Nah, kalau kalian udah denger kata BALI pasti kepikiran sama pulau Dewata, selain itu Bali juga terkenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura dan Bali Dwipa. Bali tentu saja memiliki kebudayaan yang sangat sakral. Umumnya masyarakat di Bali menganut Agama Hindu, pulau dewata ini selain terkenal dengan wisatanya juga tidak lepas akan budaya yang dimilikinya. Salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh bali adalah pakaian khas adat bali yang menjadi daya tarik bagi turis mancanegara.

 

undefined

Sumber: (https://toonhero.files.wordpress.com/2013/08/arik-family.jpg?w=788)

Pakaian adat Bali ini sebenarnya juga hampir mirip dengan pakaian adat yang ada di Jawa lebih tepatnya Sunda, hanya saja corak dan motif yang dimiliki agak sedikit berbeda. Biasanya pakaian adat Bali ini digunakan pada saat tertentu seperti saat umat Hindu di Bali bersembahyang ke pura. Seiring berjalannya jaman, trend cara berpakaian untuk bersembahyang di kalangan anak muda sekarang ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan etika yang berlaku umum.

Sekarang, lihatlah gadis generasi masa kini. Perhatikan kebaya yang dikenakannya, kain brokat yang transparant hampir seluruh dada dan punggung terlihat menerawang. Pemandangan itu bisa kita lihat dimana-mana, kalau ada persembahyangan. Tidak hanya itu, rambut yang seharusnya diikat dengan rapi justru dibiarkan tergerai begitu saja. Selain itu penggunaan kamen oleh gadis masa kini menurut saya kurang tepat, penggunaan kamen yang pinggirannya terlalu tinggi terlihat tidak sopan. Bagaimankah pendapat anda tentang busana gadis remaja itu?

Pakaian adat di Bali memiliki nilai filosofis yang menunjukkan makna pakaian tersebut.

Diawali dengan penggunaan kamen, tinggi kamen kira-kira setelapak tangan. Lipatan kamen dimulai dari kanan ke kiri, ini disesuaikan dengan konsep sakti yang bertugas menjaga laki-laki agar tidak melenceng dari ajaran Dharma. Selanjutnya penggunaan baju atau sering disebut kebaya dengan syarat bersih, rapi dan tentu saja sopan. Penggunaan selendang memakai simpul hidup di kiri yang berarti mebraya. Rambut dihias dengan pepusungan, secara umum ada tiga macam pepusungan. Yang pertama pusung tagel, yang biasanya dipakai oleh putri yang sudah menikah. Yang kedua ada pusung kekupu biasanya dipakai oleh pedanda istri. Selanjutnya ada juga pusung gonjer, pusung ini digunakan oleh putri yang belum menikah/masih lajang. Pusung gonjer sebagai symbol keindahan, sebagai mahkota dan sebagai stana tri murti.

Pada lelaki juga terdapat beberapa tata cara dalam berpakaian adat.

Diawali dari penggunaan kamen, tinggi kamen sejengkal dari telapak kaki. Lipatan kamen dimulai dari kiri ke kanan karena laki-laki merupakan pemegang dharma. Pada putra menggunakan kancut, kancut digunakan dengan ujung yang lancip dan sebaiknya menyentuh tanah atau menyapuh jagat. Ujungnya yang kebawah adalah simbol penghormatan terhadap ibu pertiwi.

Selain menggunakan kamen, putra juga menggunakan saputan. Saputan digunakan melingkar berlawanan dengan jarum jam, tinggi saputan sejengkal dari tinggi kamen. Saputan juga berfungsi sebagai penghadang musuh dari luar. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan umpal, Penggunaan umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai symbol menyama. Baju yang digunakan tentu saja baju yang bersih rapi dan juga sopan, baju pada busana adat terus berubah sesuai dengan perkembangan. Jadi, baju tidak memiliki patokan yang pasti.

Dilanjutkan dengan penggunaan udeng, secara umum udeng dibagi menjadi tiga, yaitu udeng jejateran atau udeng untuk persembahyangan, udeng dara kepak atau udeng yang dipakai oleh raja dan udeng beblatukan atau udeng yang dipakai oleh pemangku. Udeng jejateran menggunakan simpul hidup disela-sela mata sebagai lambing mata ketiga, dengan ujung menghadap keatas sebagai simbol penghormatan pada sang hyang aji akasa. Pada udeng jejateran, bebidakan yang sebelah kanan lebih tinggi dan sebelah kiri lebih rendah. Itu artinya kita harus mengutamakan dharma. Bebidakan yang di kiri adalah simbol dewa brahma sedangkan yang dikanan simbol dewa siwa dan simpul hidup dibagian tengah merupakan simbol dewa wisnu. Bagian kepala pada udeng jejateran tidak tertutupi berarti kita masih brahmacari, pada udeng beblatukan hanya ada penutup kepala dan simpul di blakangnya diikat kebawah sebagai simbol lebih mementingkan umum daripada pribadi. Sedangkan pada udeng dara kepak, masih ada bebidakan dan ditambah lagi dengan penutup kepala yang berarti simbol pemimpin yang melindungi masyarakat.

Saya sangat setuju apabila kebudayaan yang dimiliki oleh Bali itu sendiri dapat kita lestarikan. Pada akhirnya kita harus menyepakati etika yang berlaku umum dan semestinya kita melestarikan kebudayaan tersebut. Apalagi kita adalah masyarakat bali, sebagai masyarakat pulau dewata kita semestinya melestarikan kebudayaan yang kita miliki.