Apakah Anda merasakannya juga? Bali kini sudah terkenal dengan kemacetannya.
"Hampir semenyebalkan Jakarta nih," keluh salah seorang kawan saat kendaraan kami padat merayap, nyaris tak bergerak persis di depan Ramayana. Belum lagi di jam-jam pulang kantor.
Ahh... menembus kemacetan seputar Puri Pemecutan adalah siksaan!
Pertumbuhan kendaraan yang jauh mengungguli pertumbuhan ruas jalan jadi masalahnya. Bus Trans Sarbagita yang digadang-gadang menjadi solusi ternyata belum menjanjikan, malah seringkali menambah kemacetan karena tak punya jalur sendiri. Sayang memang!
Namun kini muncul wacana baru, tentang ide lain yang lumayan menggiurkan: kereta api!
Wah, sepertinya seru, bukan? Seru bila membayangkan para pekerja di Kota Denpasar nantinya bisa tinggal diluar ibu kota. Misalnya di Jembrana, Karangasem, dan kabupaten lainnya. Menyenangkan! Denpasar tak lagi sesak, sementara kabupaten lain ikut berseri pertumbuhan ekonominya.
Akan deal-kah proyek ini?
Lantas, bagaimana kelanjutannya?
* * *
Terkait rencana proyek kereta api di Bali, pemerintah pusat menyatakan keseriusannya. Namun, mengingat besarnya nilai proyek kelak, pemerintah pusat memberikan sinyal akan ada keikutsertaan pihak swasta.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono ketika membuka ASEAN Port Association di Kuta, Bali.
"Kita ingin kembangkan moda transportasi kereta api di Bali, untuk itu kita membuka kesempatan bagi swasta untuk mengembangkannya," ujar Bambang. "Nantinya akan ada koridor Bali utara-selatan, Ubud, ke Bali barat, dan lainnya."
Menurut Bambang, sudah ada studi awal tentang rencana kereta api di Bali ini. "Masih studi awal, nantinya akan ada studi pasar dan tender investasi swasta."
Sebelumnya, wacana kereta api di Bali pernah disampaikan Gubernur Bali Mangku Pastika untuk menyeimbangkan pengembangan kawasan wisata di Bali. Menurut Pastika, pemerintah tengah mengkaji wacana pembangunan moda transportasi kereta api yang bakal mengelilingi Pulau Bali.
Perusahaan perkeretaapian asing, China Railway Corporation menyatakan minat kepada pemerintah Bali untuk membangun monorel keliling pulau Dewata dengan investasi yang ditaksir mencapai Rp17 triliun.
Di lain kesempatan, Ketut Wija, Asisten Pemerintah Provinsi Untuk Urusan Ekonomi dan Pembangunan, mengatakan minat perusahaan asal China sudah dibicarakan dengan gubernur Bali. Dia memaparkan, kesulitan utama pembangunan infrastruktur di Bali adalah bagaimana mencari kesamaan persepsi dari semua elemen yang ada, karena banyak megaproyek yang terancam gagal akibat terjadi perbedaan persepsi tersebut.
Kesulitan paling mendasar adalah pembebasan lahan. Apalagi, jika lahan itu sudah berkaitan dengan tempat ibadah pura. Belum lagi soal budaya dan agama yang menurut Wija tak kalah pelik.
Pemerintah Provinsi Bali tetap menginginkan membangun jalur kereta api untuk meratakan perkembangan pariwisata di Pulau Dewata. Keperluan infrastruktur transportasi massal sudah mendesak di Bali mengingat kemacetan mulai menggejala.
Selain itu, pengembangan megaproyek yang digagas sejak 2009 ini dipastikan mampu membuka destinasi wisata baru dan meratakan perekonomian yang saat ini cenderung lebih maju di kawasan selatan pulau Bali.
Jadi, jika China masih belum mampu menegaskan minatnya, pemerintah Bali akan mengupayakan agar pemerintah pusat lengkap dengan perusahaan milik negara untuk segera mewujudkan megaproyek pengembangan monorel ini.
Made Mangku Pastika mengatakan pemerintah akan terus mendorong sejumlah perusahaan BUMN dan kementerian untuk mewujudkan proyek itu. "MoU pada 2011 dengan PT KAI, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pariwisata akan kembali digunakan untuk mendorong terealisasinya megaproyek itu," katanya.
Sementara itu, Bagus Sudibya, Wakil Ketua Asosiasi Agen Perjalanan (ASITA) menyatakan dukungannya pada rencana monorel untuk meningkatkan semua sektor ekonomi.
“Proyek monorel sebagai solusi untuk menyediakan transportasi massal berkualitas bagi masyarakat dan komoditas dalam rangka untuk meningkatkan pemerataan pembangunan di seluruh pulau.”
Sebuah tujuan yang luhur sebenarnya, mengingat pembangunan di Pulau Bali memang tidak merata. Kabupaten di Bali selatan seperti Kodya dan Badung menikmati manisnya sari industri wisata. Belum lagi ditambah dengan perputaran uang dari pekerjanya yang datang, kost dan tentu berbelanja di wilayah seperti Panjer dan sekitarnya.
Sementara Bali pinggiran, yang tak ada objek wisata dan penduduk produktifnya terserap ke bali selatan dapat apa?
* * *
Kereta api di Bali...
Berharap sih bisa. Sah-sah saja. Namun sepertinya proyek ini akan menemui hambatan besar. Apakah hambatan besar itu? Apalagi kalau bukan nilai pembebasan lahan yang terlampau tinggi. Tanah-tanah di Bali kan sedang mahal-mahalnya!
Apalagi di pinggir pantai! Andai-andai Anda jadi pemilik lahan pinggir pantai, tawaran dari investor pengembang villa dibandingkan nilai yang ditawarkan pembebas lahan proyek lebih menarik mana?
Komentar