Gerokgak.

Percaya atau tidak ini bukan cerita yang direkayasa hanya untuk sekadar postingan ini terkenal dan banyak yang bersimpati, tapi ada banyak nilai kehidupan yang bisa diambil dengan memaknai arti sebuah ketulusan dan kepolosan.

* * *

Sekolah Menengah Pertama Swasta terdiri dari dua kelas kelas delapan (10 siswa) dan kelas tujuh (30 siswa). Kepala sekolah dan gurunya adalah tenaga honor yayasan yang hanya dibayar rata-rata seratus ribu rupiah sebulan. Banyak guru yang tidak mengajar ketika PBM berlangsung dengan berbagai alasan.

Realita ini datang dari seorang siswa SMP swasta yang baru dirintis dua tahun bernama Agus, kelas tujuh.

Dia dulu semangat sekolah di sebuah SMP negeri di sebelah sekolahnya ini namun karena harus dipungut "Uang Bangku" ia memilih bersekolah di sekolah swasta yang sedang dirintis. Siang itu sebelum waktu pulang mengajar saya menyempatkan diri untuk bersenda gurau dengan anak didik saya itu menanyakan keadaan keluarga dan kegiatan mereka sehari-hari.

Entah apa yang sedang dipikirkan anak-anak itu sambil asyik bermain batu kerikil, mereka sedikit menyentil tentang pembelajaran yang mereka terima. Kata mereka, "Pak, Kok bapak ngajar Matematika, bisa ngajar Bahasa Bali? Gurunya kemana, Pak?"

Saya hanya tersenyum sambil membayangkan jawaban diplomatis yang harus saya berikan. Perlahan saya menjelaskan agar mereka memahami keadaan yang sebenarnya. Tanpa saya sadari membuat perasaan campur aduk antara semangat dan terharu adalah agus di sela-sela jawaban saya dia bertanya "berarti bapak bisa semua pelajaran ya?" saya tersenyum dengan jawaban yang diplomatis juga.

"kalo begitu bapak kalo jamnya kosong ajarin pak ya? Nyaan bange je kacang barak..." Semua tertawa, dia membela "men kal mayah guru masi sing ngidang kanggoang kacang barak pak oo?" Dengan senyum dan muka merah karena malu, saya pun hanya bisa tersenyum dan kata-kata itu terbawa dalam setiap pikiran.

 

undefined

Pendidikan yang layak adalah tujuan saat ini, semua hak yang harus diterima siswa menjadi kewajiban guru dan sekolah untuk mewujudkannya tentu saja harus dibantu oleh pemerintah. Namun predikat "sekolah swasta" menjadi bayangan yang sangat menakutkan bagi seorang guru untuk mengabdikan diri dan membagi ilmunya kepada sesama apalagi sekolah swasta di pedesaan. Kesejahteraan guru menjadi pekerjaan rumah pemerintah namun sepatutnya guru tetap memiliki rasa kemanusiaan untuk tetap memberikan ilmunya kepada anak didik.

Sebuah realita pendidikan yang sangat miris disaat anak didik memiliki semangat untuk belajar, banyak guru yang mengabaikan kewajibannya sebagai pendidik seolah semua diukur dari materi yang diberikan bukan dari rasa peduli terhadap sesama. Pegawai negeri bukanlah alat uji untuk mengukur keberhasilan sebagai seorang guru tapi kepercayaan diri anak didik untuk mampu menjadi apa yang diinginkan adalah kepuasan yang tiada ternilai. Agus adalah cerminan anak didik yang memiliki keinginan untuk maju menjadikan segala yang dimilikinya seakan harta terakhir yang harus diberikan sebagai balasan terhadap apa yang akan diterima.

Bisa kita berpikir sejenak?