"Tulisan yang merupakan buah tangan Pande Priantara, seorang Finalist Bagus Klungkung 2014. Tulisan kompetitif ini hanya diberi sedikit sentuhan dari editor untuk menyingkirkan typo. Selamat menikmati!!!"
Taksu merupakan salah satu dari sekian banyaknya keunikan yang ada di Bali. Taksu di Bali bukanlah hanya sekedar sebuah pelinggih (sanggah) bagi masyarakat hindu di Bali, tetapi taksu adalah sebuah aura positif bagi masyarakat dan jagat dewata. Bagi seorang pelaku seni atau sering disebut “seniman” taksu dipandangnya bagaikan pembimbing kerohanian yang memberi sebuah energi tersendiri, kemudahan dan kehalusan jiwa serta kejernihan pikiran.
Taksu dalam niskala atau dalam wujud prahyangan merupakan penuntun gerak kehidupan kita ke dalam rasa sembah bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi. Dengan tersebut setiap detail dari sebuah karya seni yang di bawakan oleh seorang seniman Bali akan terlihat mempesona, berkharismatik, memancarkan sebuah aura positif, dan membawa ketenangan jiwa bagi setiap orang yang melihat karya seorang seniman Bali.
Bali atau lebih sering dikenal dengan jagat dewata, yang memiliki nuansa alam yang sangat indah dan memiliki sebuah kharisma, suatu energi yang bersifat positif yang ada di dalamnya serta memberi kesan ketenangan pada jiwa bagi para wisatawan lokal maupun wisatawan dunia yang datang mengunjungi Bali. Sehingga jagat dewata menjadi sasaran favorit tujuan pariwisata dunia.
Di era globalisasi ini masyarakat Bali mampu mempertahankan sebuah anugerah nenek moyang yang dalam bentuk kekayaan seni budaya, tradisi, adat istiadat, dan nuansa alam yang sangat luar biasa indahnya. Bali tidak dapat terpisahkan dari yang namanya sebuah kesenian yang dimilikinya. Bahkan dari sekian juta masyarakat sebagian besar masyarakatnya bergelut di bidang seni dan banyak pula para seniman sudah sampai mendunia membangggakan nama Bali di ajang pentas dan fetival nasional maupun internasional.
“Metaksu” kata tersebut sering kali terdengar dari orang-orang di luar sana. Yang merupakan inti dari sebuah pencapaian dari nilai-nilai taksu yang berarti di dalam sebuah karya seni dan di dalam suatu jiwa tersembunyi subjektivitas seorang seniman Bali. Yang dikatakan “ideologi” bagi masyarakat hindu di Bali. Dalam pengertian sebuah arti dan sebagai suatu kumpulan nilai – nilai kebudayaan “mula” atau kebudayaan asli daerah yang dijadikan sebuah landasan pemikiran masyarakat Bali yang memberikan arah tujuan hidup dalam mencapai kualitas dan kuantitas kehidupan. Oleh sebab itu masyarakat Bali yang sampai saat ini memegang erat nilai serta unsur religius yang terkandung di dalam suatu kehidupan yang dimana hal ini merupakan rasa hormat dan sembah bhakti. Yang telah diberikan segala anugerah dan perlindungan kepada masyarakat dan jagat dewata oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Melalui itu masyarakat Bali menghaturkan dan melaksanakan upacara yadnya yang hampir setiap hari prosesnya dilakukan oleh umat hindu di Bali.
Dari sebuah kata Ajeg, banyak pihak yang mendengumkan dan berbicara tentang "ajegang gumi baline". Tetapi masih banyak yang salah pengertian tentang apa itu Ajeg Bali sebenarnya. Ajeg Bali, bukan hanya sekedar berkata dan berbicara tentang bagaimana melestarikan sebuah warisan kekayaan bali, melainkan harus menjaga Taksunya jagat Bali.
Dari kesemua inilah jagat dewata menjadi memiliki taksu dan dari pencapaian sebuah nilai-nilai taksu, yang merupakan hal yang sangat amat penting bagi masyarakat Bali, karena dengan hal ini kualitas dan keharmonisan dan keserasian antara diri sendiri dengan alam sekitarnya atau hubungan antara Bhuana Alit dengan Bhuana Agung dapat tercapai sesuai dengan tujuan akhir umat hindu di Bali adalah mencapai sebuah kesejahteraan jagat dan mencapai sebuah keabadian akhirat (Moksatham Jagatditha).
Komentar