KESEHATAN MENTAL REMAJA TERSERANG VIRUS !
Virus ini menyerang kesehatan mental seseorang yang erat kaitannya dengan Life style atau gaya hidup. Karakteristik virus ini menyebar dengan sangat cepat serta ironisnya membuat mereka tidak sadar bahwa telah terinfeksi.
Hedonisme begitulah virus ini dinamakan. “Virus” hedonisme adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (Setiawan, n.d). ““Virus” hedonisme umumnya ditolak karena alasan moral dan membawa keburukan untuk kebahagiaan jangka panjang. Dalam 'paradoks hedonisme' pencari kesenangan rata-rata berakhir dengan keputusasaan” (Veenhoven, 2003). Generasi muda saat ini ditengarai banyak yang melakoni gaya hidup hedonisme. Mereka gemar tidur di rumah seharian, menonton TV, main game, main gadget, berbelanja produk yang sedang “hits”, jalan-jalan, “nongkrong” dan hal konsumtif lainnya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kegiatan bersenang-senang namun seberapa kesenangan yang masih bisa dikategorikan wajar?
Sebelum membahas lebih jauh ada baiknya kita rentangkan benang pembatas untuk mengetahui perbedaan kaum hedonis dan tidak. Para hedonis biasanya: (1) Banyak menghabiskan waktu diluar rumah; (2) memiliki keinginan yang tinggi namun malas melakukannya, (3) Sangat suka dengan kegiatanbersenang-senang sampai lupa waktu; (4) Senang berada dipusat perbelanjaan dan hiburan, (5) Senang mengikuti trend mode, (6) Senang sekali dengan barang branded atau bermerek, (7) Senang membeli barang-barang walaupun tidak mendesak, (8) Selalu berusaha menjadi pusat perhatian, dan (9) Cenderung ikut-ikutan dan plagiat(Suryo, 2006).
Jika kamu seorang remaja dan memiliki banyak ciri-ciri di atas maka ada baiknya kamu melakukan introspeksi diri.
Sebenarnya ini bukan mewabah di kalangan remaja saja, orang dewasa juga tidak jarang melakoninya. Hanya saja remaja lebih mudah terkena gaya hidup ini karena remaja adalah masa transisi dan masa pencarian jati diri yang penuh upaya mengaktualisasikan diri. Terlebih lagi dengan pengaruh moderenisasi dan teknologi saat ini, remaja semakin mudah menggakses informasi, figur maupun contoh gaya hidup yang marak. Kecanduan berbasis “like” dan “follower” inilah yang sering melumpuhkan akal budi, menutup mata dan menerobos norma-norma di masyarakat hanya untuk ikut masa kekinian.
Istilah “cabe-cabean” dan “terong-terongan” mungkin sudah tidak asing lagi. Label ini biasanya diberikan ketika mental para remaja cenderunghanya bersenang-senang dan asyik dengan dunia mereka hingga melebihi batas norma. Tak sedikit juga jumlah remaja yang lebih suka instan dan tidak mau berproses. Mereka tidak mau bersakit-sekit dahulu dan hanya berorientasi untuk bersenang-senang saja. “Bersakit-sakit tidak mau, bersenang-senang selalu”. “virus” hedonisme cenderung berkembang pesat pada masyarakat perkotaan. Kehidupan serba praktismendewakan kesenangan duniawidan membuat seseorang kehilangan arah dan makna dalam hidupnya. Keberhasilan memenuhi keinginan itulah yang membuat hedonis merasa senang.
Dalam contoh yang lebih kontekstual kita dapat mengamati para remaja di Bali.
Banyak remaja–remaja mulai berprilaku hedonis.Ramainya pusat penjualan gadget yang selalu laris menjual produk keluaran terbaru, menjamurnya kafe-kafe tempat nongkrong sampai larut malam, banyaknya motor dan mobil trend baru di jalan, serta ramainya pusat-pusat perbelanjaan seperti Malltentu menjadi indikator konsumsi yang tidak lagi tergolong kebutuhan dasar melainkan tersier. Semua hal tersebut tentu tidak mengeluarkan biaya yang sedikit. Khusus remaja yang belum bekerja tentu hal ini sangat disayangkan karena tuntutan bergaya jadi beban tambahan untuk orang tua. “virus” hedonisme sangat merugikan dari segi ekonomi.
Dari segi budaya, tidak jarang kita temui banyak remaja yang asyik sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan lingkungan sekitarnya. Penulis pernah menyaksikan remaja berpacaran seolah dunia milik berdua tanpa melihat di depannya ada orang tua yang sedang bekerja menyapu jalan. Kondisi nenek yang sudah tidak kuat berjalan dengan kaki yang bermasalah membuatnya mudah lelah dan duduk di pinggir jalan dekat dengan kedua remaja tersebut. Apa inisiatif yang dilakukan oleh remaja tersebut? Bukannya menawarkan air minum melainkan menghidupkan motor dan pergi begitu saja. Budaya santun dan luhur tentu akan hilang jika kesenangan-kesenangan seperti ini dibiarkan.
Dari segi interaksi sosial bermasyarakat, “virus” hedonisme juga akan menimbun jumlah kaum individualis yang kurang peka dan berempati terhadap orang lain. Mereka menjadi apatis dan tidak peduli dengan orang di sekitarnya bahkan enggan untuk memberikan bantuan karena takut susah atau takut rugi. Sikap tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki dan iri dengki dengan orang lain memicu sifat kompetitif negatif. Hedonis bisa menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak penting hanya untuk pamer dan tampak lebih dari orang lain. Hedonis juga berpeluang membuka jurang strata sosial yang mendiskriminasi serta menciptakan “Kelas Atas” dan “Kelas Bawah”.
Moto“Hidup hanya sekali maka nikmati hidup sepuas-puasnya” bisa jadi adalah ancaman yang paling berbahaya bagi rasa kemanusiaan.
Lalu apakah kita tidak berhak untuk senang dan bahagia?
Setiap orang sebenarnya berhak atas kesenangan maupun kebahagiaan. Namun jangan sampai hal tersebut membuat kita menjauhi nilai-nilai moral dan menghalalkan segara cara. Kerugiannya memang nampak personal namun jika kita kalkulasi secara kolektif, “virus” hedonisme sangat mengancam kemajuan bangsa. Bayangkan berapa besar investasi negara yang hilang untuk mensubsidi hak-hak dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi jika generasi mudanya menghabiskan usia produktif untuk bersenang-senang, hidup konsumtif, melakukan pemborosan, dan merusak diri. Indonesia tidak akan meningkat prestasinya dari negara berkembang menjadi negara maju, melainkan mundur menjadi negara terbelakang.
Pertanyaan terakhir, cukupkah kita hanya membahas dampak buruk gaya hiduphedonisme ini?
Adakah hal yang dapat kita kerjakan bersama sebagai bagian dari solusi mencerdaskan bangsa dan mendukung kualitas SDM yang unggul dan berdaya saing? Solusinya adalah melakukan upaya preventif, kuratif dan reflektif.
Remaja yang sejatinya memiliki pola pikir yang kritis harus melakukan upaya preventif atau pencegahan dengan membentengi diri serta menerapkan pola hidup sederhana. Indonesia saat ini dianugerahi pemimpin bangsa yang hebat, yang mampu menjadi suri teladan dalam hal hidup sederhana. Gaya Presiden Jokowi sekeluatga dapat menjadi acuan bahwa “Orang No 1” saja hidupnya sederhana dan sewajarnya. Jangan sampai kita yang bukan siapa-siapa apalagi belum bekerja terjerumus dalam gaya hidup “virus” hedonisme yang boros dan tidak berorientasi pada kesiapan finansial jangka panjang. Disamping hidup sederhana para remaja juga harus belajar berhemat, kreatif dan produktif untuk membantu negara keluar dari masalah kemiskinan.
Para orang tua sebaiknya memberikan intervensi kuratif atau bersifat menyembuhkan pekatnya gaya “virus” hedonisme ini. Misalnya mengajarkan manajemen keuangan yang baik kepada anak sehingga mereka mampu menyusus prioritas antara kebutuhan dan keinginan. Orang tua juga perlu meningkatkan pengawasannya serta membangun dialog yang mengarahkan anak-anaknya pada hal-hal yang sifatnya kreatif dan produktif. Misalnya kegiatan seni, olah raga, maupun kewirausahaan. Tegas dan keras adalah dua hal berbeda. Orang tua harus tega bersikap tegas dalam mendidik anak terutama dalam memberikan fasilitas ataupun keuangan untuk membangun batasan yang jelas mengenai apa yang patut dan tidak patut.
Remaja juga harus lebih reflektif berdialog dengan diri sendiri.
Kebahagiaan macam apa yang kamu cari dan impikan? Sudahkah kesenanganmu membawa kebahagiaan?
Kesenangan dan kebahagiaan adalah dua hal yang dilandasi rasa yang berbeda. Kesenangan dilandasi suka sedangkan kebahagiaan dilandasi cinta. Dalam hal ini cinta adalah bahasa jiwa yang lebih bermakna. Ketika berjalan di taman bunga, seorang penyuka bunga akan memetik bunga sedangkan pencinta bunga akan membiarkan bunga itu tetap hidup. Begitulah kebahagiaan yang sejati adalah hal-hal yang penuh makna dan manfaat yang memenuhi kebutuhan batin atau rohani. Sedangkan kesenangan adalah hal-hal yang sifatnya memenuhi kepuasan jasmani. Jangan rusak diri dan buang waktumu hanya untuk kesenangan hari ini, perjuangan hidup masih panjang.
Apakah masa tuamu akan terlewati dalam keadaan banting tulang dan penuh hustang atau berbahagia dengan kemapanan dan kesejahteraan sepenuhnya kalian yang menentukan?
Pilihlah jalanmu!
References
Setiawan, E. Arti kata hedonisme - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Kbbi.web.id. Retrieved 8 July 2017, from http://kbbi.web.id/hedonisme
Suryo. (2006). Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup. Buletin Psikologi UPFPSI UGM.,14 (2), 115-135.
Veenhoven, R. (2003). Hedonism and Happiness. Journal Of Happiness Studies, 4(4), 437-457. http://dx.doi.org/10.1023/b:johs.0000005719.56211.fd
Komentar