undefined

Sumber gambar: http://www.ubudpalace.com

Indonesia adalah negeri kerajaan. Tersebar di seluruh pelosok negeri dengan sistem monarki yang diterapkan. Bali tak luput dari imbas kekuasaan tersebut dan puri adalah tempat tinggal mereka, para penguasa monarki di Bali. Puri berarti istana yang juga sinonim dari keraton di Jawa. Bali sebagai “Padma Bhuwana” atau poros peradaban dunia tentunya tidak lepas dari peran puri sebagai poros pemerintahan di Bali pada jamannya. Seperti peran kultural dalam preservasi seni, khususnya di tengah derasnya perkembangan pariwisata Bali, peran ekonomi terkait kesejahteraan masyarakat yang berada dibawah naungannya, dan peran politik dalam mengarahkan figur tertentu dan/atau ikut serta dalam pemerintahan.

Pemeran utama yang menjalankan peran tersebut adalah kelompok elite yang berasal dari keluarga kerajaan di puri. Namun, kini elite puri tidak memiliki kekuasaan formal dalam pemerintahan. Ditambah dengan tumbuhnya puri-puri baru oleh karena jumlah keluarga yang bertambah, perkawinan, dan politik sehingga memunculkan puri yang minim nilai historis, “tetegenan” atau tanggung jawab terhadap Parahyangan, dan wilayah kekuasaan.

Menjalankan peran puri sebagai ekspresi kultural dan preservasi seni dalam sektor pariwisata Bali sudah berkembang sejak tahun 1970-an karena sumber daya yang kuat, baik sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi seperti kepemilikan tanah yang luas dan beberapa puri mulai mengembangkan bisnis pariwisata. Puri Ubud menjadi salah satu aset pariwisata Bali, dan sekaligus menjadi awal sejarah perkembangan pariwisata di Bali. Diawali datangnya seniman Jerman, Walter Spies (1925) sampai dengan datangnya seniman Belanda, Rudolf Bonnet (1929) dan disambut oleh Raja Tjokorda Gede Raka Sukawati kala itu. 

Menyikapi hal tersebut, apa yang bisa dilakukan elite puri untuk mengembalikan tata citra puri? Satu-satunya cara adalah dengan mengembalikan puri sebagai pusat budaya dan menata puri sebagai sebuah kawasan pariwisata yang mengedepankan kekayaan tradisi budaya dan agama. Salah satu contoh tradisi budaya dan agama yang dimiliki dan masih dilangsungkan sebagai identitas puri oleh Puri Agung Gianyar adalah tradisi “Melelet atau Mepes”. Tradisi yang bermakna proses pematangan diri dari aspek sikap dan mental hanya bagi mempelai pria meminang calon istri yang juga berasal dari keluarga ningrat. 

 

undefined

Sumber gambar:http://i.imgur.com/vbZMcs7.jpg

Beruntung, seiring berkembangnya jaman redupnya puri pun mulai berangsur-angsur menyala kembali. Dilansir dari bali-travelnews.com “Paruman” tokoh puri se-Bali Mei 2019 lalu, sepakat menjalanakan lima poin program kerja. Yakni tata organisasi, hubungan dengan pemerintah daerah, hubungan antar organisasi, pendanaan dan pusat kebudayaan, serta pengembangan pariwisata budaya dan puri sebagai pusatnya. Sejalan dengan itu, elite di puri-puri melalui paiketan yang eksklusif, terbuka, dan mau bekerjasama dengan pemerintah daerah diharapkan juga menjadi filter terhadap efek dari tantangan perubahan jaman yang terjadi. Melihat faktanya di era globalisasi saat ini terdapat penyimpangan karakter krama Bali yang ditakutkan dapat menggerus identitas daya tarik warga Bali terhadap pariwisatanya sendiri. 

 

undefined

Sumber gambar: http://bali-travelnews.com/2019/05/20/tokoh-puri-kembangkan-pariwisata-budaya-dan-puri/

“Wistawan tidak perlu hidup dengan uang di Bali, tapi dengan rasa, hati yang bersih dan persaudaraan” pernyataan tersebut memiliki makna “selamat datang” bagi para wisatawan dan sudah diemban oleh elite puri terdahulu sehingga puri menjadi gerbang pariwisata dunia bagi Bali. 

Saat ini menunggu para tetua puri (penglingsir) adalah bukan tugas para pemuda puri. Elite muda puri sudah saatnya muncul, sumbangkan pikiran, suara, dan tenaga. Meskipun banyaknya puri yang sudah tersebar, tapi ada satu prinsip utama yang harus diwujudkan. Yaitu “pulang kampung” kembali ke puri asal, lalu mengembalikan citra puri yang telah bergerak dan melibatkan diri dalam pariwisata, tanpa meninggalkan makna puri sesungguhnya dan menjadi tokoh puri yang teladan. 

Mengkolaborasikan potensi puri dengan potensi kreatifitas lingkungan masyarakat dapat menjadi potensi pariwisata baru. Tentunya harus adanya kontinuitas dukungan dari pemerintah daerah sehingga puri juga memiliki sistem manajemen informasi agar bisa terus beradaptasi dan diaktualisasi sesuai dengan jaman. Diharapkan keberadaan puri di Bali sebagai tonggak aspirasi masyarakat, media penyadaran masyarakat, dan jati diri masyarakat Bali agar menerapkan konsep tersebut sekaligus memanfaatkan puri sebagai sarana melestarikan seni dan budaya Bali. 

 

Refrensi: