Judul : Kenanga

Penulis : Oka Rusmini

Penerbit : Grasindo

Tebal : 294 Halaman

 

Kenanga dan Kencana adalah dua kakak beradik yang terlahir bernama depan “Ida Ayu”. Tumbuh dengan sifat yang sangat bertentangan, cerita ini membawa kita seolah ikut hidup di tengah kehidupan feodalisme masyarakat Bali.

Kenanga mengorbankan semuanya demi cintanya. Cintanya pada kekasihnya, adiknya, keluarganya, bahkan pada sistem adatnya sendiri yang diam-diam telah merampas semua kebahagiaannya. Ia adalah seorang terpelajar yang oleh sebagian besar keluarganya dianggap perawan tua, memilih hidup tanpa berketurunan yang menyebabkan putusnya garis keluarga. Padahal, diam-diam ia telah memberontak dengan caranya sendiri. Baginya cukup ia yang tahu bagaimana caranya dia bahagia. Sosok Kenanga mengajari betapa seorang perempuan Bali adalah perempuan yang kuat di tengah kehidupan adat Bali saat itu, dimana kebahagiaan adalah suatu hal yang sangat abstrak dan subjektif bagi kaum perempuan Brahmana.

Novel ini punya pesan moral tentang cinta, keluarga, spiritualitas, adat, dan semua terbungkus rapi dalam nuansa budaya Bali yang sangat kental.

Terjadinya pergeseran dalam penggunaan kasta atau warna dalam sistem masyarakat Bali, sangat jelas disinggung dalam novel ini. Walaupun di zaman sekarang Bali sudah banyak mengalami perubahan dalam sudut pandang terhadap kasta/warna itu sendiri, bagi saya novel ini seperti mengingatkan kita (masyarakat Bali) bahwa era di mana feodalisme seperti itu pernah terjadi.

Novel ini berbentuk satu cerita yang dikemas dengan mengkisahkan tokoh-tokohnya melalui sudut pandang yang berbeda-beda. Begitu cerdasnya sehingga pembacanya sendiri pun dibuat ragu-ragu untuk harus membenci salah satu tokoh antagonis tertentu dalam novel ini. Masing-masing kehidupan tokohnya seolah memiliki sisi gelap tersendiri. Terkadang pembaca dibuat iba, dengki, bingung, bahkan miris dengan nasib tokoh-tokoh di dalamnya.

Dengan tata bahasa yang lugas dan kritis, Oka Rusmini berhasil memasukkan nilai rasa dalam karyanya yang mungkin oleh sebagian orang selama ini telah terpendam dan terlupakan. Nilai rasa yang diselipkan penulis itulah yang mengingatkan saya sebagai manusia untuk kembali mencerna kalimat-kalimat serta pesan tersirat dari novelnya dengan logika. Sikap kritisnya yang tajam membuat sisi kehidupan Griya yang tersembunyi menjadi telanjang di hadapan pembaca. Dalam pertentangannya dengan kaum Sudra, hakekat kebangsawanan dan harga diri kemanusiaan pun dipertanyakan.

Bagi saya, novel-novel Oka Rusmini adalah karya yang sangat “berani”. Novel Oka Rusmini menjadi fenomena sekaligus kontroversi. Dalam konteks adat istiadat Bali, beberapa novel dan cerpennya dipandang sebagai sebuah pemberontakan kepada adat.

Novel ini wajib dibaca bagi kaum feminis, dan akan menjadi sangat menarik jika pembacanya memahami atau pernah menjadi bagian dalam sistem kemasyarakatan di Bali.