Tulisan renungan karya I Kadek Budhyasa, finalis Bagus Klungkung 2015. Tulisan ini membuat kita sadar, apa yang telah ditinggalkan bisa jadi adalah potensi yang belum optimal untuk kita kembangkan. Selamat membaca!

tim kulkulbali.co

“Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota,

Naik delman istimewa kududuk di muka,

.................................................................”

Masih ingatkah Anda dengan sepenggal lirik lagu tersebut? Anda mungkin sudah tidak asing lagi dengan lagu tersebut. Ya, mungkin Anda lebih sering mendengar dan menyanyikan lagu tersebut pada masa taman kanak-kanak dulu. Dalam lagu anak-anak tersebut diceritakan bagaimana suasana ketika menaiki sebuah kendaraan yang disebut delman/dokar. Dokar merupakan salah satu alat transportasi yang masih bersifat tradisional. Dikatakan demikian, karena dokar masih mengandalkan tenaga kuda sebagai alat penggeraknya. Dokar tidak menggunakan teknologi mesin canggih seperti sekarang ini, sehingga masih bersifat ramah lingkungan.

Namun sayang, di era modern seperti sekarang ini dokar sudah semakin sulit ditemui. Di Kota Semarapura Klungkung, dokar pernah mencapai masa kejayaannya sebelum memasuki arus globalisasi. Pada masa itu, jumlah dokar yang aktif beroperasi bahkan mencapai ribuan. Namun kini, jumlah tersebut sudah semakin menyusut dan hanya tersisa hitungan jari. Apa yang menyebabkan kelangkaan tersebut? Apa karena harga BBM sudah naik? Tentu saja tidak, karena dokar tidak bergantung dan tidak menggunakan bahan bakar fosil secam itu. Mungkin dokar masih tergolong kuno, dan kalah bersaing dengan kendaraan-kendaraan modern sekarang ini. Sehingga masyarakat dengan mudah beralih meninggalkan dan melupakan keberadaan dokar. Mereka lebih memilih menggunakan kendaraan umum maupun pribadi yang sudah menggunakan teknologi mesin.

undefined

Sumber Foto

Keberadaan dokar sekarang ini seolah tenggelam dimakan zaman. Dokar tidak mampu mempertahankan eksistensinya sebagai salah satu alat transportasi yang masih ada. Keberadaannya sungguh memprihatinkan. Sekarang mungkin masih tersisa empat, tetapi nanti di tahun-tahun berikutnya bisa saja dokar akan benar-benar punah. Apabila tumbuhan dan satwa langka perlu dilestarikan, mengapa tidak kita lakukan hal serupa terhadap dokar? Dokar masih layak untuk dipertahankan karena dokar merupakan salah satu kearifan lokal yang kita miliki. Dokar juga merupakan salah satu warisan budaya leluhur yang masih tersisa sampai saat ini. Bagaimana mungkin kita tega melupakan dan membuang keunikan budaya sendiri, sementara kita menyerap dan mengadopsi kebudayaan dari luar.

Jangan menjadi kacang yang lupa akan kulitnya, kita seolah menutup mata dan keberadaan dokar luput dari pandangan kita. Pemerintah bersama masyarakat dapat bekerjasama menjadikan dokar sebagai salah satu transportasi pariwisata yang ada di Kabupaten Klungkung. Tidakkah unik apabila kita menggunakan sesuatu yang masih bersifat tradisional dan berbudaya sebagai bagian dalam pariwisata? Bukankah selama ini para wisatawan yang berkunjung juga tertarik terhadap seni dan kebudayaan lokal yang kita miliki? Ini bukan lagi hal yang baru, sebelumnya sudah banyak wacana yang mengatakan hal tersebut. Namun sampai saat ini, itu hanya sebatas gagasan yang apabila dilaksanakan secara sistemik dan holistik akan memberikan dua keuntungan sekaligus. Selain mempertahankan kelestarian dokar, hal ini juga turut serta akan memberikan nuansa baru dalam pariwisata Kabupaten Klungkung.