Pribadi
1) Gereja Pniel dan Gereja Imanuel
Gereja Paniel terletak Banjar Blimbingsari dan Gereja Imanuel terletak di Banjar Ambyarsari Desa Blimbingsari Kecamatan Melaya. Kedua geraja ini sangat unik, karena di setiap sudut bangunan terdapat ornament serta ukir-ukiran khas Bali. Oleh karena itu, sebelum tahun 1970-an penduduk setempat menyebut gereja ini sebagai “Pura Gereja”. Arsitekturnya membuat kedua gereja ini menjadi gereja terunik dan tertua di Bali.
Ciri khas dari gereja Pniel adalah gedungnya terbuka, atapnya transparan, ukiran pagar bagian luar mengisahkan sejarah asal dan bagian dalam kisah Pl - PB, sedangkan salip bengkok melambangkan bloody dancing cross (Menyimbulkan tubuh Yesus yang tergantung lemas di salip dengan kaki sedikit bengkok karena beliau menyimbulkan bagaimana beratnya menanggung dosa-dosa manusia)
Jika di gereja pada umumnya menggunakan lonceng untuk memanggil para umat ketika akan melaksanakan ibadah, gereja di desa ini menggunakan kulkul yang terbuat dari kayu. Oleh karena itu, dibuatkan tempat tersendiri bernama Bale Kulkul untuk meletakkan kulkul atau kentongan khas Bali.
Tidak cukup sampai disitu, umat Nasrani di desa ini, saat mengadakan kebaktian di gereja juga menggunakan pakaian adat Bali lengkap, seperti kamben, udeng, kebaya, dan lainnya. Para pendeta yang memimpin kebaktian juga berkhotbah menggunakan bahasa daerah Bali. Bahkan ketika mengiringi musik puji-pujian, alat musik yang digunakan adalah gamelan khas Bali. Inilah mengapa banyak wisatawan merasa terkagum-kagum melihat toleransi agama dan perpaduan budaya dapat terbentuk dengan penuh keselarasan di DesaWisata Blimbingsari ini.
Toleransi Antar Umat Beragama
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Toleransi yang ada di Jembrana terjalin dengan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat di Jembrana yang hidup rukun dan tidak pernah terjadi bentrokan warga yang dipicu karena masalah agama.
Adapun beberapa kegiatan masyarakat Jembrana yang menunjukkan sikap toleransi antar umat beragama, yaitu:
- Saling mengucapkan selamat hari raya besar keagamaan
- Saling menghargai perayaan hari besar keagaaman agama yang lain
- Membantu menertibkan proses ibadah ketika sedang berlangsung acara keagamaan.
Sumber:
- https://www.kintamani.id/desa-wisata-blimbingsari-wisata-budaya-sekaligus-bukti-toleransi-beragama-bali-001855.html).
- Karim Abdul, M. 2016. Toleransi Umat Beragama di Desa Loloan, Jembrana, Bali. Jurnal Analisis, Volume XVI, Nomor 1, Juni 2016 (diakses tanggal 20 Juni 2019 pada https://media.neliti.com/media/publications/57060-ID-toleransi-umat-beragama-di-desa-loloan-j.pdf).
Komentar