“Karang awak” yang sedang hangat-hangatnya digaungkan di Bali karena diangkat menjadi tema PKB ke XXXVIII perlu kita maknai kembali sebagai orang Bali. Karang awak yang terdiri dari 2 kata yaitu “karang” yang berarti tanah dan “awak” yang berarti diri sendiri memiliki makna mencintai tanah kelahiran yang merupakan representasi dari rasa cinta kepada tanah air, tanah pertiwi, tanah Bali. Tapi apakah kita benar-benar telah memaknai “karang awak” tersebut?

“Karang awak” merupakan bait geguritan Selampah Laku karya Ida Pedanda Made Sidemen “tong ngelah karang sawah, karang awake tandurin” yang berarti “karena tak memiliki tanah sawah, bersawahlah di dalam diri sendiri”. Kutipan ini memiliki makna yang sangat dalam yaitu walau kita tidak memiliki tanah untuk dibajak, namun kita memiliki tanah maha luas yang tidak akan habis dibajak yaitu diri kita sendiri. Boleh saja kita miskin harta benda namun kita memiliki kekayaan yang tak ternilai yaitu kompetensi dalam diri yang terus dapat diperbaiki dan diisi.

Dua makna karang awak sebagai potensi dalam diri dan lahan fisik yang kita pijak. Memang tidak salah bagaimana kita memaknainya, yang salah sekarang ini adalah perubahan ”karang awak” menjadi “ngadep karang”. Bukannnya “nandurin karang awak” (menggarap tanah sendiri) namun banyak oknum seperti maklar tanah maupun masyarakat yang menjual tanah mereka kepada masyarakat pendatang maupun investor.

Bila membicarakan tanah di Bali kita tidak dapat lepas dari adat dan budaya. Adanya awig-awig/hukum adat yang mengikat juga masalah agama dan etnis. Orang Bali sendiri juga merupakan etnis yang sangat terikat dan mencintai tanah kelahiran yaitu pertiwi sebagai ibu yang merupakan warisan. Namun saat ini sawah dan ladang yang beralih fungsi menjadi perumahan, ruko, tempat pariwisata modern yang semakin menghimpit penduduk asli Bali dan sang Hyang Aji. Pura-pura terhimpit dan tergusur dari stananya. Coba kita pikirkan bila kita menjual tanah dengan pura kita didalamnya apakah orang yang membelinya tetap akan bersembahyang disana, mungkin iya mungkin juga tidak. Bagaimana bila pura tersebut dirobohkan begitu saja. Lalu kemana perginya leluhur, dewa, Tuhan kita saat pura, pamerajan, tugu, padmanya digusur? Bali akan semakin kehilangan taksunya. Degradasi budaya pun semakin menjadi-jadi padahal khas dari Bali adalah seni budaya dan adatnya.

Tanah Bali yang diperjuangkan mati-matian mempertaruhkan jiwa dan raga oleh leluhur kita, tak takut melawan penjajah yang ingin meruntuhkan benteng Bali. Namun hari ini kita terjajah di bumi kita sendiri. Tanah yang merupakan warisan dengan mudahnya dialih fungsikan dan dialih tangankan. Orang Bali tinggal di kontrakan dan kostan karena tidak sanggup membeli tanah yang semakin mahal harganya, sedangkan orang yang memiliki tanah menjual tanahnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bukannya menggarap lahan miliknya, menyemai dan menuai hasil tanah sendiri. Malah investor dan penduduk urbanlah yang menikmati kekayaan Bali. Ya memang tidak dapat disalahkan.

Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang tinggi tidak diingbangi dengan penyediaan lahan pemukiman yang memadai. Masyarakat Bali memang tergolong konsumtif dan haus akan hiburan terutama anak mudanya, saat lahan pertanian diubah menjadi pertokoan dan mall-mall seakan diterima begitu saja dengan senang hati. Modernisasi dalam arus globalisasi agar tetap kekinian. Ya modernisasi di Bali memang memiliki sisi positif dan negatif dan akan terus berkembang seiring pertumbuhan manusiannya.

Berdasarkan penelitian Kelompok Kerja Krisis Nominee Indonesia (K3NI) diketahui sebanyak 50 ribu Warga Negara Asing (WNA) merupakan pemilik properti dan tanah di Pulau Bali namun atas nama yang disamarkan/ilegal. Padahal, berdasarkan peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang RI sangat jelas melarang orang asing memiliki tanah di Indonesia. 10.500 bidang tanah yang dari skala kecil hingga hektaran yang mengalami kasus nominee. Dengan nilai diperkirakan mencapai 10,4 Milyar US Dollar atau setara dengan 109,2 triliun rupiah.

Ribuan kapling tanah yang tersebar di seluruh Bali dengan tulisan DIJUAL dan tak jarang menyebabkan sengketa dan konflik adat baik karena penyebab sederhana hingga kompleks. Perpecahan antar umat dan antar penduduk asli Bali yang menyebabkan kerugian harta benda bahkan juga nyawa. Salah satu konflik yaitu kasus sengketa tanah negara seluas 23,5 hektare yang telah dikuasai investor di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung akibat permalsuan surat.

Bila membicarakan tanah di Bali memang banyak pertanyaan muncul yang harus dijawab. Banyak masalah dan tantangan yang harus diselesaikan bersama sebagai warga Bali. Masalah-masalah ini perlu mendapat perhatian serius Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) selaku pihak yang berwenang di bidang pertanahan bersama pemerintah dan segenap masyarakat. Peraturan dan awig-awig adat harus ditegakan. Dan yang terpenting adanya kesadaran akan makna dan pengaplikasian “karang awak” dengan memperbaiki diri dan menjaga bumi ini yang merupakan tanggung jawab bersama. Hal lain yang perlu kita ingat adalah masalah tanah ini bukan hanya milik kalangan tua tapi juga muda. Saat kita berpikir ke depan, bila tanah kita habis maka dimana kita akan berpijak esok dan dimana anak kita akan hidup nantinya. Giat-giatlah kita memupuk karang awak, diri kita agar menjadi manusia berkarakter yang cerdas dalam mengolah karang awak, tanah kita untuk kehidupan selanjutnya.

 

“Perbaiki hari kemarin, lakukan hari ini, rencanakan hari esok.

Karna karma lampau menentukan takdirmu kini,

karma kini menentukan takdirmu esok.”

 

reverensi :

www.antaranews.com DPRD Bali Telusuri Sengketa Lahan Investor Ungasan

www.bali.tribunnews.com 'Karang Awak: Mencintai Tanah Kelahiran', PKB Tahun Ini Digelar Mulai 11 Juni

www.balisaja.com "Karang Awak" dan Kompetensi Manusia Bali

www.BeritaBali.com Ribu Warga Asing Miliki Propertdi Bali Senilai Rp 109 Triliun

www.dpd.go.id I Wayan Sudirta Menjadi Koordinator TimPenyelesaian Kasus Tanah Negara di Desa Ungasan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali

www.google.com 65tanahdijual.jpg

www.nusabali.com "karang awak' tema PKB 2016