Bali merupakan surga sekaligus cerita nyata, bukan cerita belaka ataupun keindahan dari masa lalu. Ada begitu banyak tempat indah yang tersembunyi dan masih perawan. Sayangnya, tempat-tempat tersebut belum tergarap secara serius sebagai destinasi wisata baru. Jangan membuat program wisata unggulan, membangun prasarananya saja belum dilakukan oleh pemerintah.
Dalam beberapa tahun kebelakang, keindahan tempat terancam oleh eksploitasi alam yang salah dan serakah. Padahal dengan pariwisata, daerah bisa mendapatan penghasilan sekaligus bisa menjaganya.
Contohnya seperti di Nusa Penida, tepatnya di wilayah mata air tembeling. Tempat tersebut memiliki banyak potensi wisata seperti mata air yang jernih dan menyegarkan, pantai dan laut yang indah, dan hutan yang didalamnya terdapat berbagai jenis satwa. Namun, akses untuk menuju kesana sangatlah menguras tenaga seperti jalan yang tidak rata, jalan setapak yang masih beralaskan tanah tebing yang sewaktu-waktu bisa terjadi longsor.
Di Bali daerah selatan, lain lagi ceritanya. Daerah ini memiliki garis pantai terpanjang kedua di Bali dengan ombak terbaik untuk berselancar. Namun pemerintah seolah-olah tidak berdaya disana. Resor tumbuh menjamur, tetapi kotribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal, hanya beberapa resor saja yang memiliki izin dan membayar pajaknya. Mungkin ini bentuk “protes” mereka kepada pemerintah daerah yang tidak serius membangun prasarana wisata disana.
Problem utama dari tidak berkembangnya pariwisata di Bali adalah kurangnya kreatifitas dan kesadaran akan potensi yang kita miliki. Pemerintah daerah Tk. I maupun pemerintah daerah Tk. II masih lebih senang mendapatkan uang dengan cara mengekploitasi sumber daya alam. Mereka lebih suka membabat hutan untuk mengambil kayunya, mereklamasi pantai untuk dibangun resor atau villa yang tidak jelas izinnya. Pariwisata dianggap tidak terlalu menguntungkan terutama untuk pejabat yang korup, padahal Bali pendapatan terbesar datang dari sektor pariwisata.
Selain membangun infrastruktur seperti akses ke tempat wisata yang dituju dan sarana semisal transportasi dan penginapan, pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik.
Selama ini pemerintah hanya menjual Kuta dan Kuta, atau jika mau dikatakan agak berpandangan lebih luas sedikit, paling-paling bergesernya hanya ke Tanah Lot dan Danau Batur. Padahal tempat-tempat itu tidak perlu “dijual” lagi dan sebaiknya dibiarkan jalan sendiri. Masih sedikit wisatawan yang tahu tentang Nusa Penida, pantai-pantai di Buleleng, dan air terjun yang terdapat didaerah Gianyar dan Buleleng.
Komentar