GADGET, PERLUKAH?

(Oleh: Putu Citra Ayu Pratiwi)  
 


Pada abad ke-21 ini, segala aspek kehidupan manusia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satunya adalah perkembangan teknologi yang muncul seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Salah satu bukti nyata adanya perkembangan teknologi adalah adanya gadget. Gadget adalah suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya. Perbedaan gadget dengan teknologi yang lainnya adalah unsur pembaharuan yang berukuran lebih kecil. sebagai contoh: komputer merupakan alat elektronik dengan pembaruan berbentuk gadget  yaitu laptop/notebook/netbook, telepon rumah merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gadget yaitu telepon seluler.


Seperti keong yang membawa cangkangnya, masyarakat di era abad-21 ini membawa gadget kesayangan mereka kemanapun mereka pergi. Tak heran jika barang (gadget) ini sampai tertinggal di rumah, orang tersebut rela memutar balik kemudi. Jika ditanya alasannya, gadget mereka merupakan sumber informasi. Seperti yang kita ketahui, mayoritas pengguna gadget adalah kalangan pebisnis dan pekantor, sehingga tak heran segala macam informasi bisnis seperti neraca keuangan, harga saham dan sebagainya tersaji pada benda yang canggih ini.   
Semakin beragamnya jenis gadget yang diproduksi, ditambah dengan suguhan aplikasi-aplikasi yang canggih dalam menyajikan berbagai media berita, jejaring sosial, informasi gaya hidup, hobi, hingga hiburan yang disajikan secara online maupun offline  sukses menarik banyak perhatian masyarakat. Trend gadget terus berkembang di Indonesia, kecanggihan teknologi gadget seperti smartphone, tablet, e-reader, dan laptop semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan media yang modern dan praktis. Selain itu bentuk gadget lainnya ialah Play Station Portable (PSP), dahulu Play Station (PS) berbentuk seperangkat yang berukuran besar dan harus tersambung dengan televisi, kabel listrik, stick untuk bermain dan lainnya. Namun saat ini masyarakat bisa memainkan game play station yang bisa dibawa kemana-mana tanpa harus susah payah menyambungkan beberapa kabel, yakni biasa disebut dengan Play Station Portable (PSP). Sehingga dapat dimengerti bahwa, teknologi gadget merupakan benda yang mengalami pembaharuan dari benda yang sudah pernah diciptakan, dirancang memiliki kepraktisan, dan lebih canggih. 

Tentunya barang canggih ini bukan hanya sekedar dijadikan media hiburan semata, dilihat dari segi harga yang tak terbilang murah dan berbagai aplikasi yang semakin canggih di dalamnya membuat gadget terkesan wajib digunakan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan dalam hal bisnis atau pengerjaan tugas kuliah dan kantor. Namun dewasa ini, pengguna gadget tidak hanya dari kalangan orang dewasa saja, anak-anak (6-12 tahun) bahkan balita (3-5 tahun)pun turut ikut menggunakannya.   Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun (masa emas). Dalam survei yang dilakukan oleh theAsianparent Insights (2014), pada lingkup studi kawasan Asia Tenggara, dengan melibatkan 2.417 orang tua yang memiliki gadget dan anak dengan usia 3 – 8 tahun. Dari 98% responden anak-anak usia 3 – 8 tahun pengguna gadget tersebut, 67% diantaranya menggunakan gadget milik orang tua mereka, 18% lainnya menggunakan gadget milik saudara atau keluarga, dan 14% sisanya menggunakan gadget milik sendiri. Hasil survey ini membuktikan bahwa penikmat gadget saat ini bukan hanya orang dewasa hingga remaja, namun juga anak-anak. 

Para orang tua biasanya memberi gadget sebagai hadiah ulang tahun ataupun apresiasi-penghargaan atas prestasi yang telah anak mereka raih. Disamping untuk mempermudah komunikasi, para orang tua memberikan gadget untuk mempermudah dalam proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar sekolah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh theAsianparent Insights (2014), yang menyebutkan bahwa 80% motivasi utama orang tua untuk menggunakan perangkat (gadget) ini adalah untuk melengkapi pendidikan mereka. Selain itu, orang tua membiarkan anak-anak menggunakan perangkat untuk memberi mereka paparan awal teknologi (68%), memberikan hiburan (57%) dan menjaga mereka tenang (55%). Aplikasi-aplikasi yang terdapat pada smartphone tersebut bukan hanya aplikasi tentang pembelajaran mengenal huruf atau gambar, tetapi terdapat aplikasi hiburan, seperti sosial media, video, gambar bahkan video game.  

Pada kenyataannya, anak-anak akan lebih sering menggunakan gadgetnya untuk bermain game daripada untuk belajar ataupun bemain di luar rumah dengan teman-teman seusianya. Ketika anak berada di dalam rumah dan diberikan kebebasan untuk bermain gadget, anak tersebut menjadi susah diajak berkomunikasi, tidak peduli dan lambat dalam merespon perkataan orang tuanya. Hal ini sering terjadi pada anak telah kecanduan gadget,  akan menganggap perangkat itu adalah bagian dari hidupnya. Mereka lebih memilih duduk diam di depan gadget dan meikmati dunia yang ada di dalam gadget tersebut. Seperti contoh dua orang anak yang berumur 6 tahun sedang menunggu antrian dokter yang pada sore itu sangat padat pasiem. Anak pertama sangat asyik bermain gadget miliknya, sesekali orang tuanya mengajak untuk mengobral, anak pertama ini acuh tak acuh dan lambat dalam merespon. Lain halnya dengan anak kedua yang tidak bermain gadget. Ia asyik berkeliling di ruang tunggu sembari berkenalan dengan anak seusianya Hal tersebut tentunya akan menganggu kedekatan anak dengan orang tuannya, lingkungannya, bahkan teman sebayanya. Sehingga anak menjadi orang yang antisosial. Antisosial yang dimaksud adalah anak tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, dan menganggap lingkungan sekitar mereka tidaklah penting. Selain itu, anak-anak juga menjadi sulit berkonsentrasi alam dunia nyata. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut terbiasa hidup dalam dunia digital.  

Hal inilah yang nantinya akan menjadi suatu bencana besar bagi bangsa dan negara. Bayangkan saja, apa yang akan terjadi jika generasi penerus bangsa tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya sendiri? Bangsa ini seperti  kapal yang tak mempunyai nahkoda, terombang ambing tidak pasti kemana akan berlabuh. Maka dari itu, para orang tua harus memonitoring anak saat menggunakan gadget serta mamberi batasan waktu dalam menggunakan gadget. 
 
Seperti pada judul yang penulis angkat pada esai ini, sebaiknya para orang tua menjauhkan penggunaan gadget saat anak sedang MMB (Makan, Menunggu, dan Bermain). Huruf  M yang pertama adalah makan. Sudah tidak lazim bila kita melihat pemandangan dimana semua orang sibuk dengan gadgetnya sendiri setelah makan baik di dalam rumah maupun warung makan. Orang yang berada didekatnya pun seakan sangat jauh. Aktivitas makan yang disebut sebagai aktivitas untuk bercengkrama dengan orang terdekat seakan dipupuskan oleh kecanggihan teknologi. Para orang tua seharusnya menanamkan budaya kepada anak mereka agar tidak bermain gadget selama berada di meja makan dan memnafaatkan waktu setelah makan untuk lebih dekat dengan anak seperti misalnya mengobrol.  Huruf M yang kedua yaitu menunggu. Sebagian besar orang menganggap bahwa menunggu merupakan sesuatu hal yang membosankan. Sebagian orang akan berusaha untuk menyibukkan diri saat mereka sedang menunggu sesuatu, salah satunya menyibukkan diri dengan bermain gadget. Seperti contoh, mengantri di rumah sakit umum untuk mendapat giliran diperiksa atau untuk mendapatkan obat. Menunggu adalah hal yang paling tidak disukai oleh anak- anak, tak jarang mereka akan menangis atau gelisah meminta pulang saat merasa sangat bosan. Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya para orng tua memberikan mereka gadget agar mereka merasa lebih tenang. Tak sedikit anak menghabiskan waktu berjam- jam demi mencari hiburan dari bosannya menunggu.

Jika hal ini terus dibiarkan dan menjadi sebuah kebiasaan, anak tersebut akan tumbuh menjadi orang yang antisosial. Ketika anak merasa nyaman bermain dengan gadget kesukaannya, dia akan lebih asik dan senang menyendiri memainkan gadget tersebut. Akibatnya, anak akan mengalami kesulitan beriteraksi dengan dunia nyata, berteman dan bermain dengan teman sebaya. Jangan biarkan karena alasan instan agar membuat anak tidak bosan menunggu anak akan tumbuh menjadi manusia antisosial yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Para orang tua dapat mengatasi hal ini dengan membawa beberapa buku bacaan. Tanamkan budaya gemar membaca sejak dini. Hal ini karena dengan membaca akan membuka wawasan anak dan dapat membuat anak mempunyai sifat yang kritis dalam menanggapi suatu permasalahan.  

Selanjutnya adalah huruf B yang berarti bermain. Bermain sudah menjadi kebutuhan dasar bagi anak-anak di sela-sela kegiatan belajarnya, karena bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan yang sudah melekat (inherent) dalam diri setiap anak. Sebelum kehadiran gadget sebagai media permainan, anak-anak telah lebih dulu mengenal permainan tradisional, namun dengan adanya gadget, anak-anak mendapatkan alternatif media permainan yang baru. Sehingga konsumsi gadget oleh anak-anak pada usia sekolah dasar dapat dimaknai sebagai sebuah konsumsi terhadap fungsi simbolik, karena tanpa gadget pun anak-anak sebenarnya dapat memenuhi kebutuhannya akan permainan, yakni dengan bermain bersama teman sebayanya.
Pada anak usia pra sekolah bermain merupakan dunia kerja, bermain juga merupakan hak setiap anak, tanpa dibatasi usia. Dalam pasal 31 Konvensi Hak-Hak Anak (1990) disebutkan: “Hak anak untuk beristirahat dan bersantai, bermain dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usia anak yang bersangkutan dan untuk turut serta secara bebas dalam kehidupan budaya dan seni”.  Tujuan orang bermain adalah untuk mencari kesenangan. Pada dasarnya orang ingin senang, kesenangan dapat ditemukan di mana-mana dan kapan saja apabila mampu memanfaatkan semua hal yang ditemuinya. Dengan keberadaan gadget, anak-anak menjadi lebih mudah dalam menikmati sensasi bermain, sebab dapat dengan mudah men-download aplikasi game yang dapat melepas kejenuhan si anak. Namun hal ini akan menimbulkan efek kecanduan (addiction) bagi anak. Anak akan lupa dengan waktu dan hanya fokus bermain game tesebut. Maka dari itu, peran orang tua untuk memonitoring penggunaan gadget sangat diperlukan.

 
Seperti dua mata pisau, semua hal di dunia ini tentu mempunyai sisi positif dan negatif, seperti halnya gadget, namun bergantung bagaimana kita menyikapinya. Tak dapat dipungkiri, tuntutan zaman membuat kita harus mengikuti perkembangan teknologi. Jika kita tidak mengikuti perkembangan teknologi, maka hal yang akan terjadi adalah kita akan gagap teknologi atau bahkan dikucilkan. Dapat disimpulkan, seorang anak harus tahu fungsi gadget dan harus bisa menggunakannya karena salah satu fungsi adaptif manusia zaman sekarang adalah harus mampu mengikuti perkembangan teknologi. Oleh karena itu, intervensi yang dapat dilakukan, menyarankan orang tua agar dapat  mengidentifikasi pengaruh positif maupun negatif terhadap pengaruh penerapan gadget terhadap perkembangan psikososial anak sehingga diharapkan adanya monitoring dari orang tua yang memberikan fasilitas gadget kepada anak serta perlu adanya pengarahan dengan menggunakan pola komunikasi yang efektif dari orang tua agar anak tidak terpengaruh dampak negative dari gadget. Komunikasi tersebut dapat berupa nasihat tanpa menggunakan kata kasar maupun suara dengan nada tinggi. Disamping itu, penerapan pembatasan waktu dalam menggunakan gadget juga sangat penting, hal ini agar anak bijak dalam membagi waktu.   
 

DAFTAR PUSTAKA   
[1] Hidayahti, Octaviani. 2013. Menelisik Pengaruh Penggunaan Aplikasi Gadget Terhadap Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini. 

[2] Nurrachmawati. 2014. Pengaruh Sistem Operasi Mobile Android pada Anak Usia Dini. Makassar: Universitas Hasanuddin.

[3] Jati, L. dan Herawati, A. Segmentasi mahasiswa program studi ilmu komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) dalam menggunakan gadget. Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta.  

[4] . Mobile Device Usage Among Young Kids 2014. 2014. https://s3apsoutheast-1.amazonaws.com/tap-sg media/theAsianparent+Insights+Device+Usage+A+Southeast+Asia+Study+November+2014.pdf. Diakses tanggal 11 april pukul 

[5] Wikipedia. 2015. Gawai. https://id.wikipedia.org/wiki/Gawai.  Diakses tanggal 11 April 2016 pukul 21.00.  

[6] Anggrahini, S. A. 2013. Dinamika Komunikasi Keluarga Pengguna Gadget., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,Yogyakarta, (Skripsi)  

[7] Witrianti, Made. 2013. Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak  Pengguna Gadget Aktif. Surabaya: UPN “Veteran” Jawa Timur . http://eprints.upnjatim.ac.id/5580/1/file1.pdf  

[8] Wikpedia.  2016.  Pendidikan  anak  usia  dini. https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini.  Diakses  pada tanggal 11 April 2016 pukul 18.00  

[9] Tedjasaputra, M.S. (2007). Bermain, Mainan dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo.  

[10] Rachma, Okky. 2013. Hubungan Tingkat Penggunaan Teknologi Mobile Gadget Dan Eksistensi Permainan Tradisional Pada Anak Sekolah Dasar.