Perkembangan modernisasi saat ini banyak dipengaruhi oleh media sosial yang menyajikan informasi terkini tapi bukan terkini lagi , melainkan dalam bahasa anak ABG kata terkini sudah luntur menjadi kata kekinian.

Hal menyimpang dari media sosisal itu menciptakan fenomena kekinian yang saat ini sudah mempengaruhi budaya. Budaya di Indonesia memiliki keanekaragaman dan chiri khas di suatu daerah khususnya fenomena yang saat ini saya lihat contohnya di Bali. Sebagai gadis Bali yang beragama Hindu perbincangan tata busana ke pura menjadi topik utama.

Sesuai dengan pararem atau paruman adat desa pada tanggal 10 januari 2016 lalu, di desa Gelgel, Klungkung . Menghasilkan pararem pengele nomor 01/DP GTK/Sed/II/2016 (keputusan yang tidak tercatat dalam awig-awig )tentang tata cara berbusana adat ke pura se desa pekraman Gelgel yang disahkan pada tanggal 5  februari 2016 lalu .Ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi selama 6 bulan kepada masyarakat atau pun memalui Baliho di desa pekraman Gelgel . Tentunya aturan tersebut bertujuan positif mengingat seluruh umat Hindu agar tidak menjadi kebiasaan menyikapi fashion ala kekinian.

Sesuai dengan isi pararem tersebut , para perempuan Hindu tidak di perkenankan menggunakan pakaian adat lengan pendek atau di atas siku. Selain itu untuk pemakaian kamben juga turut di atur , yakni tidak boleh di atas pergelangan kaki.

Aturan serupa pula juga di tujukan pada para laki laki. Secara umum di awali dengan  menggunakan kamben yang lipatannya melingkar dari kiri ke kanan karena laki laki merupakan pemegang dharma, tinggi kamben putra kira kira sejengkal dari telapak kaki karena putra sebagai penanggung jawab dharma harus lah melangkah dengan panjang.

 Contoh yang saya ambil kali ini  kegiatan dari Semeton Jegeg Bagus Jembrana sebagai pemuda pemudi yang memfokuskan diri pada bidang pariwisata dan kebudayaan dengan ikut berpartisipasi dalam kegiatan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten Jembrana . Berikut contoh berbusana yang baik dan sesuai untuk ke pura yang diperagakan oleh salah satu semeton Jegeg Bagus Jembrana busana adat ke pura pada kegiatan workshop Busana Adat ke pura yang diselenggarakan oleh Panitia Pesta Kesenian Bali 2017 khusus kegiatan wanitia kabupaten Jembrana di Gedung Kesenian Ir. Soekarno .

undefined

Selain peragaan busana adat ke pura pada minggu , 2 juli 2017 lalu Jegeg Bagus Jembrana berpartisipasi dalam peragaan adat busana metatah dan busana pesta malam sebagai perwakilan kabupaten Jembrana serangkaian pesta Kesenian Bali ke-39 Tahun 2017 di Gedung Ksirarnawa Art Center Denpasar.

 undefined

 Nah, tentunya hal yang diinginkan tidak hanya dilakukan oleh perwakian pemuda pemudi di setiap daerah saja namun ini harus lah menjadi contoh yang harus di terapkan oleh semua umat Hindu agar tidak terlalu melebih lebihkan dunia fashion dengan adat istiadat. Masih ada banyak cara yang bisa dilakukan tanpa harus melanggar norma yang sudah di terapkan di masyarakat, setiap orang pasti memiliki kreatifitas masing masing , mengapa tidak memanfaatkan itu ? Tentunya dengan tetap menjaga aturan , budaya dan tradisi di Bali tanpa harus terlihat ngejreng dan menor.

Tidak ada umat Hindu yang ingin di pandang buruk ke pura , pastinya mereka selalu menjaga image mereka dengan melakukan berbagai cara. Tuhan tidak memandang umatnya dari fisiknya tetapi kesadaran jasmani dan rohani di dalam diri mereka.

Hal tersebut tidak hanya ditujukan kepada remaja baik pemuda maupun pemudi ataupun ibu ibu sosialita yang mengikuti fenomena kekinian tetapi batasan batasan berpakaian yang harus dilekatkan sejak dini agar terhindar dari perkara pandangan orang yang terangsang yang dianggap tak sopan , karena itu tentunya hak setiap orang yang masih mampu memandang maka dari itu sebagai bekal pembelajar anak anak dalam menyikapi tren dan budaya saat ini.

 Sebagai umat Hindu seharusnya dan sebaiknya kita bisa menolak modernisasi namun sebagai penganutnya harus bisa menempatkan dimana seharusnya modernisasi itu di tempatkan.