Budaya yang semakin berkembang seiring kemajuan teknologi setidaknya membuat kita semakin memilah untuk mengembangkannya apakah baik untuk kita atau bahkan merusak jatidiri individu atau komunitas. Rindu akan budaya Bali yang masih benar-benar humanis penuh etika dan tata krama, ketika semua sendi kehidupan pedesaan yang belum terjamah kemajuan seperti dulu. Masyarakat Bali yang memiliki kesadaran untuk menjaga kebersamaan penuh tenggang rasa kini seakan telah menjadi impian, perlahan semakin memudar seiring waktu.

Di suatu daerah ketika upacara yadnya dengan alunan gong dan tabuhan sakral semakin menghilang dan berganti menjadi dangdut remix dan musik DJ menggema sepanjang hari, seolah tiada beda antara tingkatan upacara yadnya yang dilaksanakan. Belum lagi upacara yadnya yang diselingkan dengan minuman keras, anggapan masyarakat tentang status sosial berdasarkan mampu atau tidak dari berapa jerigen miras yang disediakan. Mungkin ini yang dimaksud dengan degradasi moral masyarakat, apakah kita biarkan hal ini terjadi?

Saat ini yang sedang menjadi dilema masyarakat adalah ritual Mejantos pada pernikahan adat Bali yang dibumbui dengan barisan pemuda dengan sepeda motor berknalpot bronx, bahkan ekstremnya lagi di beberapa tempat ada oknum yang dengan sengaja menyewa mobil dengan sound system. Polusi suara yang diakibatkan menyebabkan keluhan yang tidak terekspose di publik dikarenakan enggannya masyarakat untuk menyampaikannya seolah-olah ini adalah pembiaran. Fenomena ini akan memberikan kesan yang negatif terhadap tradisi Bali yang selalu menjadi topik diskusi dan penelitian. Tentu saja kita tidak boleh tinggal diam, kerjasama berbagai pihak untuk mulai mengurangi budaya mejantos versi baru akan diperlukan mengingat masalah ini tidak bisa dipandang sebelah mata. 

Masih banyak makna kehidupan yang bisa diambil dari budaya Bali yang kini mulai perlahan digantikan, jika tidak segera dibangkitkan maka akan menjadi punah dan tinggal sejarah.

Di setiap odalan saat wanita Bali berjalan berjejer dengan pajegan tinggi kini terganti oleh wadah bambu tertutup rapat dan minuman softdrink sebagai pengganti kopi hitam dan air gula. Makna di balik Pajegan dan kopi hitam serta air gula sudah banyak yang tidak tahu karena semua diukur dengan uang bukan dengan persembahan hasil bumi yang diberikan sang pencipta. 

undefined

Tidak ada salahnya kemajuan itu dijadikan pemicu akulturasi budaya namun setidaknya memilah efek yang akan timbul di masa yang akan datang juga menjadi pertimbangan agar semua yang telah ada perlahan tidak pudar atau menjadi punah. Mengembangkan pola pikir yang maju dengan menelaah tradisi tanpa mengurangi makna dan tujuan agar budaya leluhur tetap terjaga sebagai warisan yang tak ternilai.