Tulisan ini dibuat di Maumere-NTT, 27 April 2015

Belakangan ini televisi sibuk memberitakan berbagai macam materi panas, salah satunya berita Deudeh si pelacur. Sakit panasnya, berita yang awalnya murni pembunuhan berkembang ke arah  topik yang baru bagi media (tapi tidak terlalu baru bagi pria berkebutuhan khusus dengan jaringan internetnya); prostitusi online. Saking panasnya, sampai-sampai Gubernur DKI Jakarta mewacanakan membuka lokalisasi resmi, tentu saja supaya lebih mudah dikontrol… dan demi PAD.

Berbicara masalah prostitusi, lokalisasi dan hal-hal panas semacamnya, kita tidak bisa melepaskan elemen utama topik tersebut. Dia adalah subjek, dia adalah predikat, dia adalah objek bahkan dia adalah keterangan (jika diminta oleh Pol PP saat terkena razia), dia adalah Pelacur.

Perlu digarisbawahi tidak ada materi asusila di sini, jadi yang berharap menemukan advertisement dengan konten seksual silahkan bertanya ke sahabat saya Dewo atau Maha di bagian iklan situs ini. Untuk pembaca yang memiliki standard moral setinggi Gunung Kilimanjaro mungkin akan kurang nyaman membaca, ini bisa diakali dengan mendengar lagu yang baru saja anda download dari 4shared. Tulisan ini hanya bermaksud memberikan dimensi lain atas cara pandang terhadap profesi pelacur.  Profesi dengan cemoohan dan dimarjinalkan sebagai occupational hazard. Profesi yang dideskripsikan secara eufimis sebagai profesi tertua dalam sejarah.

*  *  *

Pelacur Kuat

Tidak sembarang jika profesi pelacur disebut yang tertua karena banyak literatur kuno yang menyebutkannya, salah satunya di teks dari masa Babilonia Kuno, zaman yang lebih tua dari Yesus dan Kekristenan. Seiring berlalunya waktu, wanita-wanita hebat bangkit bersama zaman dan beberapa dari mereka berasal dari tempat pelacuran.

Rahab (1400 SM)

Rahab adalah pelacur yang namanya abadi dalam Alkitab dan disebut sebagai salah satu nenek moyang Yesus Kristus. Rahab datang dari keluarga kelas menengah di Kota Jericho. Dia seorang yang pintar, wanita kuat yang mandiri, dan di kala itu hanya satu pekerjaan untuk perempuan seperti dia. Di jamannya  wanita kawin adalah budak bagi para suami, berbeda sekali dengan pelacur yang bisa hidup sesuai kehendaknya sendiri dan bebas menentukan nasibnya. Untungnya sekarang sudah beda, perempuan modern tidak perlu jadi pelacur untuk bisa menentukan nasibnya sendiri. Seandainya tidak, bisa-bisa kita bertemu bekas teman sekolah atau mantan pacar di tempat pelacuran.

The Empress of the Byzantine Emperor Theodora (c. 497 - 28 Juni 548)

Siapa sangka gelar permaisuri yang jadi impian gadis-gadis belia pernah disandang oleh bekas pelacur. Theodora beserta dua kakaknya menjadi gadis penghibur lantaran dijual oleh sang ibu karena himpitan ekonomi. Karena tidak pandai menyanyi atau menari, untuk menambal kekurangannya, ia lantas menjadi pelacur paling tersohor yang pernah dipunyai Konstantinopel. Bahkan menurut legenda, entah ini hiperbolis atau tidak, Theodora lebih sering ditunggangi dibanding kuda pacuan. Theodora menjadi perempuan yang sangat berpengaruh setelah menikah dengan Raja Justinian. Kepintarannya dalam urusan politik banyak membuat orang berpikir ialah yang sebenarnya memimpin Kekaisaran Romawi Timur. Theodora dikenang sebagai salah satu pionir awal perjuangan kesetaraan hak terhadap perempuan, Dia berhasil menegakan  aturan ketat untuk melarang perdagangan perempuan dibawah umur dan mengatur hukum cerai supaya memberi manfaat lebih untuk pihak wanita.

George Bertrand a.k.a Georgina Bayer (1957-sekarang)

Seorang transsexual, seorang mantan walikota, dan seorang mantan anggota parlemen. Terlahir sebagai George Bertrand di Selandia Baru tahun 1957, Georgina Bayer adalah transsexual pertama yang menjabat sebagai walikota. Dia datang dari keluarga yang berantakan, sampai-sampai pernah mencoba bunuh diri karena merasa dibuang oleh orang tuanya. Gundah gulana terhadap identitas seksualnya, ia memutuskan memodifikasi sparepart utama kelelakiannya di tahun 1984. Di masa pencarian tempatnya dalam masyarakat, ia sempat melacurkan diri sampai memutuskan terjun ke dunia politik dan akhirnya terpilih sebagai Walikota  Carterton, Selandia Baru di tahun 1995. Tahun 1999 Georgina terpilih sebagai anggota parlemen Selandia Baru. Georgina adalah transeksual pertama di dunia yang menjadi anggota parlemen. Pensiun di tahun 2004, kini Georgina aktif sebagai pejuang kesetaraan hak terhadap perempuan dan perjuangan hak asasi terhadap kaum transgender.

Dari kisah hidup para wanita beda jaman tersebut, kita pastinya bisa menyimpulkan kesamaan yang mereka miliki: Hidup di lingkungan yang keras membentuk watak mereka  menjadi tangguh.

Hmmm atau…  bisa jadi dari awal mereka memang memiliki watak yang tangguh dan kebetulan saja nasib sial membuat mereka berada di lingkungan yang keras?

“Untuk menjadi wanita hebat apakah harus pernah berada di antara pria-wanita, pernah ditelantarkan, atau bahkan harus pernah menjadi pelacur?”

Ini kembali terserah yang baca yang jawab.

*  *  *

Dosa

Indonesia adalah negara yang religius. Saking religiusnya masyarakat kita, rumah ibadah dibangun lebih bagus dibanding sekolahan. Terkadang sikap over religius ini menjadi mental block karena membuat kita mengambil sikap bukan atas dasar “apa yang benar”, tetapi “dosa kah tidak?”. Namun sayangnya, manusia, entah orangnya religius ataupun atheis kronis, akan selalu punya tendensi untuk men-judge setiap perbuatan manusia lain, baik perbuatan yang benar maupun perbuatan yang berlumur dosa.

Bagaimana kita men-judge seorang pelacur? “Wanita murahan yang mikir pake  selangkangan, wanita yang derajadnya lebih rendah dari kutu kupret (bahkan kita sendiri tak tahu kutu kupret itu binatang apa)”

Yaah terkadang social judgement tidak adil, baik itu untuk pria maupun wanita, kalau untuk topik kali ini wanita yang lebih dirugikan.  Saking ruginya, bahkan citra yang dibawa seorang koruptor tercium lebih harum dibanding pelacur. Padahal nyata-nyata bertolak belakang; koruptor merampas hak orang lain sementara pelacur membahagiakan orang lain. Tidak percaya? Lebih pilih bapakmu korup atau ibumu melacur?

Menjalankan tugas pekerjaan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh adalah ibadah, sumber pahala dan karma yang baik, seperti halnya guru mengajar, tentara berjuang, petani bertani, dokter mengobati dan lainnya. Pelacur melacur? Seharusnya sih kalau dipikir secara logis yaa hitungannya  ibadah, sumber pahala dan karma yang baik. Tapi apa lacur, terlepas dari logis tidaknya, para "ahli" berpendapat pelacur melacur tidak masuk didalam golongan eksklusif tersebut. Mungkin alasannya para ahli menyadari mereka melaksanakan pekerjaan tidak dengan ikhlas (“ketiadaan cinta” di dalam hubungan penjual-pembeli). Atau mungkin ada yang tahu alasan lainnya? Atau mungkin seharusnya masalah karma ini biar Yang Kuasa yang ambil alih? Aah siapa yang tahu.

Keresahan akan kurangnya jawaban memunculkan pertanyaan pamungkas abad ini dari Tante Titiek Puspa yang kemudian digemakan kembali oleh Ariel:

“Dosa kah yang mereka kerjakan?”

“Suci kah mereka yang datang?”