“Santai aja, vape kan aman dan gak punya efek samping kayak rokok, jadi gak salah dong nge-vape? Yang jelas gak ngerokok”, Ujar Acong (nama samaran) seorang remaja yang sebelumnya bukan pecandu rokok.

Ditengah gencarnya pemerintah memberantas efek buruk dari rokok, tiba-tiba rokok elektrik dengan mudahnya merebut perhatian masyarakat dengan menyematkan label aman di setiap promosinya. Rokok elektrik yang kerap disebut vape kini penggunanya bertambah pesat bagaikan jamur di musim penghujan. Bali, selayaknya pintu masuk kebudayaan maupun kebiasaan dari luar, tentu masyarakatnya sangat mudah mengetahui bahkan dipengaruhi tren-tren baru dari luar. Terlebih di kota-kota besar seperti Denpasar, sangat mudah kita menemukan pengguna vape yang bebas menghisap vapenya dimana saja, tanpa dibatasi oleh kawasan tanpa rokok (KTR). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kelompok-kelompok pencinta vape dan mudahnya akses untuk membeli alat ini. Sayangnya vape ini tak hanya digunakan oleh orang dewasa yang sebelumnya pencadu rokok konvensional, namun pengguna vape ini juga menjangkit generasi muda Bali yang tidak ada riwayat merokok sebelumnya. Ada yang beralasan ingin berhenti merokok dan beralih ke alat yang lebih aman, atau hanya ikut-ikutan mengejar gengsi. Nyatanya memang tidak sedikit yang beranggapan bahwa vape memiliki kesan keren dan sedang tren di kalangan masyarakat Bali sehingga sangat menarik untuk diikuti, terlebih dengan label aman yang terlihat meyakinkan.

Rokok elektrik atau lebih dikenal dengan vape ini digadang-gadang jauh lebih aman dibanding rokok konvensional dengan berbagai alasan seperti lebih sedikitnya kadar nikotin yang terkandung, metode penggunaan uap yang lebih aman dibandingkan asap, dan tidak menimbulkan resiko berbahaya baik bagi perokok aktif maupun pasif. Alat yang dapat diisi ulang dengan cairan yang memiliki beraneka cita rasa dan aroma dapat menambah sensasi kenikmatan penggunaan vape Dengan pemikiran dan alasan seperti itulah tidak mengejutkan apabila pengguna vape kini semakin marak dikalangan masyarakat, khususnya masyarakat Bali. Namun apakah ini merupakan solusi dari masalah rokok yang selama ini kita bicarakan?

Faktanya justru berbeda, Norman Edelman, kepala medis dari American Lung Association mengatakan bahwa pernyataan bahwa vape lebih aman belum cukup valid karena efek jangka panjang vape belum diuji secara klinis. Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Profesor Hasbullah Thabrany, menegaskan bahwa vape sama bahayanya dengan rokok biasa. Rokok dalam bentuk apa pun sejauh memiliki nikotin tetap saja bersifat adiktif dan berbahaya bagi kesehatan.

Menurut WHO, uap dari vape mengandung zat kimia berbahaya yang dapat menimbulkan polusi udara. Selain itu BPOM menyatakan bahwa vape mengandung nikotin cair dan bahan pelarut propilen glikol, dieter glikol, dan gliserin. Jika semua bahan itu dipanaskan akan menghasilkan senyawa nitrosamine dimana senyawa tersebut dapat menyebabkan kanker. Seperti kita ketahui selama ini, nikotin dapat menimbulkan rasa ketagihan, merusak paru-paru seperti rokok pada umumnya, meningkatkan kadar denyut nadi, dan juga memperlambat sistem saraf. Bahkan di Indonesia, Bali Tobacco Control Initiative (BTCI) beserta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah memperingatkan keras kepada masyarakat bahwa rokok elektrik yang beredar di pasaran adalah produk ilegal dan belum terbukti keamanannya.

Vape memang tidak menghasilkan asap seperti hasil pembakaran pada rokok tembakau, melainkan uap. Namun yang perlu digarisbawahi, vape juga tetap memberikan efek terhadap orang lain (second hand smoke), mengingat penggunaan vape ini menghasilkan emisi partikel halus nikotin dan zat-zat berbahaya lain ke udara. Nikotin dapat menimbulkan penyakit kanker paru, kanker mulut dan tenggorokan, penyakit jantung, cacat janin, dan keguguran. Sedangkan propilen glikol, yang kerap dipakai pewarna dan pemanis, dapat menimbulkan iritasi bila dihisap. Selain itu pernah juga ditemukan beberapa zat lain seperti nitrosamin yang berfungsi sebagai pemberi rasa ternyata juga bisa menyebabkan kanker. Berdasarkan tes yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), beberapa produk vape juga mengandung dietilen glikol, zat kimia yang biasa digunakan sebagai racun. Beberapa penelitian menemukan bahwa vape dapat memicu inflamasi dalam tubuh, infeksi paru-paru dan meningkatkan risiko asma, stroke, serta penyakit jantung. Dan bagi orang disekitarnya, uap yang dihasilkan dalam jumlah banyak oleh vape ini sangat mengganggu kenyamanan dan menimbulkan polusi.

Sekitar bulan Desember tahun 2015, netizen sempat dihebohkan dengan beredarnya video beberapa anak berumur 11 tahun sedang menggunakan vape. Terlebih lagi, baru-baru ini di Bali telah terjadi kejadian mengenaskan akibat ulah rokok elektrik ini. Dimana seorang pria mengalami luka bakar di bagian dada, luka robek di kelopak mata kanan serta jari tengahnya. Vape yang dianggapnya memberikan kenikmatan tiba-tiba meledak dan mengakibatkan luka dikujur tubuhnya. Bahkan sebagian baju dan celana yang dikenakan hangus terbakar. Akibat kejadian ini, status keamanan vape makin dipertanyakan.

Hingga kini status keamanan dan dampak jangka panjang penggunaan vape masih diperbincangkan karena klaim dari produsen belum sepenuhnya terbukti. Melalui artikel ini saya mengajak kepada seluruh masyarakat Bali untuk menjadi konsumen yang bijak dalam memilih produk yang aman bagi tubuh kita. Selain melihat efektivitanya kita juga harus melihat efek samping dari penggunaan vape ini. Memang dengan vape ini banyak orang sudah berhenti merokok, tapi disisi lain mereka kini berubah menjadi pecandu vape yang pada dasarnya tetap memberikan dampak negatif bagi kesehatan. Selain itu, masalah yang lebih besar muncul karena generasi-generasi muda yang awalnya tidak perokok malah ikut terbawa arus tren ini. Bayangkan jika generasi mudanya saja tidak bisa menjaga kesehatan, bagaimana Negara ini bisa berjalan? Vape bukanlah solusi terbaik dalam menghilangkan kebiasaan merokok. Bukannya menekan bahaya rokok, malah memperbanyak pasukan pecandu. Walau dengan rupa yang berbeda, namun rokok tetaplah rokok bukan?

Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menghentikan kebiasaan merokok diantaranya yaitu menyibukan diri dengan hal-hal positif seperti berolahraga, sehingga kita lupa untuk merokok. Kita juga dapat mengganti rokok dengan permen, menjauhi hal-hal yang memicu keinginan untuk merokok, dan lain sebagainya. Tapi yang terpenting dari semua itu adalah keinginan dari dalam diri sendiri untuk berhenti merokok, karena dengan komitmen yang kuat dari dalam diri sendiri kebiasaan merokok bahkan yang telah menjadi perokok berat pun bisa dihentikan. Jadi semua ini bergantung pada pilihan masyarakat, khususnya generasi muda. Apakah masih ingin menjadi para pengikut yang termakan tren? Ataukah mencoba berpikir kritis dan bijak dalam memilih life style yang beredar di masyarakat?

 

Reference :

 

  • Alodokter. 2015. Apakah Rokok Elektrik Aman. Diakses pada 8 Juni 2016-http://www.alodokter.com/apakah-rokok-elektrik-aman
  • BPOM. 2015. Bahaya Rokok Elektronik, Racun Berbalut Teknologi. Diakses pada 8 Juni 2016- http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0515.pdf
  • Tanuwihardja, Reza Kurniawan. 2012. Rokok Elektronik (Electronic Cigarette). Diakses pada 9 Juni 2016- http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdf
  • Sim, Johannan. 2015. Wah 11-year old Msian kids vaping? Maybe we should ban vape now?. Diakses pada 13 Juni 2016-http://cilisos.my/wah-11-year-old-msian-kids-vaping-maybe-we-should-ban-vape-now/
  • Sadnyari, Ida A M. 2016. Kasus Rokok Elektrik Meledak di Bali Resahkan Netizen, ‘Ngisepnya Jadi Parno Duluan’. Diakses pada 13 Juni 2016-http://bali.tribunnews.com/2016/04/15/kasus-rokok-elektrik-meledak-di-bali-resahkan-netizen-ngisepnya-jadi-parno-duluan