Pendidikan yang sebenarnya masih menjadi pencarian bagi bangsa Indonesia, apa yang harus dilakukan agar manusia Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Penerapan sistem pendidikan yang semakin gencar dilakukan pemerintah membuat semua elemen pelaksana pendidikan menanti sistem yang konsisten dan benar-benar relevan untuk dilaksanakan.

Masih hangat sehangat godoh pisang, tahun ajaran ini sudah mulai dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia, bersamaan dengan semarak Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 69 adalah kurikulum 2013 (K-13). Iklannya pun semakin menggebu di beberapa media televisi nasional untuk menyemangati pelaksana kurikulum K-13 namun masih ‘remang-remang’ apa maksud dari iklan tersebut.

Sepanjang abad ini mungkin dekade ini yang paling sering mengganti kurikulum, dengan berbagai alasan yang bisa dibilang masuk akal namun benar atau tidak sampai saat ini mungkin belum ada yang tahu kebenarannya. Perbincangan yang sepanjang hari masih membingungkan bagi para pelaksana kurikulum pelaksanaannya terbilang terlalu tergesa-gesa

Sebelum implementasi K-13 dilaksanakan di Bali telah dilaksanakan Bintek untuk kepala sekolah dan guru masing-masing tingkat pendidikan mulai dari SD sampai SMA/SMK baik swasta maupun negeri. Untuk di Buleleng tingkat SMK sudah dilaksanakan selama 4 hari dengan pembimbing yang masing-masing mata pelajaran disesuaikan. Pelaksanaannya pun lebih tepat sebagai ajang untuk sharing tentang pelaksanaan K-13 dari pemateri dan guru dari sekolah yang sudah menerapkan sebagai uji coba.

Apa yang didapat? Munafik rasanya kalau kita katakan yang kita dapat hanya ilmu saja, capek lelah dan pusing sudah pasti semua guru pasti merasakan itu namun ada beberapa catatan tentang K-13 yang mengganjal di hati para guru, bukan hanya Tenaga Guru Honor tapi juga PNS.

  1. Pedoman pelaksanaan yang kurang

Beberapa hal yang tercantum dalam modul tentang K-13 masih sangat minim informasi penjelasan yang diberikan sangat tidak memuaskan dan masih banyak menimbulkan pertanyaan pada saat pelaksanaan karena teori dan praktek sangat jauh.

  1. Terlalu rumit dan kaku

Kurikulum 2013 “mengharuskan” pengajar memiliki jurnal yang sangat otentik dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Ini membuat kewalahan untuk guru dalam menyiapkan segala hal untuk persiapan pembelajaran sedangkan jumlah mengajar mereka ada yang lebih dari 24 jam pelajaran, apalagi banyak guru honor yang memiliki gaji dibawah UMR yang harus mengajar di lebih dari satu sekolah yang tingkatannya berbeda.

Penilaian yang terbilang rumit untuk kelas yang “gemuk” membuat pembelajaran menjadi kaku dan tidak efisien dengan segala kendala yang sebelumnya sudah ada.

  1. Kurang siap

Pemerintah mengimplementasikan K-13 terbilang tergesa-gesa dengan persiapan yang dirasakan terlalu dipaksakan. Buku untuk siswa dan guru sampai saat ini belum 100% diterima setiap sekolah dan beberapa guru merasa kurang siap untuk melaksanakan bukan tanpa alasan pemerintah menyamaratakan pelaksanaan K-13 sementara kesejahteraan guru masih terjadi kesenjangan yang sangat jauh antara PNS dan guru honor.

Bukankah sesuatu yang dipaksakan akan menjadi tidak baik hasilnya, keluhan yang terdengar tidak akan sampai ke mereka yang hanya “tinggal tunjuk” tapi tidak pernah mendengar aspirasi mereka yang tertindas. Untuk guru yang kesejahteraannya terjamin dari pemerintah mungkin bukan masalah yang bisa mereka pikirkan dengan santainya, yang menjadikan masalah adalah mereka guru honor yang mengabdikan diri sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan hidup yang sebenarnya mengabdi untuk negeri.

Kurikulum 2013 memang sangat bagus untuk diimplementasikan karena semua aspek menjadi kriteria penilaian yang dirangkum dalam satu. Pemerintah mewajibkan semua guru melaksanakan K-13 namun tidak pernah memperhatikan mereka (Guru Honor) Membayangkannya saja sangat indah saat dilaksanakan, namun jauh dibalik layar K-13 nasib guru honor tak seindah Kurikulum 2013.