Bali saat ini telah menjadi daerah paling diminati untuk berinvestasi di Indonesia.

Keterbatasan lahan di Bali membuat harga lahan di Bali meroket menembus akal sehat. Di kawasan-kawasan strategis Bali, sudah menjadi fenomena biasa terjadi kenaikan harga lahan mencapai seratus persen, bahkan lebih setiap tahunnya. Faktor kuat yang juga mendukung fenomena ini adalah sampai saat ini Bali masih dibentengi suatu peraturan tata ruang yang tidak membolehkan adanya bangunan tinggi di Bali.

Sebagai investor yang paham akan peluang investasi di Bali, tentu mereka tidak akan menyerah begitu saja menghadapi kondisi ini. Berbagai cara telah dilakukan para investor untuk memperoleh lahan di Bali, mulai dari cara yang bersih dan taat aturan, kong kali kong sesama pengusaha, sampai melobi para penguasa. Namun, dari berbagai cara yang ada, yang paling kontroversial adalah reklamasi. Meskipun reklamasi terbukti telah menuai banyak konflik di Bali, tetap saja hal tersebut tidak akan bisa merubah kenyataan bahwa reklamasi adalah cara paling cepat untuk mendapatkan lahan di kawasan sangat strategis dengan harga murah dan jumlah berlimpah.

Sebelum lebih jauh, perlu digarisbawahi, penulis tidak pernah berpikir bahwa reklamasi adalah sesuatu yang mutlak buruk, juga bukan sesuatu yang mutlak baik. Bisnis adalah bisnis, semua bisnis pasti orientasinya keuntungan. Jangan salahkan investor bila mencari keuntungan, memang itulah tujuannya berinvestasi. 

Kuncinya, cari jalan tengah bagaimana agar investor dan masyarakat sama-sama memperoleh keuntungan.

 

 

Sampai saat ini, sudah terjadi dua kali kegagalan mega proyek reklamasi di Bali. 

Pertama reklamasi Pulau Serangan, yang kedua reklamasi di kawasan Teluk Benoa. 

Kedua reklamasi tersebut menyasar Bali Selatan, yang saat ini memang kawasan paling strategis dibanding wilayah lain di Bali. Kegagalan ini tentu saja akan semakin meyakinkan investor untuk mengalihkan investasinya, yang semula Bali Selatan sentris, dipaksa bergeser ke tempat lainnya, entah kawasan lain Bali atau sekalian di luar Bali seperti di Lombok. Namun, melihat kondisi pariwisata Bali saat ini sedang bersinar-bersinarnya, investor pasti masih menganggap Bali sebagai kawasan yang terlalu manis untuk dilupakan. Jadi, mungkin hanya segelintir investor yang akan goyah dan mengalihkan sasaran investasinya di luar wilayah Bali.

Lalu kemana arah para investor selanjutnya?

 

 

 

Jika kita mau membuka mata, sebenarnya kawasan Bali yang paling strategis dan menggiurkan untuk dikembangkan selanjutnya adalah Nusa Penida. 

Ya, Nusa Penida!

Nusa Penida memiliki semua syarat mutlak khas kawasan wisata Bali, yakni tidak hanya mengandalkan keindahan alam, namun juga melekat di dalamnya kekayaan seni, budaya, spiritual, hingga keramahtamahan masyarakat. Ditambah lagi kondisinya yang eksklusif -terpisahkan oleh lautan dari Pulau Dewata.- 

Tak berlebihan jika saat ini Nusa Penida diibaratkan sebagai anak gadis cantik perawan yang dimiliki Bali.

Si gadis cantik perawan ini kini telah memasuki masa remaja. Masa paling rawan untuk kehilangan keperawanan.

 

 

 

Mengapa Nusa Penida saat ini terancam keperawanannya? Secara garis besar ada 3 penyebab utama, yakni:

  • Pertama, karena masalah keterbatasan lahan di Bali, sehingga mau tidak mau investor pasti akan terus mencari lahan-lahan baru yang potensial bila ingin berinvestasi di Bali.
  • Kedua karena lokasi dan potensi Nusa Penida yang sangat besar. Menggiurkan bagi para investor untuk dikembangkan.
  • Ketiga, karena Kabupaten Klungkung, kabupaten tempat Nusa Penida bernaung, baru saja menyelesaikan pesta rakyat akbarnya yaitu pemilihan bupati masa bakti 2013-2018, dan yang terpilih menjadi bupati adalah putra daerah asal Nusa Penida. Tentu sebagai putra daerah Nusa Penida, Bupati Klungkung yang baru akan memberi perhatian lebih dalam pengembangan Nusa Penida.

Sampai kapan keperawanannya akan bertahan?

Meskipun Nusa Penida memiliki potensi yang sangat besar, kondisi infrastruktur yang belum memadai menyebabkan selama ini investor masih berpikir dua kali untuk berinvestasi di Nusa Penida.

Kalau kita mau berpikir positif, mungkin pemerintah daerah sebelumnya memang ada kesengajaan untuk menyulitkan masuknya investasi di Nusa Penida sebelum wilayah ini benar-benar matang dan siap. Memajukan sebuah daerah menjadi daerah pariwisata tidak sesederhana hanya membuat wilayah tersebut banyak diketahui dan dikunjungi wisatawan. Yang terpenting adalah bagaimana memajukan Nusa Penida namun tetap menjaga dan memperhatikan orang-orang asli dan segala kekayaan wilayah tersebut tetap terjaga dan lestari, sehingga bisa mewujudkan kesejahteraan yang diharapkan.

Setidaknya, itulah pelajaran yang bisa kita ambil dari kemajuan wilayah Bali Selatan. Harapannya, cukup Bali Selatan yang pengembangannya kurang ramah pada kearifan dan orang lokal.

Selanjutnya, menjadi kewajiban kita untuk menjaga Nusa Penida bersama-sama. 

Sebagai masyarakat, persiapkanlah diri sebaik-baiknya, kembangkan kualitas diri dan keterampilan agar mampu bersaing dan tidak dijajah di tanah sendiri. Untuk pemerintah, harus mampu membentengi Nusa Penida dari tangan-tangan yang ingin mengekploitasinya. Jangan sampai pemerintah turut serta dalam melacurkan Nusa Penida ke pihak-pihak yang ingin mengekspolitasi potensinya. Selain itu, kepada masyarakat, utamanya masyarakat lokal harus diberi pemahaman dan fasilitas-fasilitas pendukung, agar masyarakat tidak cenderung mengambil jalan pintas dengan menjual tanahnya ketika daerahnya telah mulai berkembang.

Ingat, Bali terkenal bukan karena keindahan alamnya. Banyak daerah yang lebih indah alamnya dibanding Bali. Ada seni, budaya, dan keramahtamahan masyarakat yang melekat dalam indahnya alam Bali, sehingga bisa dicintai oleh seluruh masyarakat dunia.

Hanya kita yang tahu, sampai kapan kita lelah untuk menjaganya.