“Jakarta punya Monas, Denpasar punya Bajra Sandhi
Klungkung? Monumen Puputan Klungkung atau ‘Semara Pura’?”
Setiap daerah pasti memiliki bangunan khasnya tersendiri. Bangunan khas ini biasanya tak lepas dari sejarah daerah tersebut, tidak terkecuali Kabupaten Klungkung. Lalu, apa bangunan khas yang dimiliki Klungkung? yap, salah satunya ya Monumen Puputan Klungkung.
Sebagai kerajaan yang pernah berjaya di Bali dan menjadi kerajaan terakhir yang mampu ditaklukkan Belanda, tentunya Klungkung tak ingin kehilangan nilai sejarahnya begitu saja. Salah satu cara agar sejarahnya tak termakan zaman adalah dengan membangun Monumen Puputan Klungkung. Seperti penuturan dari Drs. I Wayan Sujana (Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Klungkung), yang menyatakan bahwa dibangunnya monumen ini adalah untuk mengingatkan kita akan perjuangan rakyat Klungkung pada saat Perang Puputan Klungkung. Diharapkan kejadian bersejarah tersebut dapat dikenang oleh seluruh generasi, tak hanya generasi saat ini, namun juga generasi mendatang.
Label “Sebagai pengenang sejarah Klungkung” menyebabkan Monumen ini menjadi salah satu objek wisata yang terkemuka di Klungkung. siapa yang tidak mengenal Monumen ini? hampir seluruh warga lokal pernah berkunjung ke Monumen ini. Tak hanya warga lokal, banyak wisatawan mancanegara juga tertarik dengan monumen ini. Bagi mereka, nilai ketertarikan monumen ini adalah karena monumen ini merupakan pengenang sejarah Klungkung.
Pasalnya, kita dapat mengetahui sejarah Klungkung hanya dengan mengunjungi monumen ini. Karena, di dalam Monumen ini terdapat biorama mengenai Klungkung terdahulu. Dari sinilah, pengunjung dapat mengamati dan mengetahui bagaimana Klungkung pada zaman dulu dan yang berkaitan dengan sejarah Klungkung. Hanya dengan satu tempat, menjelaskan suatu sejarah. Hal ini menyebabkan kita tidak perlu sulit-sulit mencari tahu sejarah Klungkung dengan mengunjungi tempat bersejarahnya satu persatu. Namun, kita dapat melihatnya secara umum melalui Monumen ini.
Tak hanya dari segi sejarahnya, infrastruktur bangunan ini juga memiliki daya tarik tersendiri. Bentuknya yang berupa Lingga Yoni mengisyaratkan kentalnya aroma Hindu di Klungkung. Tingginya menjulang mencapai 28 meter. Pada bagian bawah lingga terdapat sebuah ruangan berpetak yang dilengkapi dengan pintu masuk bergapura sebanyak 4 buah yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pintu tersebut terletak di sebelah utara, timur, selatan dan barat dari bangunan lingga di bagian bawah. Bangunan berbentuk kubah segi delapan yang memiliki alas 19 buah kembang teratai yang terdapat diantara ruang bawah dengan Lingga. Seperti lambang negara kita, Garuda Pancasila, yang setiap detailnya memiliki makna tersendiri untuk mengenang kemerdekaan Indonesia, Infrastruktur monumen ini juga memiliki maknanya sendiri, infrastrukturnya ini memiliki keterkaitan yang erat dengan peristiwa pada tanggal 28-04-1908, Puputan Klungkung. belum lagi keindahan taman yang ditawarkan Monumen Puputan Klungkung ini, ditambah dengan empat bale bengong di setiap sudutnya yang semakin meningkatkan kenyamanan ketika berwisata sejarah disini.
Selain itu, letaknya yang strategis, yaitu pada sentral kota Semarapura juga menyebabkan tempat ini menjadi pilihan masyarakat lokal maupun luar untuk berkumpul bersama keluarga, atau sekadar mengadakan suatu pertemuan kelompok. Biasanya, pelajar Klungkung memanfaatkan monumen ini sebagai markas dalam mengerjakan tugas. Letaknya yang strategis, di alun-alun kota Semarapura, tepatnya di Jalan Untung Surapati, Klungkung, sangat mendukung tempat ini menjadi pusat pertemuan.
Lalu apa masalah monumen ini? kenapa penulis tertarik menulisnya?
Kenyataan yang terjadi saat ini memunculkan rasa prihatin terhadap monumen ini. Monumen puputan Klungkung seakan mengalami alih fungsi dan sedikit demi sedikit terbentuk citra buruknya. Masihkah monumen sebagai pengingat sejarah? Atau markas orang pacaran? Atau sekadar kawasan orang nongkrong yang menimbulkan kesan kumuh? Masih pantaskah disebut sebagai Monumen Puputan Klungkung? Atau mungkin lebih pantas menyebutnya sebagai sekadar monumen “semara pura”?
Jika digali, makna dari semara pura yang dimaksud penulis bukanlah Kota Semarapura atau tempat bersenang-senang secara positif (semara=kesenangan ; pura=tempat). Namun, tempat bersenang-senang dalam bentuk negatif, Tepatnya “tempat menjalin cinta”, maupun tempat nongkrong kumuh. Kenyataan yang terjadi, Kawasan yang memiliki taksu ini telah dinodai oleh beberapa oknum. Seringnya kawasan ini digunakan untuk kegiatan yang kurang tepat menyebabkan image dari monumen puputan klungkung kian bergeser. Bukan rahasia lagi jika saat ini Monumen Puputan Klungkung menjadi markas bagi mereka yang ingin memadu kasih, utamanya para remaja yang notabene masih pelajar. Apakah tempat bersejarah ini hanya akan meninggalkan label bersejarahnya saja? dan tergantikan sebagai tempat nongkrong kumuh? Hem, bau kurang sedap mulai tercium dari sini.
Pengalaman penulis dan teman-teman telah membuktikan bahwa Monumen Puputan Klungkung mulai berbau kurang sedap. Terkadang, ketika kami hendak mengerjakan tugas di kawasan ini, kami agak sulit mendapatkan izin dari orang tua. Kenapa bisa demikian? Jelas saja, siapa yang tidak khawatir ketika anaknya mendatangi tempat yang dikenal sebagai markas orang pacaran dan orang-orang nongkrong? Saat ini mungkin belum terlihat parah, tapi apakah kita akan menunggunya hingga parah? Image bangunan yang dibangga-banggai Klungkung dan Kenyamanan pengunjung menjadi taruhannya. Bagaimana mau ramai dikunjungi, jika sudah terbentuk image kurang baik? Bagaimana pengunjung berniat datang kembali jika sudah mendapat kesan yang kurang baik?
Kurangnya pengawasan dan kurangnya kesadaran masyarakat adalah pemicu utama yang menimbulnya kesan kurang baik terhadap Monumen Puputan Klungkung ini. Kebebasan masyarakat di Monumen Puputan Klungkung terkadang melewati batas. Lihat saja, Monumen Puputan Klungkung hampir tidak terlepas dari kesan kumuh karena jejak-jejak yang ditinggalkan pengunjung. Belum lagi mereka yang merasa Monumen ini milik sendiri, untuk bersenang-senang sendiri dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar maupun kegiatan orang lain di Monumen ini. sikap tak peduli yang ditunjukkan beberapa pengunjung menyebabkan pengunjung lain merasa tidak nyaman dalam berwisata ke bangunan Lingga Yoni ini.
Tindakan tegas pemerintah harus ditunjukkan agar citra baik monumen tak terkikis. Seperti misalnya dengan memberi sanksi tegas kepada siapapun yang ketahuan meninggalkan sampah di Monumen Puputan Klungkung. Sanksi yang diberikan dapat berupa denda maupun tindakan langsung berupa pelayanan masyarakat (membersihkan Monumen Puputan Klungkung). Nah, jika untuk orang-orang yang memadu kasih berlebihan di area ini, semestinya juga mendapat tindakan tegas. Dapat berupa pengusiran dari kawasan monumen hingga berurusan dengan pihak kepolisian. Dan jika yang melakukanya masih berstatus pelajar, maka pemanggilan orang tua dan pihak sekolah juga diperlukan. Intinya pengawasan di Monumen Puputan Klungkung semestinya lebih ditingkatkan.
Sebagai masyarakat Klungkung serta bangsa Indonesia, seharusnya menjaga taksu dan melindungi apa yang kita miliki, bukan malah merusaknya dengan hawa buruk. Kita mungkin akan dimanjakan dengan wajah baru monumen, namun wajah baru yang tersedia bukan alasan bagi kita untuk menggeser nilai sejarah dari monumen ini. Dukungan segala pihak sangat diperlukan agar sejarah yang pernah terlewati tidak terkikis sedikit demi sedikit oleh waktu dan arus modernisasi. Cintai dan hargai milik kita, bukan hanya menikmatinya. Seperti pepatah yang dilontarkan Soekarno “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.”. Dengan menghargai Monumen Puputan Klungkung ini, kita juga akan menghargai jasa pahlawan kita terdahulu. Jika tak bisa melakukan sesuatu untuk Monumen ini, setidaknya ya jangan menodainya dengan citra buruk!
Sumber:
- Keterangan dari Drs. I Wayan Sujana selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung
- Ardini Maharani,
- Berita Klungkung,
http://semarapura-klungkung.blogspot.co.id/2015/02/monumen-puputan-klungkung.html
- Luhde Hidayanti
http://www.longtripmania.org/2015/03/tempat-wisata-monumen-puputan-klungkung.html
Komentar