Tulisan kali ini adalah karya Ni Kadek Nadia Anggi P., finalis Jegeg Klungkung 2014. Tulisan yang lahir dari kegelisahan akan kebiasaan buruk masyarakat Bali. Juga tak lupa penulis mengimbanginya dengan mengangkat kebiasaaan baik Bali orang Bali.
Ini merupakan tulisan kedua miliknya, tulisan pertama bisa dilihat disini. Karena sifatnya kompetisi, editor hanya menyingkirkan sedikit typo yang ada, demi utuhnya karya sang penulis. Yeah! Semoga bermanfaat!
kulkulbali.co
Masing-masing suku, bangsa, dan ras pasti memiliki karater. Karakter orang pun berbeda-beda. Biasanya karakter ini terkonservasi keberadaannya. Dengan demikian, karakter selalu menjadi pembungkus yang dengan mudah dikenali. Lalu bagaimana karakter orang Bali?
Orang Bali memiliki karakter negatif dan karakter positif. Karakter negatifnya antara lain belog polos, belog ajum, belog pengkung, irsya , tan kapirungu. Sedangkan, karakter positifnya antara lain jujur, seleg, jengah, tindih, beriuk saguluk. Dua karakter ini senantiasa mewarnai kehidupan orang Bali di mana saja. Jika di Bali lebih tampak karakter negatifnya, sedangkan di luar Bali, karakter positifnya itu menjadi kekaguman penduduk asli tempat berdiamnya.
Belog polos orang Bali menjadi pintu terbuka orang luar Bali masuk ke Bali. Tanpa pertimbangan kehati-hatian atau kewaspadaan, orang Bali mempersilakan begitu saja orang lain masuk ke Bali. Di tambah lagi belog ajum orang Bali. Sedikit disanjung, banyak orang Bali lupa diri. Dengan demikian tidak sedikit orang Bali takabur yang menjadikan dirinya lebih cepat terkubur. Salah satu contoh kebanyakan adalah jika ada orang Bali (laki-laki) punya uang, lalu bertemu lawan jenis (wanita cantik), orang Bali ini tidak canggung-canggung mengobral miliknya. Begitu habis terkuras miliknya, ia terdampar dalam kenistaan baik menjadi miskin dan juga berpenyakitan. Lebih sempurna lagi dalam sebuah keterpurukan, orang Bali belog pengkung, isrsya, dan tan kapirungu. Orang-orang Bali semacam ini terbungkus budaya ampah, campah, dan maboya. Setiap nasihat tidak pernah dianggap. Mereka pasti tercebur dalam lembah hitam dan tenggelam dalam lautan neraka.
Sedikit melegakan jika kita mendengar kesuksesan orang-orang Bali di luar pulau Bali. Jujur, seleg, jengah, tindih, dan beriuk saguluk membawa mereka menuju puncak keberhasilan. Kita lihat contoh para transmigran orang Bali. Tidak sedikit mereka telah mapan dunia ekonominya, dunia pendidikan anak-anaknya, belum lagi keberhasilan bagian kehidupan lainnya. Namun, sayang! Keberhasilan ini amat banyak memicu kecemburuan penduduk asli yang berujung menjadi persengketaan. Kita tengok di Lampung, kita lihat di Sumbawa.
Bersykurlah kita dengan jengah, seleg, tindih, dan beriuk saguluk berlandaskan jujur, dalam hitungan bulan kepulihan terwujud kembali.
Betapa berbahagia dan bersyukurnya kita jika jegeg bagus mampu menumbuhmekarkan karakter positif orang Bali di Bali dan di mana saja. Bali pasti tersanjung, orang Bali pasti adiluhung. Untuk itu, jegeg bagus sebagai promotor kemajuan hendaknya membekali diri dengan 1) Konsepsi Desa, Kala, dan Patra; 2) Konsepsi Karmaphala; 3) Konsepsi Satyam-Sivam-Sundaram; 4) Konsepsi Asih-Punya-Bhakti; 5) Konsepsi Desa Amawacara, Nagara Amawa Tata; 6) Konsepsi Tri Samaya (Atita-Wartamana-Anagata)
Komentar