Sabtu, 30 April 2016, suasana di Museum Patung Wayan Pendet yang berlokasi di Banjar Nyuh Kuning, Desa Mas, Kecamatan Ubud, agak berbeda dari biasanya. Pada hari biasa tempat tersebut relatif sepi, hanya terlihat beberapa tourist yang berlalu-lalang, namun kali ini keramaian sudah terlihat beberapa ratus meter dari tempat tersebut. Sebabnya dua. Pertama, karena sedang digelar acara peluncuran buku. Kedua, karena keluarga besar alm. Wayan Pendet menggelar acara khusus pada bulan tersebut.
Dalam acara yang digelar dengan konsep kekeluargaan tersebut, ada tiga buah buku sekaligus yang diluncurkan di Museum patung yang bernaung di bawah Yayasan Wayan Pendet, pada hari itu. Ketiga buku yang dimaksud yaitu: (1)"Pengakuan Peradilan Adat dalam Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman", karya Dr. I Ketut Sudantra, S.H.,M.H., (2)"Kebijakan Pengelolaan Wisata Ekoreligi Berkelanjutan Berbasis Masyarakat Hukum Adat Bali", hasil karya Dr. Ketut Wirata, S.H.,M.Kn., (3)"Mapadik: Orang Biasa, Kawin Biasa, Cara Biasa di Bali", karya Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H.,M.Si.
Dua buku pertama merupakan buku ilmiah yang berasal dari satu kawitan, yaitu hasil penelitian ilmiah yang kemudian dituangkan menjadi tulisan ilmiah dalam bentuk disertasi, sebagai salah satu syarat menyelesaikan jenjang pendidikan S3 di Universitas Brawijaya Malang. Itu sebabnya dalam acara tersebut hadir dua orang Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, yaitu: Prof. Dr. Nyoman Nurjaya, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Sudarsono, S.H.,M.H. Kedua Guru Besar ini tidak hanya menyaksikan acara peluncuran buku namun juga bersedia memberikan sambutan kepada para undangan yang hadir.
"Ekowisata (Ecological Tourisme) adalah suatu konsep dalam khasanah kepariwisataan yang diperkenalkan pada awal tahun 1980-an oleh Cebalos Lascurain, sebagai suatu perjalanan ke suatu wilayah yang masih alami, dimana unsur flora dan faunanya belum rusak dan terkontaminasi dengan tujuan untuk dinikmati, dikagumi, dipelajari sebagai media pendidikan lingkungan hidup", dikutip dari Prof Nurjaya dalam sambutannya. Ungkapan ini disambut oleh Prof Sudarsono, "Itu sebabnya buku Pak Wirata ini menarik untuk dibaca karena Ia mencoba menyentuh persoalan yang amat mendasar, yaitu Kebijakan dan Religi sebagai langkah antisipasi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri pariwisata".
Terhadap keberadaan negara Hukum, Prof Nurjaya mengemukakan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang bercorak multikultural, termasuk multi pranata hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hubungannya dengan kenyataan ini dapat dicermati secara eksplisit bahwa sistem kekuasaan kehakiman yang dibangun cenderung mengedepankan anutan unifikasi dan uniformitas institusi pengadilan sebagai satu-satunya institusi penyelesaian sengketa dalam masyarakat, yang mencerminkan wujud kebijakan politik pengabaian terhadap fakta dan realitas kemajemukan pranata hukum (political of legal plurarity ignorence) dalam pembangunan hukum dan institusi hukum di negeri ini. "Dari sudut ini, penting dibaca dan dipahami hasil penelitian saudara I Ketut Sudantra", sambung Prof Nurjaya.
Dalam acara tersebut, hadir pula beberapa intelektual dan tokoh masyarakat, seperti Bendesa Adat Nyuh Kuning, Dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayana, serta alumni Pendidikan S3 Universitas Brawijaya. Adapun keseluruhan rangkaian acara diakhiri dengan penyerahan buku masing-masing kepada 9 hadirin yang dipilih secara langsung oleh para penulis. Dilanjutkan dengan acara keluarga yang ditandai dengan pemberian wejangan dan penyerahan buku yang berjudul "Windia dalam Berita" kepada tujuh tugelan (saudara kandung) Wayan P. Windia, disaksikan oleh seluruh anggota keluarga besar alm. Wayan Pendet.
Komentar