Bali merupakan salah satu tujuan pariwisata dengan alamnya yang indah yang menjadi tempat favorit para wisatawan. Salah satu tujuan berwisata ke Bali adalah subak. Subak merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan yang ada di Bali yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan untuk cocok tanam padi di Bali. Setiap subak di Bali memiliki sebuah pura yang disebut dengan Pura Ulun Carik atau Pura Dugul. Pura Dugul ini dibangun oleh para pemilik lahan maupun petani yang diperuntukan bagi Dewi Kemakmuran yakni Dewi Sri. Saat ini, seiring dengan perkembangan jaman serta kebutuhan ekonomi masyarakat yang terus meningkat, keberadaan subak di Bali kian terkikis dengan adanya alih fungsi lahan yang menjadikan subak sebagai lahan untuk perumahan maupun industri lainnya. Semakin banyaknya alih fungsi lahan ini, menyebabkan jumlah krama subak, pengempon pura menyusut tiap tahunnya.

undefined

Sumber Gambar

Dengan masalah ini, sampai dengan saat ini belum ada solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Salah satunya di kabupaten Bangli, dimana terdapat salah satu Pura Subak yakni Pura Bukit Jati. Masalah ini sering diperbincangkan oleh masyarakat setempat, namun sama saja, masalah ini belum dapat diselesaikan. Tidak hanya di satu tempat, masalah ini juga ditemukan di Subak Uma Aya, Dusun Sidawa, Kelurahan Bebalang, Kabupaten Bangli. Oleh karena semakin banyaknya ditemukan alih fungsi lahan pada subak ini, diharapkan seluruh pihak baik warga subak itu sendiri ataupun pemerintah daerah menjaga keberadaan subak di Bali. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian pura serta pengemponnya.

Namun hal ini memerlukan perhatian khusus terutama para pemilik lahan subak itu sendiri. Seperti yang kita ketahui, saat ini kebutuhan ekonomi masyarakat di Bali semakin meninggi. Dengan potensi keindahan alam serta pariwisatanya, para investor tertarik untuk memiliki lahan di Bali khususnya pada daerah subak. Selanjutnya lahan tersebut sebagian besar dijadikan kawasan villa, perumahan, maupun kawasan industri. Sehingga banyak pemilik lahan subak di Bali, rela menjualkan lahan subaknya kepada investor tersebut guna mendapatkan uang yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini juga didukung dengan harga lahan yang semakin meningkat tiap tahunnya.

Jika semakin banyak pemilik lahan subak menjual lahannya kepada investor, maka tidak menutup kemungkinan para pengempon maupun pengurus subak yang mengurus Pura Dugul tersebut menurun sangat pesat tiap tahunnya. Tidak menutup kemungkinan, jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya solusi yang tepat, maka keberadaan subak di Bali sebagai warisan budaya akan menurun bahkan musnah. Maka dari itu diperlukan kesadaran tinggi baik pihak masyarakat maupun pemerintah untuk menjaga kelestarian subak yang ada di Bali. Saat ini, peraturan maupun awig-awig yang ada di Subak sudah mulai kehilangan eksistensinya. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang memiliki lahan subak menjual lahannya kepada investor baik lokal maupun asing, maka dapat dibuktikan bahwa awig-awig subak tersebut masih sering dilanggar.

Masalah lain yang mengancam keberadaan subak di Bali adalah adanya aturan bahwa tidak boleh membangun bangunan yang tinggi, akibatnya pembangunan bangunan tersebut cenderung memanjang, sehingga memerlukan lahan yang lebih luas dan lebih banyak. Jika pembangunan bangunan semacam ini dilakukan dilahan subak, dapat dibayangkan berapa luas lahan subak yang digunakan untuk pembangunan. Tidak dipungkiri jika hal ini terus berlanjut maka semakin lama, luas subak di Bali semakin berkurang. Mengingat subak merupakan salah satu pendukung berkembangnya sektor pariwisata di Bali, maka keberadaan subak di Bali sangat berpengaruh terhadap jumlah wisatawan. Jika keberadaan subak di Bali semakin berkurang, secara otomatis, jumlah wisatawan yang datang pun kian berkurang. Selain itu dengan berkurangnya jumlah wisatawan yang ingin melihat budaya pertanian di Bali khususnya subak, juga memengaruhi pendapatan industri wisata masyarakat.

Selain itu dampak dengan berkurangnya luas subak akibat alih fungsi lahan ini, paling dirasakan oleh para petani. Dengan berkurangnya lahan subak yang dijadikan sebagai lahan untuk menanam padi, maka para petani secara perlahan mulai kesulitan untuk menemukan lahan untuk menanam padi maupun bercocok tanam. Jika hal ini terus berlanjut maka akan membawa dampak terhadap hasil panen yang dihasilkan. Seperti jumlah beras yang dihasilkan semakin berkurang, akibat lahan untuk menanam padi sendiri sudah berubah menjadi lahan perumahan maupun industri.

Terlepas dari berbagai masalah yang ada di subak di Bali, masih ada salah satu subak yang tetap terjaga kelestariannya, yakni Subak Jatiluwih di Tabanan. Jatiluwih merupakan salah satu objek pariwisata dengan panorama sawahnya yang indah. Berkat keindahan alamnya, Jatiluwih dijadikan sebagai cagar budaya dunia oleh badan dunia UNESCO. Hal ini dikarenakan pengelolaan Subak Jatiluwih masih sangat bagus, sehingga dengan sangat mudah dapat menarik perhatian wisatawan untuk datang berkunjung ke Subak Jatiluwih. Pengelolaan Subak Jatiluwih didukung penuh oleh seluruh komponen masyarakat sehingga kelestarian Subak Jatiluwih masih sangat terjaga. Selain itu adanya daya tarik lain di Subak Jatiluwih, dengan disediakannya wahana seperti rafting, tracking, dan lain-lain yang dikelola dengan baik, menambah ketertarikan wisatawan terhadap Subak Jatiluwih ini.

Menurut saya, solusi utama yang dibutuhkan dalam menangani masalah ini adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian subak itu sendiri. Menumbuhkan kesadaran masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan berbagai hal, salah satunya sosialisasi, dimana di dalam sosialisasi tersebut dapat diberitahukan betapa pentingnya subak sebagai aset wisata di Bali, serta pentingnya subak terhadap berbagai pihak seperti petani hingga sektor pariwisata. Selain itu dalam sosialiasi, masyarakat dapat diberi tahu akan dampak-dampak negatif yang muncul jika alih fungsi lahan subak terus terjadi. Kesadaran masyarakat begitu penting karena bagaimanapun, jika hanya mengandalkan awig-awig tanpa dibarengi dengan kesadaran masyarakat tentu saja tidak maksimal terhadap pelestarian subak ini. Selain kesadaran masyarakat, juga dibutuhkan pengkanjian lebih lanjut mengenai awig-awig maupun sanksi yang berlaku di setiap desa pekraman yang bersangkutan.

Jadi, begitu besar dampak dari berkurangnya lahan pertanian  di Bali sehingga menimbulkan banyak pihak yang dirugikan dan sangat disayangkan apabila sampai melupakan pariwisata Bali yang menerapkan atau berdasarkan pada Konsep “Tri Hitta Karana”.  Penting bagi kita selaku masyarakat Bali menjaga keutuhan serta kelestarian pura ulun carik atau pura dugul tersebut karena seperti yang saya paparkan diatas pura dugul merupakan tempat pemujaan bagi dewi kemakmuran yaitu Dewi Sri. Begitu besar dampak dari pengalihan lahan subak di Bali terhadap pangempon pura Dugul, masih banyak hal yang perlu diperhatikan oleh pihak pemerintah pusat maupun daerah serta pengurus desa pekraman seperti awig-awig yang berlaku serta sanksi yang dikenakan bagi pihak pelanggarnya, efektifitas dari awig-awig serta sanksi tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian serta kesejahteraan masyarakat di Bali khususnya.

 

Reference:

Sumber Referensi