Tulisan karya Luh Made Ionnandha, finalis Jegeg Klungkung 2015. Melalui tulisannya, gadis cantik yang piawai bermain gitar ini mengenalkan pada kita tradisi khas Klungkung yang ada di Desa Paksebali, Dawan, Klungkung. Selamat membaca!

Kita orang Hindu harus berbangga, karena Hindu merupakan agama tertua di dunia. Bahkan, untuk saat ini sudah banyak muncul bukti-bukti sejarah keberadaan agama Hindu di Indonesia dan di Bali khususnya. Agar kita sebagai umat Hindu dapat menjaga dan melestarikan warisan budaya dan banyak tempat suci yang masih banyak belum mendapat sorotan, selain itu banyak tempat suci sebagai simbolsasi keagungan Hindu di Bali yang menjadi pulau seribu pura yang menjadi kebanggan umat Hindu. Dengan demikian kita sebagai umat yang memiliki kemauan untuk menjaga keajegan Bali agar dapat menjaga dan melestarikan tempat suci (pura) dan mengetahui apa makna maupun filosofi dari berdirinya tempat suci tersebut untuk dapat menambah keyakinan kita untuk memeluk agama Hindu.

undefined

Kali ini saya akan uraikan salah satu tempat suci yang mungkin masih banyak diantara kalian belum tahu sejarah dan adat di pura ini. Apakah kalian tahu Pura Panti? Saya rasa pengetahuan dan pemahaman kalian tentang pura ini masih minim ya? Pura Panti ini terletak di Desa Paksebali. Pura ini sekarang sudah marak diperbincangkan oleh masyarakat karena keunikan dan keindahan adat yang dimilikinya. Kali ini saya akan menceritakan sejarahnya terlebih dahulu. Pada zaman kerajaan kurang lebih pada tahun 1500, salah satu keluarga kerajaan Karangasem mengadakan pertemuan di kerajaan Klungkung. Demi keselamatan anggota kerajaan, masyarakat yang terdiri dari 18 KK (kepala keluarga) ini ikut menghantarkan. Nah ketika hendak pulang kembali ke kerajaannya, masyarakat yang terdiri dari 18 KK ini tidak diizinkan oleh pemerintah Klungkung unuk kembali ke Karangasem. Nah, mereka disediakan tempat di Banjar Paksebali oleh kerajaan Klungkung. Dengan seiringnya waktu, masyarakat yang awalnya 18 KK kini sudah menjadi 150 kk pada saat ini. Karena mereka memiliki pura di Karangasem yang letaknya jauh dari rumahnya sekarang, mereka membangun pura yang dinamakan Pura Panti. Pura artinya tempat, dan Panti artinya himpunan, sehingga Pura Panti adalah temptan himpunan bagi masyarakat untuk pemujaan.

 

undefined

Nah, keunikan yang dimiliki oleh Pura Panti ini adalah tradisinya, yaitu tradisi Dewa Masraman. Jika di Karangasem ini dinamakan Mabiase, karena warganya yang punya tanggung jawab di sana dilaksanakan setahun sekali. Namun, di Klungkung mereka mengadakan 1tahun 2kali. Jika di Klungkung dinamakan Dewa Mesraman karena diusung dadia. Berikut tahapan-tahapan Dewa Mesraman.

  • Mendirikan dua buah penjor: dilaksanakan sebelum upacara, pada penjor ini terdapat simbol burung yang terbuat dari daun lontar, burung digunakan karena burung identik dengan sebutan manuk yang artinya manu yaitu pikiran/nyet/keneh.
  • Nunas paica: pada hari sabtu setelah mendirikan penjor, dilaksanakan oleh anak-anak dibawah umur, tempat berlangsungnya di depan pemedal. Makna nunas paica ini adalah bentuk kebersamaan/pembinaan karakter.
  • Magibung: yang dilaksanakan orang dewasa.
  • Mesucian: membersihkan diri dengan cara mandi Pratima di bersihkan dengan cara upacara adat 7 joli (sapta isi) tempat pemandian di Pura Segening.
  • Mewali ke pura: di sambut oleh sekelompok Rejang Plendo karena terbuat dari Bunga Plendo.
  • Mesolah: satu joli hanya boleh diusung 2 orang dan diputar sebanyak 3kali.
  • Mesraman: 1 joli sudah tak terbatas yang mengusung.
  • Ngambeng: keenam joli bertemu porosnya adalah lempuyang kaje kangin.
  • Pada tahapan ini keenam joli tersebut harus berurutan sesuai dengan aturan-aturan yang sudah berjalan, satu joli tidak diusung karna joli tersebut dituakan oleh masyarakat. Itu rangkaian tahapan saat upacara berlangsung.

Adapun sisi mistis dari rangkaian upacara ini, dari narasumber yang saya temui, yaitu pemangku di Pura Panti yang bernama mang Mustika, beliau memberi saya informasi bahwa ketika acara ini berlangsung orang yang mengusung ke 6 joli ini ada ribuan orang jadi sangat mustahil jika ribuan orang itu mudah masuk ke dalam pura tersebut. Namun ini sangat mungkin pada pura ini, mereka mengusung keenam joli ini sangat mudah untuk memasukinya. Namun apabila rentetan tahapan ke sembilan tidak berjalan secara baik, keenam joli dan masyarakat tidak akan mudah masuk.

Jadi kita sebagai masyarakat Bali khususnya agama Hindu harus melestarikan budaya yang kita miliki, setidaknya kita harus mengetahui, ikut berpartisipasi, dan masih banyak budaya-budaya yang kita miliki yang masih tersembunyi. Budayamu adalah Budayaku. Walaupun mungkin kita bukan orang Paksebali, kita seakan-akan acuh tak acuh dengan budaya desa lain, seharusnya kita lebih menghormati dan mencintai semua budaya atau tradisi kabupaten kita sendiri.

Jika bukan kita siapa lagi?

Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan artikel ini, masih banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan masukan, saran atau pun kritik. Dan saya berharap artikel ini dapat bermanfaat bagi umat Hindu dan masyarakat lainnya untuk membangun kepariwisataan di Kabupaten Klungkung. Terimakasih.

 

Luh Made Ionnandha

Finalis Jegeg Klungkung 2015