Tulisan ini adalah karya Andy Wijaya, Finalist Jegeg Bagus Klungkung 2014. Karena sifatnya kompetisi, editor cuma membenahi beberapa typo. Doa kami untuk Dolar, dan segenap drama gong Bali. Yeah! Selamat menikmati.

(kulkulbali)

 

(sebuah artikel untuk I Wayan Tarma alias Dolar, semoga lekas sembuh)

 undefined

Mendengar kata drama gong, mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Mengingat atau flashback kembali di era 80-an dan 90-an, kesenian ini merupakan primadona di masyarakat Bali. Selain sajiannya yang menghibur, kehadirannya juga sangat dinanti karena lakon yang dimainkanpun memberi makna dan filosofi pada kehidupan masyarakat Bali.

Namun kini, jarang sekali kita bisa manyaksikan pementasan kesenian drama gong yang sangat menghibur dan sarat makna tersebut. Jangankan pementasannya, mungkin untuk gerenasi muda era sekarang, mendengar istilah drama gong saja sudah asing, apalagi kalau ditanya pernah menyaksikan atau belum.

Made: eh kemana saja kamu malam minggu kemarin, Yan?

Wayan: kemana lagi kalo enggak dugem, ajep-ajep, geleng-geleng asik bro, kalo kamu kemana?

Made: aku di rumah aja nih, sambil nonton koleksi VCD drama gong kepunyaan bapakku. Bagus lho ceritanya, Yan, seru dan menghibur. Apalagi pemainya juga kocak, pokoknya keren.

Wayan: keren apanya, bro? Bukanya drama gong itu tontonan orang tua ya? Sudah jadul, di mana seru nya? Lebih baik kita dugem bro, banyak anak muda dan lebih gaul.

Made: kamu sih tidak tau bagaimana sejarah drama gong, bagaimana perkembangan drama gong dari masa ke masa. Memang di era seperti sekarang ini drama gong sudah mulai ditinggalkan dan dilupakan. Namun jangan samapai kesenian yang berharga ini punah pada generasi kita bro. justru kita harus melestarikannya.

Wayan: bagaimana cara melestarikannya, aku saja sejak kecil belum pernah menonton drama gong. Istilahnya saja aku dengar sepintas dari pelajaran bahasa Bali di sekolah. Itupun aku tidak mengerti. Lalu apa dan bagaimana sebenarnya drama gong itu?

Drama gong merupakan sebuah pertunjukan drama yang didalamnya memadukan teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Diciptakan oleh seniman kreatif dari Bali bernama Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar) pada tahun 1966. Drama gong sendiri pada mulanya bernama drama klasik karena masih kentalnya dominasi dari kesenian tradisional Bali dalam pertunjukan drama gong ini. Nama drama gong mulai dipakai oleh I Gusti Bagus Nyoman Panji untuk menyebut kesenian rakyat ini karena menurutnya dalam kesenian ini terdapat dua unsur baku yakni unsur drama dan iringan suara gamelan gong kebyar pada setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatiknya.

Lakon yang kerap dipentaskan dalam drama gong sendiri biasanya adalah cerita-cerita klasik romantis baik yang berasal dari cerita rakyat masyarakat Bali sendiri seperti Panji (Malat) maupun di luar budaya Bali seperti cerita Sampek Engtai dan cerita sejenisnya. Seperti halnya pertunjukan drama umumnya, dalam drama gong ini pun sama sekali tak menghadirkan kesenian tari di setiap pertunjukannya melainkan berakting dengan menyertakan dialog-dialog verbal berbahasa Bali.

Adapun para pemain yang dianggap penting dalam drama gong sendiri antara lain :

Raja Manis, Raja Buduh, Putri Manis, Putri Buduh, Raja Tua, Permaisuri, Dayang-dayang, Patih Keras, Patih Tua dan dua pasang punakawan.

Dalam setiap pementasannya para pemain drama gong selalu mengenakan busana tradisional Bali, sesuai dengan tingkat status sosial dari peran yang dibawakan dan setiap gerak pemain, begitu pula perubahan suasana dramatik dalam lakon diiringi dengan perubahan irama gamelan Gong Kebyar. Meskipun selalu mengenakan busana tradisional untuk para pemainnya dan kerap dipentaskan untuk keperluan upacara adat dan agama, drama gong tetaplah sebuah kesenian sekuler karena bisa dipentaskan di mana dan kapan saja sesuai kebutuhan.

Maka dari itu tak heran jika kemudian pentas drama gong merupakan satu-satunya pentas yang memberlakukan sistem karcis untuk para penontonnya, karena sebelumnya pertunjukan kesenian bagi masyarakat setempat tidak pernah berbentuk komersial. Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Pada masa itu kesenian tradisional Bali seperti Arja, Topeng dan lain-lainnya ditinggalkan oleh penontonnya yang mulai kegandrungan Drama Gong. Panggung-panggung besar yang tadinya menjadi langganan Arja tiba-tiba diambil alih oleh Drama Gong.

Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih aktif. (Novita dalam Arsip Budaya Nusantara).

undefined

Dari penjabaran mengenai drama gong tadi, sudah sepantasnyalah kita generasi muda paham dan peka terhadap masalah ini. Krisis kepercayaan dan kepekaan generasi muda terhadap kesenian masa lampau harus segera diakhiri. Agar jangan kesenian yang menjadi warisan pendahulu kita ini punah atau nantinya malah diakui oleh bangsa lain.

Arus globalisasi yang begitu kencangnya juga membuat hanyutnya kesenian ini bersamanya. Generasi muda seakan enggan, dan mengganggap kesenian drama gong ini tidak keren lagi. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, kesenian ini bukanlah sekedar hiburan semata. Banyak sekali moral value yang terdapat di dalamnya. Hal inilah yang seharusnya menjadi bahan pembelajaran bagi generasi muda bali ke depannya.

Menjadi orang Bali yang benar benar Bali itu memang tidak mudah. banyak aturan-aturan, teladan kehidupan dan pembelajaran yang akan kita temui di setiap cerita pementasan drama gong. Itulah yang mendasari saya, mengapa saya ingin sekali mem buka wawasan rekan-rekan tentang salah satu kesenian kita yang sangat hebat ini.

Eranya memang sudah habis, para tokoh pemainnya pun kini sudah renta dan bahkan ada yang berguguran. Namun bukan berarti keseniannya ikut mati dan terkubur begitu saja. Mari kawan, buka hati dan bangkitkan kesadaran kita. Kalau bukan kita, siapa lagi.

Sebagai generasi muda bali dengan local genius yang tinggi, kita harus bangkitkan kembali kesenian drama gong yang spektakuler seperti dulu lagi. Mari kita gandeng bersama instansi terkait, pemerintah, pekerja seni dan lain sebagainya. Sudah saatnya drama gong direvitalisasi dan digaungkan kembali.

Tidak hanya cukup dipentaskan setahun sekali saat PKB (Pentas Kesenian Bali), namun lebih dari pada itu, kita harus munculkan kesadaran, kecintaan dan kepedulian generasi muda bali terhadap Drama Gong ini.

Semoga setelah membaca artikel ini, generasi muda bali mulai bangkit dan sadar. Mari kita lahirkan Dolar, Petruk, dan Lodra era Millenium. Kalau bukan kita siapa lagi? Mari bangkit untuk Drama Gong Bali.

Sebuah artikel untuk alm. Gede yudana (Raja Buduh), I Wayan Tarma (Dolar) dan seluruh senior drama gong. Mari bangkit dan tuntunlah kami generasi muda Bali agar bisa berkarya seperti kalian.

Untuk pak Wayan Tarma (Dolar) kami doakan semoga lekas sembuh.

Suksma

undefined

 

 

 

Penulis : I Putu Andy Wiranata Wijaya

Finalis Jegeg Bagus Klungkung 2014