Tulisan karya Gusti Ayu Tika, finalis Jegeg Klungkung 2015 dengan segudang prestasi akademis dan non akademis. Ini merupakan tulisan kedua miliknya. Dalam tulisan ini dia membahas tentang payasan Klungkung yang mulai dilupakan, padahal memiliki nilai sejarah dan nilai budaya yang tinggi.

tim kulkulbali.co

 

Melancong ke Klungkung apabila tidak mencicipi lezatnya “serombotan” tak lengkap rasanya, bukan? Tapi, berwisata sambil mencicipi kuliner khas daerah tersebut sepertinya sudah hal yang biasa. Bagaimana dengan menikmati indahnya pemandangan bawah laut di Nusa Penida? Melali sambil menikmati indahnya pemandangan alam di daerah yang kita kunjungi pun sudah terlalu mainstream. Nah, bagi Anda yang meluangkan waktu yang cukup lama untuk berlibur di Kabupaten Klungkung, yang mana dahulu kabupaten ini merupakan pusat peradaban budaya dan kerajaan di Bali ini saya merekomendasikan ide wisata yang mungkin terdengar nyeleneh dan anti-mainstream yaitu melali sambil mepayas. Ya, bagi Anda yang ingin lebih mengenal lebih dekat Kabupaten Klungkung dari sudut yang berbeda, Anda bisa mencoba mepayas atau berias gaya Kabupaten Klungkung.

Sebenarnya cikal bakal ide ini berawal saat hari kedua penyisihan Jegeg Bagus Klungkung 2015. Saat itu saya mendapatkan sebuah pertanyaan di pos charming. Salah seorang juri yang akan memberikan saya pertanyaan membuka pembicaraan dengan menyebutkan bahwa topik pertanyaan yang akan diberikannya adalah tentang kabupaten Klungkung. Jujur, mendengar hal tersebut saat itu saya merasa sangat percaya diri. Saya merasa bahwa materi yang telah saya pelajari mengenai seluk beluk Kabupaten Klungkung sudah sangat mumpuni terlebih saya adalah gadis yang lahir, besar, dan telah tinggal di Gumi Serombotan ini hampir 17 tahun. Bagaimana mungkin saya tidak mampu menjawab hal terkait tanah kelahiran saya. Namun, ternyata kenyataan tak semanis prediksi awal. Juri meminta saya menyebutkan tata rias khas Klungkung dan bagaimana cara melestarikannya. Kepercayaan diri yang telah saya bangun, runtuh dalam hitungan sepersekian detik setelah pertanyaan yang mematikan itu terlontarkan. Namun saat itu saya harus tetap menjawab walaupun alhasil jawaban tersebut tidak memuaskan.

Nah, dari pengalaman tersebut saya tidak pernah lupa akan pertanyaan tersebut. Pertanyaan tersebut terus teringat hingga akhirnya saya tanya ke sana ke mari namun ternyata dari setiap orang yang saya tanyakan belum ada yang mengetahui tentang tata rias khas Klungkung secara mendetail. Sempat saya browsing di internet, tapi hasilnya pun nihil. Tidak ada satupun tautan yang membahas tentang tata rias khas Klungkung. Ya, logikanya sih masyarakat Klungkung saja (seperti saya) banyak yang tidak tahu tentang tata rias khas Klungkung, bagaimana orang di luar Klungkung bisa tahu? Nah, jangankan melestarikan, tahu saja tidak. Fenomena ini menurut saya merupakan suatu contoh sikap yang akan menjadi masalah di kemudian hari yaitu kurang (kalau tidak bisa dibilang tidak) rungu dengan kepunyaan sendiri.

Berhubung saya selalu merasa penasaran dengan tata rias khas Klungkung ini, saya akhirnya bertemu dengan Ibu Agung Alit Putri. Beliau adalah pegawai di Disbudpar Kabupaten Klungkung yang cukup tahu mengenai hal ini. Dalam wawancara yang saya lakukan, beliau memberikan pencerahan atas pertanyaan yang belakangan ini terus menghantui saya. Perlu saya sampaikan, karena keterbatasan informasi yang saya dapatkan akhirnya saya memutuskan untuk membahas tata rias khas Klungkung pada wanita saja. Ibu Agung menyebutkan pada dasarnya payasan Bali ini digolongkan menjadi 3 yaitu payas Utama, payas Madya dan payas Nista. Nah, untuk payasan atau riasan di Klungkung sendiri ada hal-hal terntentu yang membedakannya dari kabupaten lain.

Payas Nista merupakan riasan yang paling sederhana di antara 3 tingkatan tersebut. Di Kabupaten Klungkung payas Nistanya adalah Payas Ngiras. Lalu payas Madya disebut juga dengan nama Payas Madya dan yang terakhir yaitu payas Utama disebut dengan Payas Agung. Pada dasarnya tata riasnya hampir sama dengan kabupaten lainnya di Bali. Namun ada yang membedakan di beberapa aspeknya. Seperti misalnya pada semi. Pada riasan khas Klungkung, letak seminya lebih tinggi dari riasan gaya kabupaten lainnya. Penggunaan dan susunan bunga juga turut menjadikan payas Klungkung ini lain daripada yang lain. Baik Payas Ngiras, Payas Madya dan Payas Agung, ketiganya sama-sama menggunakan bunga sari konta yakni bunga yang berbentuk bulat kecil dan berwarna kuning cerah. Bunga ini biasanya disusun berderet rapi di bagian depan kepala, inilah yang membuat payasan gaya Klungkung menjadi lebih iconic. Tak hanya itu, perbedaan yang besar juga terlihat pada Payas Agungnya. Payas Agung gaya Klungkung pada bagian belakang kepala tidak seperti daerah lain yang hanya menggunakan bunga cempaka saja, pada gaya Klungkung biasanya menggunakan cempaka dan jepun bali yang berwarna merah dengan gradasi putih dan kuning yang dirobek sedemikian rupa (disitsit). Namun karena keberadaan jepun jenis tersebut susah ditemukan, maka ada juga yang menggantinya dengan bunga sandat. Tak hanya itu, pada bagian belakang Payas Agung ini juga terdapat asesoris bernama Garuda Mungkur lengkap dengan sayapnya. Sedangkan di daerah lain hanya terdapat Garuda Mungkur saja tanpa dilengkapi sayap. Penempatan bunga cempaka disekitar Garuda Mungkur pada Payas Agung Klungkung diibaratkan sebagai bulu dari garuda tersebut. Selain itu susunan bunga mas pada Payas Agung Klungkung tidak terlalu tinggi.

undefined

 (Tampak belakang Payas Agung Klungkung, Sumber : Dokumen Pribadi Ibu Agung Alit)

Hal lain yang membedakan payasan gaya Klungkung ini juga terdapat pada pemasangan selendangnya. Tidak seperti daerah lain yang pemasangannya di arahkan ke belakang, pada payas gaya Klungkung selendangnya dibiarkan melilit tubuh orang tersebut dengan ujung (atas) yang tidak di arahkan kebelakangan (seperti pada gambar). Hal terakhir yang membedakan tata rias atau payas gaya Klungkung ini yaitu terdapatnya Cunda Mani dan Tambel Pelengan pada riasan muka. Cunda Mani sendiri adalah hiasan yang dipasang di antara alis, sedangkan Tambel Pelengan adalah hiasan yang dipasang pada kedua pelipis.

undefined

(Payas Madya Klungkung, Sumber : Dokumen Pribadi Ibu Agung Alit)

Sebenarnya informasi yang saya dapatkan kurang lengkap dan juga kurang mendetail. Hal ini disebabkan karena banyak masyarakat Klungkung sendiri yang tidak peka atau tidak rungu dengan kekayaan budaya yang dimilki. Saya pun sempat bingung mengapa ketidakrunguan ini dibiarkan terjadi. Bukankah sebaiknya pemerintah terkait melakukan berbagai upaya seperti misalnya membukukan atau mempublikasikan tata rias gaya Klungkung dengan pakem-pakem yang benar. Jangan sampai pakem-pakem tata rias gaya Klungkung ini hilang tergerus moderniasi dari riasan-riasan modifikasi sehingga meninggalkan bahkan melupakan pakem riasan gaya Klungkung asli. Memang sekarang ini banyak sekali perias yang mengkreasikan payasan menjadi semakin modern mengikuti perkembangan jaman. Namun, alih-alih mengikuti jaman, pakem sendiri jadi terlupakan. Jangan sampai karean tingginya kreativitas hingga melupakan pakem yang kita miliki.

Payas gaya Klungkung ini merupakan salah satu warisan budaya yang menjadi identitas daerah, tiap-tiap daerah memiliki identitas masing-masing yang dicerminkan salah satunya dari segi tata riasnya. Bagaimana mungkin suatu daerah membentuk jati dirinya dan berkembang menjadi daerah yang kuat apabila tidak mengenal identitas dirinya. Inilah tugas kita bersama untuk lebih mengenal hal-hal yang menjadi identitas daerah kita. Bagaimana mungkin hal yang besar dimulai tanpa melakukan hal yang kecil dan bagaimana mungkin upaya pelestarian dilakukan tanpa mengetahui hal apa yang harus dilestarikan? Ibarat seperti itulah masalah ini. Bagaimana mungkin kita dapat melestarikan pakem Payas Klungkung yang semakin tergerus jaman ini, jika kita saja tidak tahu seperti apa wujud Payas Klungkung tersebut.

Nah sejalan dengan permasalahan ini maka dari itu terbersit dalam pikiran saya bagaimana apabila payasan gaya Klungkung tersebut dijadikan sebagai salah satu daya tarik pariwisata Kabupaten Klungkung. Karena umumnya apabila suatu hal dikomersilkan dalam hal ini dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata maka hal tersebut akan menjadi lebih digemari dan digiatkan baik itu oleh pelaku wisata maupun oleh penikmat wisata sendiri. Nah besar harapan saya hal tersebut akan terjadi juga apabila suatu saat tata rias gaya Klungkung ini dijadikan salah satu daya tarik pariwisata maka selain menambah pemasukan PAD, upaya ini juga mampu melestarikan pakem-pakem yang terdapat pada tata rias gaya Klungkung. Sehingga tidak ada lagi masyarakat Klungkung yang tidak mengetahui identitas derahnya sendiri dalam hal ini berupa tata rias gaya Klungkung.

 

Well, tulisan ini bersifat informatif, jadi saya sebagai salah satu generasi muda hanya ingin berbagi sedikit informasi yang mana mungkin sejatinya masih banyak kekurangan terkait konten yang saya bahas dalam artikel ini. Besar harapan saya semoga seluruh lapisan masyarakat Klungkung mulai melek dengan apa yang dimiliki sehingga hal tersebut tidak tenggelam lalu hilang tergerus jaman. Ingat, uang hilang bisa dicari, tapi jika budaya hilang tidak bisa dibeli.

 

Sumber :

wawancara dengan Ibu Agung Alit Putri