Oleh : Noni Shintyadita (Relawan KISARA PKBI Bali)

 

Remaja memang penuh dengan sensasi ! iya kalau tidak ada sensasi remaja ga eksis kan ? tapi dibalik semua sensasi yang ada di kehidupan kita sebagai remaja tentunya banyak sekali isu-isu hits yang menempa kita. Isu-isu yang dimaksud adalah pelbagai hal yang saat ini menjadi urgensi masa remaja kita. Apa saja itu ? tentunya dari berbagai sektor seperti kesehatan remaja, pergaulan remaja, pendidikan dan juga masalah psikologis remaja.

Kita sebagai remaja nih, tidak boleh menutup mata akan hal tersebut. jangan anggap remaja Indonesia khususnya, baik-baik saja. Yakin ? yuk kita lihat dulu data-data beikut ini. Kemenkes (2014) menyatakan penyumbang angka HIV & AIDS terbesar di Indonesia adalah usia 19-25 tahun which is usia tersebut masih dalam kategori remaja, lalu data dari Survei Terpadu Biologis Perilaku (2015) dari Kemenkes dan KPA Nasional menyatakan bahwa remaja dengan rentang usia 15-24 tahun menyumbang 40% dalam aktivitas seksual pra nikah dan penyalahgunaan NAPZA. Nah, remaja yang sudah aktif dalam melakukan perliaku beresiko ini disebut dengan populasi kunci. Populasi kunci adalah remaja dengan rentang usia 15-25 tahun yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok yang berisiko tinggi terserang virus HIV&AIDS yakni pekerja seks, pengguna napza jarum suntik, LSL (lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki lain) dan waria. Sedangkan remaja yang belum terlibat dalam perilaku beresiko biasanya disebut dengan remaja populasi umum.

Istilah remaja populasi kunci ini bukan digunakan untuk membentuk stigma baru dalam masyarakat ya guys, karena remaja populasi kunci merupakan korban yang harus kita dukung dan pahami dalam upaya penanggulangan HIV&AIDS. Maka dari itu kita harus bekali diri kita sendiri terlebih dahulu atau istilahnya, kita sebagai remaja harus teredukasi secara komprehensif agar dapat berperan aktif dalam penanggulangan angka HIV&AIDS di Indonesia.

 

Apa yang terjadi pada remaja populasi kunci ?

            Tidak jauh berbeda dengan remaja pada umumnya bahwa populasi kunci masih bergelut dengan beberapa hal dibawah ini :a. Akses layanan kesehatan

Bagi remaja populasi kunci mengakses pelayanan kesehatan yang ramah remaja saat ini masih menjadi hambatan tersendiri, pasalnya masih ada dan banyak ditemukan layanan yang belum memiliki informasi ataupun edukasi mengenai isu-isu remaja sehingga terjadi stigma dan diskriminasi kepada para remaja khususnya populasi kunci dalam mengakses layanan kesehatan. Hal ini menyebabkan banyak remaja populasi kunci yang malu, takut dan tidak percaya diri ketika remaja ingin mengetahui kondisi dirinya ataupun status HIV nya. Belum lagi ketika remaja tersebut positif HIV atau ODHA, dalam mengakses obat ARV dan juga konseling masih saja ditemukan diskriminasi kepada remaja ODHA.

 b. Dilema Pengetahuan Kesehatan Seksualitas yang Komprehensif

Data dari Kemenkes RI ditemukan bahwa remaja lebih percaya dan menyukai informasi dan edukasi kesehatan dan seksualitas dari petugas kesehatan yaitu sebanyak 44% sedangkan paling rendah adalah dari pemuka agama yaitu berjumlah 1% sedangkan peran orangtua berjumlah11%, guru berjumlah 20% dan teman sebaya berjumlah  35%. Nah, sedangkan saat ini petugas kesehatan masih saja ada yang melakukan stigma dan diskriminasi ketika remaja mengakses pelayanan dan secara Nasional, hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan persentase pengetahuan komprehensif yang sangat rendah baik pada responden pria (12,7%) maupun wanita (9,1%). Khususnya pada responden usia 15-24 tahun, hanya sekitar 9,5% responden wanita dan 14,7% responden pria yang memiliki pengetahuan komprehensif (sampel terbatas hanya pada wanita pernah kawin dan pria kawin). Sedangkan data Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) menunjukkan hanya 14,3% orang muda berusia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV dan AIDS, walaupun telah terjadi peningkatan dari 11,3% namun dirasa masih sangat rendah. Memiliki pengetahuan komprehensif disini maksudnya adalah mengetahui bahwa penggunaan kondom saat berhubungan seksual dan hanya memiliki satu pasangan seksual yang tidak terinfeksi dapat mengurangi risiko penularan HIV, mengetahui bahwa orang yang tampak sehat dapat terkena HIV serta menolak 2 persepsi salah yang paling umum tentang penularan HIV yaitu bahwa HIV dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk dan berbagi makanan dengan ODHA.

c. Dukungan

Bagaimana rasanya jika kamu diposisi mereka yang tergolong populasi kunci ? yang rentan akan stigma dan diskriminasi di masyarakat, yang masih sebagian besar masih sulit menerima kondisi diri dengan status kesehatannya dan perilaku beresiko yang dijalaninya. Remaja populasi kunci perlu mendapat dukungan dalam upaya yang pertama adalah penerimaan diri dimana remaja ini adalah koban yang ingin bangkit, masih memiliki harapan dan masa depan yang ingin ditata kembali. Saat ini dukungan terhadap remaja populasi kunci dalam penerimaan di masyarakat, akses pelayanan kesehatan dan edukasi seksualitas yang komprehensif terus di galangkan oleh LSM dalam dan luar negeri dan juga peran pemerintah dalam menanggulangi angka remaja populasi kunci ini dan menekan angka HIV&AIDS pada remaja di Indonesia.

 

Jadi remaja harus ngapain nih ?

            Pertama, kita sebagai remaja harus dan wajib memiliki pengetahuan komprehensif mengenai seksualitas dan perilaku beresiko remaja . Caranya ? bisa datang ke beberapa tempat atau komunitas yang memang bergerak di bidang remaja yang terpercaya dan terlatih misalnya, kita sebagai remaja bisa mengaksesnya di youth center ataupun di sekolah dan puskesmas terdekat. Tempat dan komunitas tersebut antara lain seperti KISARA, PKPR, PIK-R, KSPAN, PMR, UKS bahkan guru BK kamu. Jadi dengan mengakses di tempat-tempat tersebut, kita sebagai remaja tidak terhasut dalam mitos-mitos yang beredar di masyarakat dan paham mengenai kondisi teman-teman remaja populasi kunci agar kita remaja masa kini bisa bebas dari stigma dan diskriminasi.