Berikut ini adalah tulisan Gema Olivia, finalis Jegeg Bagus Klungkung 2015. Gaya menulisnya segar, selamat menikmati dan semoga bermanfaat!

tim kulkulbali.co

 

Keberagaman seni dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia merupakan aset terpenting bangsa dan menjadi identitas unik, tentunya tidak dimiliki oleh semua negara di dunia. Terbagi menjadi 34 provinsi serta 13.466 Pulau[1], keunikan ini tersebar dengan indah, tumbuh dan berkembang di setiap daerah yang ada di Indonesia. Ragam suku, budaya, adat istiadat, ras, agama .. semua ada di Indonesia.

Kabupaten klungkung merupakan sebagian kecil keindahan seni yang dimiliki Indonesia. Terbagi atas 4 kecamatan dengan luas 112,16 km2 di daratan pulau Bali dan sisanya, 202,84 km2 berada di lepas pantai, tidak menyurutkan ide-ide kreatif mereka untuk selalu menciptakan kreasi serta inovasi dalam pengembangan karya seni. Kekaguman saya dengan klungkung berawal dari melihat peta penyebaran seni kebudayaan yang berada disalah satu kantor pemerintahan Kabupaten Klungkung. Segala hasil kreatif masyarakat Klungkung yang dipadu dengan seni artistik Bali telah diwujudkan dalam beberapa karya, seperti usaha kerajinan tedung dan prada di Desa Sampalan, Kerajinan uang kepeng/ pis bolong, klongsong peluru di Desa Kamasan, keunikan tenun songket di Desa Gelgel[2], dan kerajinan lainnya. Kalau melihat progres masyarakat kekinian dalam menyambut karya mereka, tentu kabupaten Klungkung patut kita beri jempol yang telah memberikan kontribusi besar dalam penigkatan ekonomi kreatif bangsa.

Beberapa hari yang lalu, saya diberikan kesempatan yang cukup langka, karena saya dan rekan-rekan #JBK2015 lainnya bisa melali sambil melajah ke salah satu usaha pembuatan tedung dan kain prada di Desa Sampalan, Kabupaten Klungkung. Sebagai anak muda yang kepo, tentu saja saya excited, walaupun sedikit tergopoh-gopoh, rada rempong dan keringat pun mulai bercucuran. Yang saya pikirkan sebelum menginjakkan kaki di tempat tersebut adalah usaha tedung prada ini sudah memiliki berbagai alat yang canggih serta sumber daya manusia yang cukup banyak, sehingga tempat usaha pembuatan tedung ini bisa dikatakan “pabriknya” tedung di Klungkung dan pemilik usaha bisa dengan mudah untuk meraup pesanan tedung yang banyak dari pelanggan dan berimplikasi pada peningkatan aset usaha. Tapi, dugaan tidak sejalan dengan kenyataan. Saya dan rekan lainnya datang ke suatu rumah sederhana dan sebelumnya kami melalui jalan kecil. Situasi usaha rumahan yang dimulai oleh bapak Anom sejak tahun 1998 terlihat kondusif. Tangan para lelaki amat lihai dalam membentuk pola/sketch tedung prada menggunakan alat khusus, konon pola ini turun temurun diberikan oleh orang tua si bapak dan tetap bertahan ditengah persaingan yang sangat ketat. Desa ini memang terkenal sebagai pusat kerajinan tedung dari zaman dahulu, wajar saja ketika kamu melewati jalan di desa ini tampak banyak pedagang yang menjajakan tedung prada. Eits, mereka hanya menjual, bukan membuat, apalagi .. belum tentu loh yang mereka jual itu memiliki kualitas tedung yang sama persis dengan tedung prada buatan si bapak.

Sekitar 25 menit kami bercengkrama, sembari kami mencoba menirukan pola tedung prada, ia menceritakan tentang perubahan jenis kain, jenis prada yang diaplikasikan pada kain tedung. Sampai pada akhirnya, ia menceritakan keluh kesahnya terhadap orang-orang yang acap kali mencomot polanya, walaupun sedikit tetapi ia mengetahui kalau polanya telah diikuti oleh orang lain dengan sedikit tambahan pada pola agar saru/tidak terlalu terlihat. Hal yang amat lugu dikatakan oleh bapak adalah “ya .. saya biarkan saja meniru, kan yang penting dia tidak bisa meniru kualitas dari tedung prada yang saya punya..”. Tentu hal ini menjadi catatan bagi pemerintah dalam hal perlindungan karya dibidang seni, walaupun ketika berbicara mengenai ketentuan hukumnya, perlindungan karya seni yang dihasilkan oleh pemikiran manusia serta telah diwujudkan dalam bentuk nyata ini telah terproteksi secara otomatis, inilah keunikan Hak Cipta.

Orang-orang sering menyebut Merek, Paten, dan Hak Cipta, for your info, ketiga hal ini merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual dan ketiganya memiliki pengertian yang berbeda. Merek merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa[3]. Paten merupakan hak eksklusif atas hasil invensi dibidang teknologi[4]. Beda lagi dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata[5],dimana yang menjadi objek Hak Cipta adalah hasil pemikiran manusia dalam bentuk nyata dibidang seni, sastra,ilmu pengetahuan. Poin penilaian dari perlindungan hak cipta adalah unsur keasliannya.

Nah, dengan sedikit penjelasan yang saya jabarkan diatas, teman-teman pembaca setidaknya mampu membedakan ketiga hal tersebut. Hasil karya kerajinan tedung prada termasuk dalam objek Hak Cipta yang telah mendapatkan perlindungan otomatis, namun ketika terjadi klaim atas pola tedung prada tersebut, si bapak belum mampu secara yuridis membuktikan bahwa pola tersebut merupakan pola miliknya. Hal yang sepatutnya dilakukan ialah melakukan pendaftaran terhadap hasil karya seni tersebut, agar memiliki kekuatan hukum dalam hal pembuktian jika nantinya ada klaim terhadap pola dari tedung prada bukan merupakan hasil ciptaanya. Namun, melihat kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat, sejak dahulu memiliki pandangan bahwa mendaftarkan hak-nya tersebut, bukanlah merupakan suatu yang urgent/penting dan mengingat pula minimnya informasi yang diperoleh masyarakat tentang Hak Cipta serta cara pendaftarannya. Tentu, kita patut mempertanyakan seberapa jauh yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan Hak Cipta serta pendaftarannya. Kemungkinan polemik yang timbul ketika pola tedung prada ini didaftarkan sebagai ciptaan dari bapak Anom adalah mematikan usaha tedung prada yang lainnya, mengingat bahwa ketika kita melihat pola tedung prada ini memang telah terlihat lumrah, sepertinya sudah banyak yang mengadopsi pola tedung prada tersebut. Namun, kerajinan seni tedung prada tetaplah merupakan hasil pemikiran seseorang yang seharusnya memperoleh perlindungan hukum, mengingat klaim atas pola tedung prada bisa terjadi kapan pun. Ini masalah atau engga sih? Semuanya kembali ke perspektif masing-masing orang, kalau menurut saya, ini menjadi masalah ketika nantinya ada klaim ini dan itu yang bikin pusing.

Akhirnya pemikiran sederhana ini rampung juga, anyway saya akan sangat senang sekali ketika tulisan ini bisa menambah pengetahuan para pembaca tentang arti penting menghargai hasil kreasi anak bangsa. Nikmati ciptaannya, hargai penciptanya

 

[1] URL : http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/indonesia-memiliki-13-466-pulau-yang-terdaftar-dan-berkoordinat , diakses pada 6 April 2015

[2] I Wayan Mudra, dkk, 2009, Judul Laporan Penelitian : Macam Dan Jenis Kerajinan Di Kabupaten Klungkung Bali, JURUSAN KRIYA SENI FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA, Denpasar

[3] Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

[4] Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten

[5] Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta