(Sumber: Koleksi pribadi. Pintu gerbang panggung Surya Chandra Murti)

“Real museums are places where time is transformed into space” quote dari Orhan Pramuk ini sangat cocok untuk menggambarkan sebuah museum yang terletak di samping jalan di Desa Banda, Takmung sekitar 3 Km sebelah barat dari Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung

Museum ini didirikan pada tahun 1994 oleh I Nyoman Gunarsa, seorang Maestro seni lukis kelahiran 15 April 1944. Nyoman Gunarsa, adalah salah satu dari sekian Maestro seni lukis Indonesia yang memiliki reputasi yang luar biasa dan dedikasinya dalam dunia pendidikan seni rupa.

Museum Nyoman Gunarsa bukanlah museum biasa. Museum yang terkenal karena world-class collectionnya ini memiliki banyak keunikan tersendiri. Mulai dari lukisan-lukisan Bali asli dari seluruh Bali yang belum terpengaruhi oleh Majapahit, hingga koleksi seni klasik dan modern. Selain itu, lukisan-lukisan dalam Museum Gunarsa bukan hanya sebatas lukisan, namun juga sebuah media untuk bercerita melalui gambar. Lukisan-lukisan Pak Nyoman Gunarsa di dasari oleh cerita rakyat Bali, dan Legenda Hindu Dharma yang membuat lukisanya berbeda dari yang lain. Sedangkan karya-karyanya berdasarkan eksplorasinya dari kesenian Bali.

          undefined

             (sumber: https://bandavillage.wordpress.com/museum-gunarsa/)

Sayangnya, jumlah pengunjung Museum Gunarsa kini tak lagi seramai dulu. “Bus-bus wisata dan kunjungan tamu ramai kini hanya tinggal kenangan” tutur Pak Ngurah Mayun, seorang seniman yang juga merupakan tangan kanan Pak Nyoman Gunarsa. Dikutip dari Jostein Gaarder, pasalnya, manusia memiliki ketertarikan aneh pada kata “pertama”, “terakhir”, dan “hilang”. Hal ini tentu dirasakan Museum Gunarsa ketika pertama di buka. Dinamika ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: posisinya yang tidak lagi strategis karena adanya Jalan Bypass Ida Bagus Mantra yang menyebabkan perubahan arus lalu lintas, kurangnya ketertarikan akan seni dan budaya daerah yang dimiliki, dan kurangnya promosi yang baik.

Turunnya jumlah pengunjung juga berdampak pada pengelolaan Museum Gunarsa. Saya sempat terkejut ketika melihat lukisan-lukisan Bali asli yang historis itu hanya dilindungi plastik, bahkan tersimpan dalam ruangan yang tidak ada AC-nya. Kondisi ini tidak baik untuk menyimpan lukisan, apalagi lukisan kuno. Plastik tidak dapat melindungi lukisan dari debu dengan baik, kemudian tanpa AC ruangan akan menjadi lembab dan ini dapat menyebabkan kerusakan pada lukisan-lukisan tersebut.

Padahal, jika dikelola dan promosinya dilaksanakan dengan baik, sejatinya Museum Gunarsa memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, baik bagi wisatawan lokal atau domestik, maupun manca negara yang melakukan perjalanan wisata.

Perlu diketahui, ada banyak hal yang menjadi motivasi perjalanan wisata, antara lain ialah kesehatan, kesenangan, agama, kebudayaan, hobi, olahraga, seminar, dan alasan lainnya. Ada penulis yang mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu “withdrawal symptom”. Yaitu suatu gejala di mana orang-orang melarikan diri dari lingkungannya di mana ia biasanya tinggal atau bekerja. Industri pariwisata dapat pula membuat seseorang tertarik pada tata cara kehidupan masyarakat lain, beserta dengan seni budayanya. Bukan rahasia lagi bahwa Bali memiliki seni dan budaya yang sangat unik. Inilah yang begitu menarik wisatawan datang ke Bali.

    undefined

                                                        (sumber: dokumen pribadi. Halaman Museum Gunarsa)

Bagaikan pisau bermata dua, tentu industri pariwisata juga memiliki dampak negatif. Pariwisata yang dikatakan sebagai “an agent of cultural changes” dapat mempengaruhi cara berpikir masyarakat yang dikunjungi, tata cara dan adat istiadat penduduk yang dikunjungi serta upacara-upacara keagamaannya. Peristiwa ini cenderung dikaitkan dengan dua istilah, yaitu modernisasi dan westernisasi.

Modernisasiadalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan westernisasiadalah proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara tentang kebudayaan dari negara-negara barat yang dianggap lebih baik dari budaya sendiri. 

Dengan berbagai cara, westernisasi dan modernisasi telah mempengaruhi kehidupan masyarakat Bali, terutama di wilayah kota. Dampak terburuk yang dapat terjadi akibat westernisasi dan modernisasi yang masuk melalui pariwisata adalah terjadinya krisis identitas. Ini karena westernisasi dan modernisasi cenderung menyebabkan budaya berubah menjadi identik.

Imelda Marcos pun pernah mengatakan bahwa “kota-kota di dunia telah mulai menjadi homogen, kota-kota di dunia sekarang satu dengan yang lain sudah mirip.” Kemiripan ini justru menurunkan mutu seni budaya yang dimiliki suatu daerah, tapi demi menjaganya apa perlu menghambat pariwisata di daerah tersebut?

Kemudian, ketika krisis identitas ini terjadi, akan terbentuk sebuah gerakan kebudayaan dengan tujuan pencarian identitas. Tentu untuk itu diperlukan adanya pedoman untuk mencari kembali ke jati diri dan meningkatkan harga diri.

 undefined

                           (Sumber: https://paketbalimurah.files.wordpress.com/2012/01/museum-nyomam-gunarsa.jpg)

Mendirikan Museum Nyoman Gunarsa, berarti beliau tidak hanya menciptakan sebuah timeline sejarah, yang secara tidak langsung menjadi pedoman bagi keseniaan di Bali, Museum Gunarsa juga menjadi media pembelajaran yang baik. Bisa dikatakan bahwa dengan museummnya ini, beliau berhasil menangkap waktu dan keindahan dalam suatu ruang yang dapat dilihat, dinikmati, dan dipahami. Pemahaman akan kesenian dan budaya yang baik mendukung terjaganya identitas diri bagi “tourist receiving countries”, serta mendorong suatu pengertian mengapa suatu masyarakat berbeda dengan yang lain.

Dampak terbaik dari alkuturasi budaya barat dan modern adalah terciptanya karya-karya baru yang lebih kreatif dan terkesan lebih segar. Oleh karena itu, masuknya budaya barat dan modern bukanlah sesuatu yang perlu kita takuti. Justru, karena sifat seni dan budaya yang dinamis, akulturasi ini bisa dimanfaatkan dan dijadikan media untuk mengembangkan seni dan budaya tersebut kearah yang lebih inovatif dan menarik bagi masyarakat sesuai dengan zamannya.

Melalui artikel ini, mungkin penulis ingin menyampaikan saran dan harapan. Saran penulis adalah untuk mencoba meningkatkan pengelolaan Museum Gunarsa dengan cara penataan ulang dan menjaga kebersihan tempat penyimpanan lukisan.

Harapan saya, masyarakat Bali, terutama Klungkung dapat memahami pentingnya memiliki pengetahuan dan pengertian yang baik mengenai seni dan budaya Bali. Alangkah baiknya bila pengetahuan seni dan budaya juga diimbangi dengan kemampuan berbahasa yang baik. Sangat penting untuk bisa membagi pemahaman yang dimiliki tentang seni dan budaya dengan oranglain. Saya percaya bahwa dengan gerakan masyarakat santun dan inovatif yang dimiliki Klungkung, hal ini pasti bisa tercapai.

Sumber referensi:

https://bandavillage.wordpress.com/museum-gunarsa/    

http://www.isi-dps.ac.id/artikel/realitas-gunarsa/

http://www.gurupendidikan.net/2016/03/definisi-atau-pengertian-modernisasi-dan-westernisasi-ciri-ciri-syarat-syarat-serta-contoh-dan-perbedaan-keduanya.html

A Yoety, Oka. 1985. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Bandung: Angkasa Bandung.

Gaarder, Jostein. 2016. Maya Misteri Dunia dan Cinta. Penerbit: Mizan Publishing.