Naik naik ke puncak gunung

Tinggi tinggi sekali

Kiri kanan kulihat saja

Banyak pohon cemara

Lirik lagu anak-anak di atas tentu sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Membuat kita terbayang betapa senangnya saat mendaki sebuah gunung yang begitu indah dengan menyaksikan pemandangan yang menawan. Di Bali ada beberapa gunung yang sudah terkenal indahnya bagi para pendaki seperti Gunung Batur yang terdapat di Kabupaten Bangli kemudian Gunung Agung yang merupakan gunung tertinggi di Bali yang terdapat di Kabupaten Karangasem. Tetapi ada satu lagi gunung yang ternyata baru ditemukan di ibu kota Provinsi Bali yakni Denpasar.

Denpasar punya gunung? Gunung macam apa?

Sebelumnya, apa yang terlintas di benak kita setelah mendengar kata gunung? Pasti yang terbayangkan adalah pemandangan yang indah, udara yang sejuk dan menyegarkan.

Lalu, bagaimana dengan gunung baru yang ada di kota Denpasar? Di manakan tempat munculnya gunung baru ini?

Jika kita melewati jalan menuju Pulau Serangan, akan terlihat tumpukan tinggi yang menyerupai gunung. Ya, gunung baru ini lebih tepatnya adalah tumpukan sampah setinggi kurang lebih lima belas meter di TPA Suwung. Bukan pohon cemara yang terlihat seperti halnya lirik lagu di atas, namun tumpukan sampah yang setinggi pohon cemara. Pemandangan yang kurang sedap lengkap dengan aroma yang cukup menusuk hidung.  Uniknya, ‘gunung’ sampah ini tidak kalah dengan gunung sesungguhnya. Para ‘pendaki’ barang bekas pun ramai memilah-milah sampah untuk dijual kembali ke pengepul.

undefined

sumber: http://kabar24.bisnis.com/read/20160211/79/518268/sehari-thermal-incenerator-process-urai-1.000-ton-sampah

 

Terletak di Desa Suwung Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan. TPA Suwung merupakan TPA terbesar yang ada di Bali dengan total lahan seluas 30 hektare. Kiriman sampah yang masuk ke TPA ini bukan hanya sampah dari Denpasar saja melainkan kiriman sampah dari daerah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan).

Sekitar 1.500 ton sampah masuk setiap harinya namun belum dapat dikelola secara maksimal. Dengan angka yang cukup fantastis, akan jadi seperti apa 5-10 tahun mendatang? Sebelumnya pemerintah telah bekerjasama dengan PT NOEI (Navigat Organic Energy Indonesia) dalam pengelolaan sampah di TPA Suwung. Namun, pemerintah memilih untuk putus kontrak kerjasama dengan PT NOEI karena dinilai gagal dan belum bisa memenuhi kesepakatan sesuai yang dijanjikan. Hal ini menyebabkan beban pemerintah daerah Sarbagita semakin bertambah karena harus mengelola dan menangani sampah sendiri. Manajemen pengelolaan sampah di TPA Suwung yang kurang optimal menyebabkan mangkraknya pengelolaan sampah, sedangkan kiriman sampah dari daerah Sarbagita terus bertambah.

‘Gunung’ baru ini akan terus meninggi apabila kita hanya berdiam diri tanpa adanya tindakan pasti. Akankah kita terus menunggu hingga gunung ini meledak dan memuntahkan limbahnya?

Tentu TIDAK.

Pangkas rata gunungan sampah di TPA Suwung! Memangkas gunungan ini  tidak dengan gampangnya dengan membakar semua sampah begitu saja karena akan menimbulkan polusi besar-besaran, masalah sosial dan banyak permasalahan lingkungan lainnya. Kemudian pertanyaannya adalah bagaimana caranya melenyapkan gunung ini?

Gunungan sampah ini dapat direvitalisasi menjadi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dan menjadikannya sebagai pusat edukasi pengelolaan sampah. Sudah saatnya kita memandang sampah bukan dengan sebelah mata, tetapi juga harus menilik potensi pada sampah yang dapat menjadi alternatif yang terbarukan. Melalui proses pengolahan yang benar, sampah menghasilkan gas metan yang dapat menghasilkan listrik. Sekitar 500-700 ton sampah dapat menghasilkan 7 megawatt listrik yang bisa dimanfaatkan untuk menyediakan listrik kurang lebih 7000 rumah.

Prinsip kerja PLTSa diawali dengan memilih antara sampah yang dapat di daur ulang dan sampah yang tidak dapat di daur ulang. Sampah yang tidak dapat di daur ulang kemudian dibakar menggunakan teknologi pembakaran yang dalam prosesnya dapat berjalan dengan efektif dan aman bagi lingkungan. Suhu panas yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan boiler sedangkan uap panas yang dihasilkan mengandung kandungan gas metan yang digunakan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik. Abu sisa pembakaran bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan jalan, paving block atau bahan bangunan. Yang sangat perlu di perhatikan dalam proses ini adalah teknologi yang digunakan harus teknologi modern yang ramah lingkungan.

Tujuan utama dari PLTSa bukan sebagai penghasil listrik dalam jumlah besar. Listrik yang dihasilkan hanya sebagai bonus yang didapat dari PLTSa. Tujuan utamanya tetap sebagai upaya kita dalam memangkas gunung di TPA Suwung. Selain itu, PLTSa juga diharapkan dapat menjadi solusi dalam permasalahan sampah saat ini.

Berikut ini merupakan tayangan di beberapa Negara yang telah sukses dalam memerangi sampah.

sumber: https://www.youtube.com/watch?v=rOm2POXlXOY

Di samping mencari solusi, penulis juga ingin menekankan bahwa dalam menangani sampah di Bali saat ini, hendaknya mengutamakan upaya pencegahan dan pendaurulangan sampah dengan tujuan untuk mengurangi prosentase sampah yang diangkut dan dikelola di TPA Suwung. Dalam hal ini, masyarakat memiliki kontribusi tinggi untuk berperan aktif dalam penanggulangan sampah. Hal kecil misalnya dengan mengganti plastik belanja dengan tas yang dibawa sendiri dari rumah. Upaya mengurangi plastik ini pun sudah dilakukan pemerintah kota Denpasar, yakni dengan membebankan biaya pemakaian plastik pada pembeli di beberapa swalayan. Di beberapa lokasi, pemerintah pun sudah menyediakan tempat sampah dengan warna berbeda agar kita terbiasa memilah sampah saat membuangnya.  Tanpa disadari, hal ini akan memudahkan dalam pengelolaan sampah yang akan masuk ke TPA nantinya.

Sesungguhnya, hal yang paling utama dan mendasar adalah menumbuhkan kesadaran dari diri kita sendiri. Memulai kebiasaan baik memang tidak mudah, tetapi tidaklah mustahil. Satu atau dua bungkus permen yang sering terbuang sembarang memang nampak sepele. Bayangkan bila seluruh masyarakat bali yang berjumlah4,225 juta orang membuang 1 saja kulit permen tidak pada tempatnya?

Imagine how numbers matter?

Pemaparan  ini dibuat semata-mata untuk menunjukan kepedulian penulis terhadap kondisi lingkungan sekitar. Tulisan ‘Gunung’ ini hendaknya jadi renungan untuk kita semua agar tidak memandang sampah sebagai hal sepele yang bukan-urusan-gue. Melalui tulisan ini pula, penulis mengajak semeton Bali khususnya mbok jegeg dan bli bagus untuk selalu ‘peka’ pada keadaan sekitar. Karena tidak muluk-muluk, kita sebagai generasi muda-lah yang akan menikmati apapun itu benih yang tertanam.