Sumber: dok. pribadi
Kota Klungkung adalah salah satu kota yang saat ini sedang gencar dalam membangkitkan sektor pariwisatanya. Sektor pariwisata menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh Pemerintah Daerah setempat karena pariwisata dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang sangat besar. Baik bagi Negara, wilayah setempat yang bersangkutan, maupun bagi Negara asal dari wisatawan yang berkunjung. Maka dari itu, sektor pariwisata mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Daerah setempat. Sekarang pertanyaannya adalah, bagaimana cara untuk menarik minat para wisatawan? Tentunya dengan memberikan pelayanan yang baik, penataan lingkungan wisata yang menarik, dan tidak lupa juga “ PENINGGALAN SEJARAH” yang bisa menjadi ciri khas dari daerah tersebut.
Ketika anda melakukan perjalanan wisata ke Kabupaten Klungkung, tentunya mata anda akan tertuju pada bangunan yang memiliki bentuk “unik” yang secara otomatis membuat perhatian anda teralihkan. Disamping karena terletak di pusat kota, bentuk bangunan yg “unik” ini seraya mengundang rasa penasaran khususnya bagi wisatawan yang pertama kali melakukan kunjungan wisata ke daerah ini. “Bangunan apa itu?”, “Mengapa bentuknya demikian?” merupakan pertanyaan yang paling sering muncul dibenak dan ditanyakan oleh para wisatawan setelah melihat bangunan ini.
Bangunan ini merupakan salah satu peninggalan sejarah di Kabupaten Klungkung selain Kerta Gosa yang juga merupakan salah satu destinasi tujuan wisata dari program yang sedang digalakkan pemerintah saat ini. Yaitu City Tour. Dengan mengunjungi monumen ini, kita bisa mengetahui sejarah Kabupaten Klungkung. Mengapa demikian? Karena didalamnya terdapat diorama yang secara visual menggambarkan bagaimana kehidupan dan perjuangan rakyat Klungkung pada jaman dahulu. Diorama ini semakin memanjakan mata wisatawan karena dapat menggambarkan paras Raja Klungkung saat itu, yakni Ida I Dewa Agung Jambe. Tidak lupa juga diorama - diorama lainnya yang memperlihatkan bagaimana kehidupan rakyat Klungkung dimulai dari kehidupan kesehariannya, hingga kejadian bersejarah (perang) yang mengambil tempat di Kabupaten Klungkung. Bisa mengetahui sejarah dari suatu daerah hanya dengan mengunjungi satu tempat saja. Hmm… Tentunya sangat menarik bukan? Maka dari itu tidak heran bahwa monumen ini merupakan destinasi atau tujuan wisata yang tidak boleh dilewatkan ketika berwisata ke Kabupaten Klungkung.
Diorama Raja Klungkung, Ida I Dewa Agung Jambe
Diorama kehidupan rakyat Klungkung
Diorama Perang Puputan Klungkung
Sumber: http://www.anishidayah.com/2017/03/monumen-puputan-klungkung-beginilah-isi.html
Selain dari sejarahnya, yang menjadi pertanyaan lain dari wisatawan adalah bentuk bangunan yang sangat “unik”. Dibangun sedemikian rupa, bukanlah tanpa alasan. Bentuk monumen ini mengambil konsep dari Lingga-Yoni. Dimana persatuan antara Lingga dan Yoni merupakan lambang dari kesuburan. Memiliki tinggi bangunan setinggi 28 meter, pintu masuk sebanyak 4 buah yang saling berhubungan (terletak di bagian utara, timur, selatan, dan barat dari bangunan ini), bentuk bangunan segi delapan (08) yang beralaskan 19 buah kembang teratai, tidaklah dibuat tanpa alasan. Infrastruktur dari bangunan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan peristiwa yang terjadi pada tanggal 28 April 1908 (28-4-1908) silam, yaitu “Perang Puputan Klungkung”. Tak lupa juga monumen ini dilengkapi dengan 4 buah balai bengong yang diperuntukan sebagai tempat bersantai/beristirahat.
Sumber: https://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/0a/c3/48/e3/museo.jpg
Penulis mengatakan Monumen Puputan Klungkung ini “Terlahir” kembali, apa maksudnya?
Tentunya Monumen ini tidak hanya diperuntukkan bagi para wisatawan saja. Penduduk setempat juga seharusnya juga bisa merasakan manfaat dari adanya bangunan ini. Sebelumnya penulis melihat bangunan ini hanya menjadi tempat berteduh dan berkumpulnya anak-anak sekolahan pada siang hari. Utamanya ketika mereka akan mengerjakan/melakukan kegiatan berkelompok karena letaknya yang sangat strategis. Namun, pada malam hari? Hampir dapat dikatakan tidak ada kehidupan pada bangunan ini. Minim penerangan dan sekilas terlihat juga minim perawatan. Sehingga tidak jarang tempat ini digunakan untuk melakukan perbuatan yang (maaf) tidak semestinya. Tentunya dengan tindakan yang demikian, hal ini akan mengurangi bahkan bisa mencoreng citra bangunan yang memiliki keterkaitan sangat penting dengan sejarah kota tercinta ini. Mengapa bisa demikian? Karena pada saat itu sempat tercipta mindset di beberapa masyarakat setempat bahwa bangunan ini merupakan (maaf lagi) tempat yang digunakan untuk hal-hal mesum. Citra yang sangat tidak baik bukan? Apalagi untuk bangunan yang memiliki nilai sejarah penting.
Dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata, namun bangunan ini sempat sepi pengunjung. Padahal bangunan ini terletak berdekatan dengan destinasi wisata Kerta Gosa dan hanya dibatasi oleh patung Catus Pata. Entah itu dikarenakan dari promosinya yang kurang gencar, kurang menarik, atau hal lainnya. Masyarakat lokal pun seperti enggan mengunjungi bangunan ini. Bangunan yang penting ini seakan terlihat “terlupakan” dan kemudian “mati”.
Namun saat ini, saat digalakkannya sektor pariwisata, berbagai perombakan dari hal yang sederhana hingga hal yang paling ekstrim pun dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat. Dan perombakan yang paling ekstrim terjadi pada Monumen Puputan Klungkung ini. Perombakan tampilan yang hampir secara “total” ini seraya mengubah dan “menghidupkan” kembali bangunan bersejarah yang sempat “mati”. Kenapa penulis katakan hampir secara total? Karena ada bagian dari monumen ini yang tetap dipertahankan keasliannya. Ya, bangunan yang terletak ditengah atau sebagai pusat dari destinasi wisata ini tidak dirubah sama sekali. Perubahan secara besar-besaran dilakukan pada dinding pembatas bangunan (pintu masuk dan keluar), penambahan sumber cahaya, penataan taman, pengadaan fasilitas kebersihan yg baik di setiap balai bengong, penambahan nama tempat (yang berfungsi untuk memberi tau wisatawan dimana mereka sedang berada sekarang), dan terakhir penambahan hiburan baru di monumen, yakni “air mancur bernyanyi” yang bisa dinikmati oleh masyarakat maupun wisatawan pada malam hari saat weekend (sabtu dan minggu). Tak lepas juga seperti yang penulis sampaikan di awal tadi, Pemerintah Daerah setempat juga memasukkan “Monumen Puputan Klungkung” menjadi salah satu objek wisata pada program City Tour yang saat ini sedang ditangani dengan serius. Selain upaya diatas, Pemerintah Daerah setempat juga berupaya untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh kota Klungkung melalui kerjasama antara Rektor Unhi Dr. Ida Bagus Dharmika, M.A. dengan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta pada tanggal 10 Desember 2014 silam melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) demi mewujudkan Kota Klungkung yang Berbudaya dan Berniaga.
Berikut penulis lampirkan gambaran monument puputan yang “terlahir” kembali.
BEFORE
Sumber: http://www.klungkungkab.go.id/assets/wisata/Monumen%20Puputan%20Klungkung%203.JPG
Sumber: http://sirenbangda-bappeda.klungkungkab.go.id/file_upload/slider/image-slider-3.jpg
AFTER
Tampak depan Monumen Puputan Klungkung
Penataan Taman
Tempat pembuangan sampah yang terdapat disetiap balai
Papan nama yang menunjukkan posisi wisatawan
“Air Mancur Bernyanyi” yang disajikan di Monumen Puputan Klungkung
pada saat weekend
(Sumber: dok. Pribadi)
Sumber:
- Berita Klungkung
http://semarapura-klungkung.blogspot.co.id/2015/02/monumen-puputan-klungkung.html
- Egga Pramuditya
http://www.batanggallery.or.id/p/penulis-egga-pramuditya-mahasiswa.html
- Putu Satyaprasavita
- Berbagifun
http://www.berbagifun.com/2013/10/nongkrong-sore-di-monumen-puputan.html
- Anis Hidayah
http://www.anishidayah.com/2017/03/monumen-puputan-klungkung-beginilah-isi.html
- DAAM Berliana Rahita
Komentar