Bali ibarat seorang gadis cantik yang sangat memikat hati. Pesona Bali dengan unggulan pariwisata budayanya selain favorit bagi wisatawan, namun juga menjadi idaman bagi para penanam modal untuk berinvestasi maupun para pekerja atau pencari nafkah,dan orang – orang berbondong – bonding datang ke Bali.
Pada akhir tahun 2014 Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat jumlah penduduk di bali sebanyak 4.104.900 jiwa, dengan menunjukkan trend yang meningkat setiap tahun. Fakta lainnya yaitu kapasitas bandara internasional Ngurah Rai diperbesar dari 7 juta penumpang/ tahun menjadi 25 juta penumpang/tahun yang secara langsung menandakan bahwa permintaan perjalanan ke Bali meningkat.
Perkembangan pariwisata Bali menyebabkan perekonomian, kesejahteraan masyarakat, perkembangan infrastruktur, dan pendapatan daerah meningkat. Tapi apakah indikator berhasilnya sebuah pengembangan hanya semata berkaitan dengan nilai ekonomis?
Prinsip pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata disamping layak secara ekonomi, namun juga mesti didukung oleh daya dukung lingkungan dalam waktu yang berkepanjangan. Kalau kita selisik lebih dalam, dampak dari peningkatan jumlah manusia secara langsung salah satunya adalah meningkatnya kebutuhan air bersih atau dengan kata lain meningkatkan absorbsi air dalam tanah. Hasil studi yang dilakukan oleh University of Notre Dame pada tahun 2014 menyatakan bahwa pariwisata Bali menelan sekitar 3 juta liter air per hari. Kondisi ini terus meningkat mengingat target kuantitas kunjungan pariwisata juga terus ditingkatkan. Air tanah Bali menjadi rebutan dari sektor pariwisata, perusahaan air minum, permukiman penduduk, dan pertanian.
Bagaimana dengan daya dukung lingkungan dalam menyediakan air? Banyak artikel yang muncul di media massa yang memperingatkan tentang Bali berpotensi menghadapi krisis air tanah. Sedangkan air adalah sebuah komponen yang sangat vital guna menunjang kehidupan. Menurut Yayasan IDEP Selaras Alam yang bekerjasama dengan Politeknik Negeri Bali dalam paparannya tentang Program Penyelamatan Air Tanah Bali menyebutkan bahwa tantangan kondisi air tanah yang dihadapi bali diantaranya yaitu permukaan air tanah turun sampai 50 meter di beberapa lokasi dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun khususnya di Bali selatan; 60 % Daerah Aliran Sungai dinyatakan mengering (data BLH tahun 2011); Danau Buyan yang merupakan cadangan air terbesarkeduadibalimenurun 3,5 meter dalam 3 tahun (Forgatty, 2007) dan 5 meter ditahun 2012; cadangan air tanah Bali menipis tersisa 20% atau bahkan kurang dan dikawatirkan akan terjadi krisis ekologi sebelum tahun 2020 jika situasi tidak diperbaiki sekarang.
Apa jadinya jika Bali krisis air? Sektor pertanian akan lumpuh, kenyamanan hidup akan menurun yang secara langsung akan berdampak buruk bagi pariwisata Bali, interusi air laut, dan sebagainya. Buat apa kita hidup bergelimpangan materi jika kita tak punya air untuk diminum? Jika itu terjadi, Bali akan ditinggalkan. Ibarat sapi perah yang diperas susunya lalu ditinggalkan, bahkan ia tak punya air untuk ia minum sendiri.
Gambar :Peta Ketersediaan dan Tingkat Absorbsi Air Tanah
Kita mesti menyadari bahwa apapun usaha yang kita lakukan tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup kita dalam waktu yang berkepanjangan di mana semuanya terakomodir mulai dari perihal ekonomi, sampai kepada kelestarian lingkungan hidup kita saat ini dan untuk generasi mendatang. Demikian juga dengan pengembangan Bali, hal yang perlu kita jadikan margin adalah pengembangan Bali agar tetap memperhatikan daya dukung (carrying capacity) lingkungan, jangan sampai melampauhi.
Apa yang bisa kita lakukan? Permasalahan potensi krisis air ini harus segera ditangani jangan kita menunggu situasi yang mengharuskan kita melakukan program pemulihan yang menelan biaya yang besar. Secara garis besar ada dua hal yang bisa kita lakukan yaitu:
Efektifkan konsumsi air. Gunakan air seperlunya, matikan keran bila tidak perlu. Bila semua dari kita bisa berhemat 1 liter saja per hari, dikalikan jumlah penduduk Bali maka dengan perhitungan sederhana kita dapat menghemat sekitar 4.104.900liter/hari hampir setara dengan 1 kolam renang olimpiade.
Buat sebuah penampungan air hujan, yang dapat dipakai untuk menyiram tanaman, mencuci baju ataupun kendaraan. Meskipun input air sifatnya musiman saat hujan, namun dengan ditampung dan dimanfaatkan adalah lebih baik jika dibiarkan hilang begitu saja ke sistem drainase.
Lalu coba kita perhatikan lingkungan kita, bagaimana kondisi lahan resapan air hujan? Perubahan bentang alam dari lahan hijau menjadi permukiman atau sarana akomodasi memperkecil lahan resapan air hujan apalagi halaman yang ditutupi dengan bahan yang kedap air seperti paving, beton, atau batu sikat. Hujan yang turun, hampir tidak dapat meresap ke tanah dan langsung terbuang ke sistem drainase yang berakhir di laut. Absorbsi air tanah terus meningkat sedangkan lahan resapan air berkurang, hal ini turut memperbesar potensi terjadi krisis air. Untuk pembangunan sarana akomodasi, Semestinya saat pengurusan perijinan maupun pembangunan dilakukan pengawasan ketat yang memastikan tersedianya ruang yang cukup untuk lahan peresapan air hujan dan menjadikan hal ini sebagai poin vital yang mesti dipenuhi. Hal tersebut juga berlaku untuk halaman rumah kita. Gunakan penutup halaman dengan bahan yang tidak kedap air seperti batu koral, rumput, atau paving blok rumput.
Untuk lahan yang sudah terlanjur kedap air, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan teknologi biopori. Teknologi biopori dicetuskan oleh Dr.Kamir R Brata, salah satu peneliti dari Institut Pertanian Bogor. Teknologi ini sederhana, dengan membuat lubang dengan diameter sekitar 10 cm dengan kedalaman 1 meter. Ke dalam lubang tersebut dimasukkan sampah organic yang lama kelamaan akan terurai menjadi kompos dan merangsang adanya pori pori tanah akibat aktivitas akar dan hewan seperti cacing. Dengan adanya lubang biopori dan pori–pori tanah yang timbul, selain menyuburkan tanah diharapkan area resapan air hujan meningkat mengingat sudah banyak permukaan tanah ditutupi dengan bahan yang kedap air seperti paving dan semen. Dengan ini dan apalagi bisa dilakukan di setiap rumah tangga, kita sudah membantu untuk menjaga cadangan air tanah Bali. Terbukti pada bulan Juni 2015 Pemprov Bali melakukan program 1000 biopori yang sebagai bentuk kegiatan untuk menyikapi terbatasnya lahan resapan serta penggunaan air tanah yang berlebihan di beberapa daerah.
Gambar :Ilustrasi Lubang Biopori
Krisis air adalah masalah besar, jangan biarkan masalah ini menyerang Bali. Kita mulai dari diri kita sendiri dan lingkungan terdekat. Seperti Analogi : Mengubah diri sendiri terlebih dahulu (sadar diri), dengan begitu kita bisa mengubah dunia. Kita jaga Bali, demi Ajegnya Bali untuk kita dan agar generasi mendatang tetap dapat menikmati Bali yang lestari.
WE LOVE BALI.
Oleh :
Ni Luh Puspita Adnyani
Jegeg Badung 2015
Referensi :
http://bali.bps.go.id/ Diakses pada 19 Juli 2015
http://bali.bisnis.com/read/20150619/1/52488/pemprov-bali-luncurkan-gerakan-1.000-biopori Diakses pada 19 Juli 2015
http://www.idepfoundation.org/bwp Diakses pada 19 Juli 2015
http://www.angkasapura1.co.id/detail/berita/daya-tampung-bandara-i-gusti-ngurah-rai-menjadi-yang-terbesar-di-indonesia-saat-ini Diakses tgl 19 juli 2015
http://www.biopori.com/resapan_biopori.php Diakses pada 20 Juli 2015
http://science.nd.edu/undergraduate/minors/sustainability/capstone-projects/2014/asbury/ Diakses pada 20 Juli 2015
Komentar