Tulisan ini adalah karya Arya Wijaya, finalis Jegeg Bagus Bali 2014, Duta Kabupaten Klungkung. Apa kita mudah percaya media, dan tergiring arus kemana media ingin membawa kita? Nikmati tulisan ini :)

Kulkulbali.co

* * *

Pada jaman sekarang, media massa menjadi penyambung lidah manusia. Penghubung antar sebuah kejadian ke telinga insan. Bagai udara yang terhirup, berita tersebar dengan cepat dan tergesa. Namun tak semuanya tersaring, tak semuanya murni penting dan berdaya, ada kalanya hanya kiasan dan sampiran tak bertanggung jawab.

Jaman sekolah dasar dulu kita mengenal ada berjenis media massa, salah duanya ada media cetak dan media elektronik. Peran media adalah sederhana, seperti hubungan sebab akibat yang saling menguntungkan, mereka menyebarkan informasi dan orang-orang akan menyimaknya. Semakin bagus kualitas, semakin faktual berita yang disampaikan, semakin banyak pula orang-orang akan mengenal media tersebut, kemudian menjadi perusahaan besar dan semakin besar. Begitu seterusnya perputaran tersebut.

Setelah menjadi media besar mereka tidak perlu mengejar berita. Karena berita yang akan mengejar mereka. Orang-orangpun datang sendiri untuk membaca atau menyimaknya kemudian memilih untuk percaya.

Di dunia, media cetak besar seperti Newsweek, Time, US News atau World Report sangat berpengaruh besar. Berita yang mereka keluarkan seolah tak terbantahkan kebenarannya, dan orang-orang menolak untuk menyangkalnya.

Tak salah karena majalah seperti Time adalah media terpercaya yang jangan diragukan lagi kredibilitasnya. Penghargaan Time's Person Of The Year juga selalu dinanti masyarakat dunia, jadi pernyataan yang dikeluarkan oleh media terpercaya tadi, seolah hanya menegaskan isi hati dan kepala masyarakat dunia, tanpa perlu dipertanyakan lagi. Mereka hanya menggumam dan mengangguk, kemudian bilang “Oh tepat sekali!”.

 undefined

sumber

Pun dengan media elektronik, televisi adalah perangkat paling populer. Ditemukan dan mulai dikomersilkan tahun 1920, kini TV menjadi barang “yang-pasti-ada” di sebuah rumah. Dulunya TV hanya untuk hiburan, namun perkembangan manusia menemukan fungsi lain, TV mulai dijadikan media promosi baik barang, jasa, bahkan orang. Dan bahkan TV mengalahkan media cetak sebagai alat yang paling ampuh untuk media informasi.

Koran atau majalah, tak setiap hari kini orang-orang akan membacanya apalagi sengaja membeli untuk mencari berita. Tapi beda cerita dengan televisi, dimana setiap harinya orang-orang menghabiskan 3 – 5 jam minimal untuk menonton TV. Bagi pemasaran, hal ini adalah sebuah terobosan, dimana sebuah siaran yang disusupi promosi, iklan, dll dapat dilihat oleh ribuan bahkan jutaan pemirsa.

Saluran televisi yang terkenal dan memiliki “nama” misalnya BBC News dalam dunia umum, atau ESPN pada olahraga, dan Discovery Channel pada pengetahuan. Mereka menjadi besar karena konsistensi, orisinalitas, dan tentunya kualitas. Tidak pernah ada berita berlebihan atau opini minim fakta pada saluran berita BBC. Discovery Channel juga selalu menjadi terdepan dalam bidang pengetahuan, bahkan saat saya masih SMP, saya ketagihan menontonnya, ada saja yang baru dan pertama yang mereka tawarkan melalui tayangannya.

Hal diatas saya gambarkan sebagai gambaran, sebesar apakah media itu sebenarnya. Mereka berubah menjadi sumber pengetahuan dunia, dan orang awam menjadikannya acuan dalam beberapa hal. Bagaimana posisi mereka pada perkembangan dunia sekarang? Media masa yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan tentu bukan masalah, tapi tidak sedikit media masa yang kekinian mulai dijadikan alat perang ide dan pemikiran. Disusupi dengan kampanye tertentu oleh suatu tujuan, hal ini dikenal dengan “pembentuk opini”. Hal ini memang terjadi di dunia, dan negara-negara lain secara khususnya. Agenda mereka beragam, ada yang lokal, sampai global. Dan, hey! Di Indonesia hal semacam ini sudah mulai merusak, dan sadar atau tidak, mereka sedang bekerja.

Di Indonesia, negara yang kita cintai, orang-orang dengan kepentingan golongan mulai merusak harmoni ini. Hukum alam tak tertulis yang mengharuskan media untuk “netral dan berimbang”, mulai digeser dan dilakukan terang-terangan. Bisa dihitung, berapa TV swasta di Indonesia yang dimiliki oleh penguasa partai, atau pengusaha. Kemudian lihat siaran dan komposisi berita yang mereka tayangkan. Tertawa bukan? Kalau kamu masih belum mengerti, sebaiknya mulai menonton TV dari sekarang.

Tujuan mereka adalah membentuk opini publik, mereka menyiarkan berita dengan tidak berimbang dan memihak. Bahayanya, banyak orang awam yang belum sadar hal ini, dan menelan semuanya mentah-mentah bulat-bulat. Ingat, kebohongan yang terus disiarkan dan dianggap benar, lama-lama akan jadi kebenaran. Fakta akan tergerus waktu, dan media memiliki peran besar didalamya.

Sering saya diskusikan dengan teman-teman, kalau kita punya perusahaan televisi di Indonesia, kita bisa menjadi apa saja. Masyarakat Indonesia belum siap dengan keadaan media sekarang, kita masih setengah paham dan mudah disetir. Belum lagi acara dari saluran TV di Indonesia (selain politik). Hiburan dan sinetron (sinema elektronik) sudah mejurus tdak sehat. Kasihan generasi muda kita yang tiap harinya dijejali acara musik tidak jelas, dan hampir setiap saluran TV punya acara sejenis ini. Lalu reality show dan live show tidak bermutu yang hampir tidak ada nilai pendidikannya. Belum lagi sinetron yang sungguh jauh kualitasnya dengan sinema atau tontonan di negara lain. Banyak sekali yang membuat geleng kepala, tapi kenapa masih ada? Karena penontonnya masih ada. Miris.

Di Amerika sana, sinema tayangan keluarga mereka benar-benar mencerdaskan, dari segi komunikasi, konten yang diangkat, pengemasan, semua benar-benar baik. Bagai “David vs Goliath” dengan Indonesia, acara yang benar-benar memuakkan bisa tahan ratusan episode, kalau bukan masyarakat kita yang masih kurang paham, lalu apa lagi alasan eksisnya mereka.

Itu keadaan di Indonesia secara umum, bagaimana dengan pulau kita tercinta?

Di Bali, keberpihakan media seperti di Indonesia umumnya mulai terlihat. Beberapa media cetak dengan terang-terangan mendukung golongan sebuah golongan, dan sisanya mendukung golongan lain. Pun dengan saluran TV, lokal Bali punya TV swasta. Dan jelas keberpihakannya. Saya tekankan, selama ini tdak semua keberpihakan media masa selalu buruk, perjuangan dan kebajikan akan menemukan rekannya.

Di Bali, koran dan TV besar (tidak perlu saya sebutkan) ada diposisi melawan pemerintah. Saya tidak sebut saya dipihak mana, tapi saya menolak reklamasi dan mengutuk banyaknya keganjilan pemerintahan sekarang. Bisa tebak saya dipihak mana?

Media besar di Bali melawan dengan cara mereka sendiri, lagu perjuangan diperdengarkan, berita negatif penguasa dicetak di laman depan dan seterusnya. Selama masih di ranah kebenaran dan dikontrol dengan pengawasan publik, saya rasa aman-aman saja.

Pihak lain tentu membalas, dengan media cetak yang lain, opini publik diputarbalikkan, sangat mengganggu dan keji. Dan lebih anehnya, ada yang mendukung dan mengiyakan berita negatif yang jelas-jelas palsu tersebut. Entah mereka dibayar atau ada hubungan keluarga dengan yang diuntungkan. Yang jelas hal itu sangat tidak pantas.

 

undefined

sumber

Apa esensi dari semua ini? Kita harus menyadari keadaan politik kekinian, ditambah dengan peran media yang hanya peran sampingan tapi berperan besar, persis sebagai penyangkal dan pembentuk opini. Kita harus cermat dan memfilterisasi semuanya. Tidak selamanya yang mereka kabarkan baik, dan tidak selalu kebohongan yang termuat dalam setiap berita. Caranya sangat mudah, selalu perbaharui pengetahuan kita dan peka terhadap perubahan dan isu di sekitar kita. Masalah seperti ini, adalah peran mental dan karakter, yang menghalalkan segalanya untuk menang. Tidakkah miris? Melihat orang yang kita gantungkan harapan ternyata memiliki agenda besar lain yang sekali lagi belum tentu kita tahu baik atau buruknya.

Mari kita berpikir luas, ambil langkah mundur setapak untuk melihat lebih luas didepan kita.  Apa sebenarnya yang kita hadapi? Keberpihakan media tidak dipebolehkan, apapun alasannya, semua harus imbang dan netral. Karena ngerinya, tidak selamanya keberpihakan selalu di pihak benar, bayangkan jika media besar diambil alih kapitalis dan peguasa tamak, dengan selalu menyiarkan kebohongan. Dilakukan terus menerus hingga generasi kita hilang, maka generasi baru akan mempercayaiya sebagi fakta. Menyeramkan.

 

undefined

sumber

Coba sedikit menyerempet ke politik, ranah paling bahaya dan paling penting. Mari hapuskan stigma negatif politik di benak kita. Hentikan orang-orang bermasalah dan dangkal menyesaki dunia politik kita, kita isi dengan yang terbaik.

Karena orang baik yang hanya diam dan mendiamkan tidak akan merubah apapun. Harus bergerak!

Orang baik dan sadar masih sedikit di Indonesia, orang baik tapi tak peduli banyak. Kadang kita selalu sadar dan merenung yang terbaik untuk lingkungan kita, tapi berharap ada orang lain yang melakukannya. Kalau hanya dengan berharap semua tidak akan berubah, persis seperti permasalahan media di Bali dan Indonesia pada artikel ini. Kita harus menjelaskan, menyebarkan pesan, dan menjernihkan isu. Dimanapun kita berada. Karena semua akan benar-benar disesali ketika sudah terjadi.

Maaf bila tulisan ringan ini kurang gereget, dan semoga pesan tersiratnya dapat sampai di kalian. Dan tenang saja ini bukan media pembentuk opini. Salam damai. Suksma.

 

Arya Wijaya, Bagus Klungkung 2014 dalam Jegeg Bagus Bali 2014. twitter dan tumblr