Seriously, apa yang kalian pikir saat mendengar kata "biografi"?


Kalau aku, kubayangkan sebuah buku tebal, dengan hard cover. Judulnya tentu berbahasa tinggi, bahasa filsuf-filsufan. Soeharto: Fikiran, Perkataan, dan Perbuatan Saya, Ani Yudhoyono: Putri Pejuang, atau judul keren lain. Isinya kalau bisa gambarnya minim -kalaupun ada itu foto keluarga besar resmi yang memakai batik- dan sekali lagi, bahasanya dewa! Pokoknya sebanyak mungkin berfilsafat, kalau bisa istilahnya import.

Tapi ini biografi, kok bentuknya komik? Bahasanya komikal pula. Selain itu sampulnya nggak gagah, malah membuat tersenyum. Judulnya pun nggak pakai filsafat: Gus Dur Van Jombang!

Gila, bukan?
Bagaimana mungkin aku tak menghampiri rak tempat buku mencolok mata ini bertengger di Gramedia?

Pertama-tama, buku ini jaminan mutu, setidaknya bagiku. Mengapa? Bagi orang yang mengenal sosok Dewa Made Cakrabuana Aristokra akan tahu pasti bahwa ia tak mudah mengeluarkan uang di Gramedia. Kalau ia sampai mengeluarkan uang disana, sudah pasti buku itu luarbiasa uniknya, menghantui mimpi, otak, dan kartu ATM BNI-nya setiap malam.
Yeah...

Bentuk fisiknya.
Dua kata: eye catching!
Bagaimana tidak, pertama, bentuk bukunya memanjang ke samping. Khas komik Beni Mice. Kedua sampulnya kartun, Gus Dur memakai pakaian shaolin sedang melakukan fly kick, dengan kipas ditangan kanan, dan jempol membentuk tanda "oke" di tangan kiri. Sampulnya saja sudah gila! Ketiga, tokoh yang dibahas adalah Gus Dur, dan setiap buku bertema tokoh ini berarti eye catching untukku. Khusus yang satu ini, alasan bersifatnya personal, haha!

Ini penampakan sampulnya....

"sampul komik biografi Gusdur Van Jombang"

 


Isi bukunya.
Cukup padat! Menyeluruh tentang kisah Gus Dur sejak suasana kelahirannya sampai ilustrasi pemakamannya.

Tunggu dulu.
Biografi tokoh sekaliber Gus Dur kok dituang ke sebuah komik tipis?
Yakin bisa padat berisi?
I mean, bahkan kalau semua gambar di komik ini dihapus dan dijadikan tulisan penuh, plus font dan spasi seminim mungkin, buku dengan ketebalan segini takkan cukup untuk menceritakan kisah bapak bangsa unik satu ini...

Jadi, segera saja di kubuka sampulnya di rak buku Gramedia itu...

Wusss...

Hebat!

Saking hebatnya, memunculkan suatu sensasi seperti orgasme yang terjadi pada buku bagus dengan pembacanya. Orgasme kosmik itu terjadi saat kita tengah bergelut ditengah halaman buku dengan serius dan antusian menikmati tiap lembarnya. Namun setelah akhir-akhir malah diserang kesedihan + kehilangan saat buku itu selesai dibaca. Siapa bilang orgasme tidak bisa terjadi di toko buku?

Kepuasan itu kurasakan saat membacanya. Puas sebagai seorang penikmat komik, puas sebagai pecinta Gus Dur dan warisannya, puas sebagai pengunjung Gramedia yang jarang membeli buku dan akhirnya memutuskan bahwa uangku pantas untuk menebus buku ini. Ilustrasinya bikin jatuh cinta, tarikan garis gambarnya sederhana dan jenaka pula! Karikatur dan dialognya cerdas berisi, leluconnya bukan slapstick murahan seperti Jackass dimana lucu berarti orang lain terpeleset kulit pisang atau jatuh dari motor dengan bodoh. Leluconnya hadir lewat gambar dan dialog cerdas, secerdas lelucon Sponge Bob.

 

* * *

 

Hmm... Gus Dur...

Kalau engkau membaca buku ini, kau pasti akan tersenyum. Bahkan tertawa! Aku tau kau suka sekali lelucon.

Ah sudahlah, aku hentikan saja tulisan ini disini, sebelum aku semaki larut merindukan sosokmu sebagaiman semua masyarakat merindukan seorang Gus Dur di tengah angin marjinal di negeri ini. Kau memang tak kan hidup lagi, Gus, tapi kau tak pernah mati. Kau ada, menyala-nyala di dada muda Indonesia bersama Bung Karno, Pancasila, dan semua harapan!

 

(awalnya tulisan ini ditulis dengan semangat '45
...tapi akhirnya malah jadi galau
"Gus, republik ini kau tinggalkan terlalu cepat!")

sumber: dewacakrabuana.blogspot.com