Dalam cengkrama kota Denpasar yang semakin modern, nyaris terlupakan keberadaan Tukad Lila Ulangun. Sungai yang dulunya asri, jernih, dan menyejukkan, kini terabaikan dan tercemar oleh limbah manusia. Namun, di balik ketidakpedulian itu, ada sebuah gerakan masyarakat yang tegas memulihkan gemerlapnya tukad ini. Mereka adalah anggota Komunitas Pencinta Sungai (KPS) Lila Ulangun, yang menggelorakan semangat kepedulian dan melestarikan warisan lingkungan ini.

Menggali Akar: Asal Usul KPS Lila Ulangun

Awal mula KPS Lila Ulangun tak lain adalah hasil dari inisiatif warga Kebonkuri Kaja dan para pemuda yang merindukan tukad yang dulu. Pada suatu pagi yang cerah, saya berbincang dengan Bapak Pariartha Pinatih, atau yang lebih akrab disapa Pinatih. Di tengah hangatnya matahari, ia menceritakan perjalanan panjang mereka.

Menurut Pinatih, KPS Lila Ulangun tidak hanya berdiri begitu saja. Semua ini berawal dari pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat di lingkungan Kebonkuri Kaja (Banjar Kebonkuri Lukluk). Dalam sebuah keterlibatan yang tidak menyentuh anggaran pemerintah, mereka membangun posko sebagai pusat aktivitas.

Namun, yang membuat gerakan ini begitu istimewa adalah semangat gotong royong yang menggerakkannya. Di tengahnya, kelian adat, pemuka agama, dan warga setempat bersatu untuk menciptakan perubahan. Mereka mengajukan ide penataan tukad sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Dan itulah awal mula KPS Lila Ulangun.

Menghormati Warisan: Makna Nama "Tukad Lila Ulangun"

Mengapa nama "Tukad Lila Ulangun"? Menurut Pinatih, ini adalah cara untuk memuliakan bahasa Bali dan melestarikan kekayaannya. Dalam upaya mengikuti perkembangan zaman, warisan bahasa Bali perlu dilestarikan. Nama tersebut mengingatkan kita akan keindahan bahasa Bali dan budayanya yang unik.

Namun, lebih dari sekadar penamaan, KPS Lila Ulangun memiliki misi besar. Mereka tidak hanya berjuang untuk melestarikan nama, tetapi juga untuk memulihkan sungai itu sendiri. Sebuah sungai yang dulunya adalah sumber kehidupan dan spiritualitas. Dan itu adalah bagian penting dari pelestarian lingkungan di Kota Denpasar.

Menatap Masa Depan: Visi dan Tujuan KPS Lila Ulangun

KPS Lila Ulangun memiliki visi yang jelas. Mereka ingin tukad ini menjadi lebih dari sekadar tempat yang indah untuk dikunjungi. Tukad ini harus menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Ini bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang ekonomi, kesehatan, dan kesadaran.

Pinatih menambahkan bahwa tukad ini akan memberikan manfaat bagi ekonomi lokal, membantu menjaga kesehatan masyarakat dari penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tercemar, dan menginspirasi sikap peduli terhadap lingkungan.

Selain itu, mereka ingin memelihara kesucian tukad ini dan mengajarkan semua orang untuk menghormati lingkungan. Mereka berharap tukad ini tidak hanya menjadi tempat yang indah, tetapi juga menjadi simbol pentingnya menjaga alam.

Proses yang Penuh Tantangan: Perjuangan Penataan Tukad Lila Ulangun

Perjalanan KPS Lila Ulangun bukan tanpa hambatan. De Deddy, Ketua KPS Lila Ulangun, menggambarkan bahwa proses penataan tukad ini telah mencapai tahap yang signifikan, mencapai 65-70%. Tetapi, itu bukanlah tanpa kendala.

Kendala utama adalah arus sungai yang besar dan deras, yang membuat pekerjaan fisik di pinggiran sungai menjadi sangat menantang. Selain itu, sampah-sampah dari hulu sungai masih menjadi masalah yang perlu ditangani dengan cermat.

Namun, mereka tidak berputus asa. Masyarakat setempat telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan keberhasilan proyek ini. Mereka menggali akar dan memahami pentingnya kepercayaan skala dan niskala (ada dan tiada). Semua tahapan ini dijalani dengan penuh penghormatan terhadap alam dan keberhasilan proyek ini.

Membangun Bersama: Peran Masyarakat dalam Penataan Tukad Lila Ulangun

Perjuangan ini bukan hanya milik KPS Lila Ulangun, tetapi milik seluruh masyarakat. KPS menggandeng semua elemen masyarakat, termasuk pemuda dalam organisasi Seke truna-truni (STT), yang aktif terlibat dalam kegiatan gotong royong.

Saat ini, perubahan mulai tampak. Warga mulai menikmati keindahan tukad ini dan ada kesadaran yang tumbuh tentang pentingnya menjaga lingkungan. Lila Ulangun, yang sebelumnya terlupakan, kini mulai terawat dan dihargai kembali.

De Deddy berharap bahwa ketika tukad ini selesai, itu akan menjadi tempat yang suci untuk kegiatan yadnya, menjadi ikon di wilayah Kebonkuri Kesiman, dan bebas dari limbah. Lebih dari itu, ia berharap bahwa generasi muda akan memahami pentingnya gotong royong dalam menjaga lingkungan dan akan menjadi penjaga alam yang baik.

Masa Depan yang Cerah: KPS Lila Ulangun Menyongsong Keberlanjutan

KPS Lila Ulangun adalah contoh nyata bahwa perubahan dimulai dari keberanian individu dan semangat gotong royong. Tidak hanya mereka memulihkan gemerlapnya Tukad Lila Ulangun, tetapi mereka juga memulihkan kebanggaan akan kekayaan budaya dan bahasa Bali.

Mereka telah menatap masa depan dengan keyakinan dan dedikasi. Saat ini, Tukad Lila Ulangun tengah dalam proses penyembuhan, dan masyarakat di sekitarnya mulai merasakannya. Ini adalah kisah inspiratif tentang bagaimana cinta terhadap lingkungan dan warisan budaya dapat mengubah sebuah kota.

Jadi, ketika Anda melintas di sekitar Denpasar, lihatlah ke arah Tukad Lila Ulangun. Anda akan melihat lebih dari sekadar air mengalir. Anda akan melihat semangat dan tekad masyarakat yang ingin menjaga warisan alam dan budaya mereka. Dan Anda juga akan melihat masa depan yang lebih bersih, lebih hijau, dan lebih bersemangat.