Pernahkah kita mendengar istilah kekinian? Ya, tentu saja. Kita saat ini sedang berada dan hidup di zaman kekinian, zaman dimana berbagai macam trend sudah banyak berkembang yaitu diantaranya trend gadget mahal, gaya bahasa gaul, hingga gaya berpakaian yang semakin hari semakin modern dan bergaya kebarat-baratan. Saya sendiri sebagai generasi muda yang hidup di Bali sangat merasakan berbagai macam perubahan yang sangat besar, terutama di bidang teknologi. Semakin maju dan modern nya zaman ini membuat kita mau tidak mau harus mengikuti kemajuannya. Tapi haruskah kita secara perlahan meninggalkan budaya yang turun-temurun sudah ada sebelum zaman modern ini berkembang seperti sekarang? Dan benarkah keputusan kita untuk mengutamakan gengsi dibandingkan dengan menjaga budaya yang sudah hidup bersama kita sejak dahulu? Akulturasi budaya barat! Itulah realitas sosial yang dirasakan remaja Bali saat ini.

Semakin hari bila saya mengamati kembali, remaja di Bali semakin banyak mengikuti trend kebaratan-baratan yang saat ini sedang gencar-gencarnya diburu demi memiliki gelar Anak Gaul dan Eksis di Bali. Padahal mereka sebenarnya secara tidak sadar sudah mulai meninggalkan budaya asli dan kebiasaan mereka sebelum mengikuti perkembangan zaman yang sangat pesat ini. Kebanyakan remaja ikut-ikutan agar bisa menjadi anak gaul dan eksis di masa ini, dan mereka juga kebanyakan enggan apabila dikatakan sebagai remaja yang salah gaul dan kudet (kurang update). Gadget super update pasti akan diburu untuk mengangkat gengsinya dan menjadi anak gaul masa kini. Harga gadget sekarag bukan main harganya, yaitu sekitar 4 juta keatas. Bermodalkan gadget mahal dan super update ini, mereka akan mulai memantau dan melihat-lihat gaya kekinian seperti apakah yang akan mereka ikuti dan dinilai cocok untuknya.

Hal menurut saya paling banyak berubah di zaman modern ini adalah gaya berpakaian para remaja Bali saat ini. Bila kita amati gaya berpakaian yang digunakan oleh remaja saat ini sudah sangat berubah. Remaja Bali masa kini biasanya memiliki gaya berpakaian yang lebih terbuka dan sangat mengikuti budaya kebarat-baratan. Coba kita renungkan kembali, dulu sebelum adanya zaman kekinian seperti sekarang, adakah remaja Bali yang dengan ‘berani’ menggunakan pakaian terbuka seperti bikini dan mempostingnya di media sosial? Tentu saja jarang, bahkan hampir tidak ada. Lain halnya dengan hari ini, trend penggunaan bikini memang sudah biasa kita lihat, dan tidak sedikit remaja Bali dengan bangga mengikuti dan memamerkan penggunaan busana terbuka ini di media sosial.

Tidak hanya penggunaan bikini, modernisasi juga berdampak langsung pada penggunaan busana adat kepura, terutama kebaya remaja putri. Bila kita bandingkan kembali ke zaman dulu, bukankah pemakaian busana kepura harusnya tertutup dan sopan? Namun nyatanya, dengan adanya modernisasi dan trend kekinian ini penggunaan busana kepura juga mengalami perubahan.

undefined

(Sumber : http://2.bp.blogspot.com/-mPKVArbJKNo/VPaKb6UDxOI/AAAAAAAAAxY/vOogj6_Y-Yg/s1600/wah1.jpg)

Semakin hari busana kepura yang digunakan untuk sembahyang semakin terbuka dan tentu saja kita tahu kalau busana yang ‘terbuka’ tidaklah sopan bila digunakan untuk ke tempat persembahyangan. Perubahan ini sudah sangat banyak kita temui seperti penggunaan kamen yang seharusnya menutupi mata kaki, namun saat ini panjangnya hanya mencapai sebatas lutut. Perubahan busana ini memang tidak bisa kita salahkan, tetapi saran saya sebagai remaja yang juga sedang hidup di zaman kekinian ini, kita sebaiknya mengkondisikan pemakaian busana kebaya yang agak terbuka ini, seperti contohnya menggunakannya pada saat kondangan ke acara pernikahan atau metatah, sehingga pada saat acara persembahyangan, kebaya atau pakaian yang kita gunakan tetap sopan.

Modernisasi dan trend kekinian memang sudah sangat menjamur dan menguasai remaja kita di Bali saat ini. Namun, kita sebagai generasi muda harus pintar-pintar untuk memilah dan memilih mana hal yang baik untuk ditiru, dan yang mana tidak. Tidak ada larangan untuk mengikuti trend kekinian ini, namun setidaknya kita tidak meninggalkan budaya asli kita, bukan? Akulturasi, agar kembali pada hakikatnya yaitu ‘perpaduan 2 budaya tanpa menghilangkan kebudayaan asli’, maka kita harus tetap menjaga budaya asli kita. Mari bersama-sama sebagai generasi muda di Bali menjaga budaya dan tidak membiarkan budaya lain lebih menguasai daripada budaya asli kita sendiri, karena kita sebagai pewaris budaya Bali harus yakin bahwa modernisasi tidak akan bisa menenggelamkan budaya milik kita sendiri.

 

Sumber :

https://scontent.cdninstagram.com/hphotos-xaf1/t51.2885-15/e15/10561104_1636465743248825_1377941478_n.jpg

http://hai-online.com/var/gramedia/storage/images/hai/feature/stuffs/cara-membuat-instagraminhand-biar-kekinian/18905340-1-ind-ID/Cara-Membuat-InstagramInHand-Biar-Kekinian_haibaru650x431.jpg