Perkembangan teknologi saat ini sangat pesat. Hal tersebut terlihat pada majunya berbagai bidang, seperti teknologi transportasi dan komunikasi. Kemajuan tersebut tidak lepas dari adanya globalisasi. Akan tetapi, kemajuan teknologi tersebut dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Yang mana memiliki dampak positif dan juga dampak negatif. Selain itu, berkembangnya teknologi juga berpengaruh terhadap modernisasi segala bidang.

Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Dimulai dari kemudahan masyarakat mengakses internet untuk mencari berbagai informasi, hingga berpengaruh kepada hal-hal yang sebenarnya tidak boleh mengalami pembaharuan.

Hal yang tidak boleh berubah karena modernisasi adalah adat istiadat. Adat istiadat yang memang sudah menjadi ciri khas suatu daerah. Dimana adat istiadat tersebut menjadi akar sebuah kebudayaan. Khususnya Pulau Bali, yang dimana budaya merupakan nafas dari kehidupan masyarakat. Namun semakin berkembangnya teknologi memberikan dampak yang negative bagi budaya kita, yang sangat menarik perhatian adalah mulai lunturnya kaidah penggunaan busana adat Bali serta penggunaan bahasa daerah yaitu Bahasa Bali.

Dengan alasan mengikuti “trend” adat-istiadat justru menjauh dari nilai-nilai yang ada. Modernisasi ini memang membawa dampak terjadinya pergeseran etika dalam berbusana adat ke pura oleh generasi muda Hindu di Bali. Banyak generasi muda yang kurang dan juga ada yang tidak mau memahami tentang etika dan tattwa dalam berpakaian ke Pura. Banyak dari mereka terutama kaum perempuan yang memakai model baju kebaya,(baju atasan yang sering digunakan para wanita dalam pesembahyangan ke Pura) yang kurang sesuai.

Wanita sering kita jumpai mengenakan kebaya dengan bahan transparan dan kain bawahan (kamen) bagian depan hanya beberapa cm di atas lutut ketika melakukan persembahyangan. Sedangkan kaum pria masih banyak yang mengenakan udeng/destar yang tidak benar, tidak memiliki ikatan ujung udeng menghadap ke atas. Ada juga penggunaan kamben untuk para pria yang tidak menyentuh tanah (tidak ada kancut), dan pemakaian tinggi saput dan jarak kamben bagi kaum pria yang salah biasanya sejengkal dari mata kaki.

Kita seharusnya mengetahui bahwa setiap manusia tentu  tidak memiliki pemikiran yang sama, ada yang berpikir positif bahwa itulah “trend” mode masak kini. Tapi ada juga yang berpikiran negatif. Inilah permasalahannya bagi orang yang mempunyai pikiran negatif, paling tidak busana terbuka akan mempengaruhi kesucian pikiran umat lain yang melihatnya sehingga memengaruhi konsentrasi persembahyangan. Hal ini bisa terjadi karena pola pikir masyarakat. Mereka belum memahami akan makna dari busana adat Bali tersebut. Walaupun terlihat bagus, ketika seseorang menggunakan aksesoris dengan mengikuti trend busana jaman sekarang. Namun ada baiknya jika kita pergi ke Pura, untuk menghadapkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa mengenakan busana sesuai dengan aturan yang ada dalam tatanan budaya.

Tak hanya tentang itu, modernisasi juga berpengaruh dengan penggunaan bahasa daerah yaitu Bahasa Bali yang merupakan ciri khas atau identitas dari budaya Bali yang tetap harus dipertahankan keberadaannya agar nanti tidak dikatakan menjadi “Bahasa Mati” , apabila ditinggalkan atau tidak lagi dipergunakan untuk berkomunikasi oleh penuturnya. Hal tersebutlah yang harus kita waspadai.

Seiring kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta kencangnya arus modernisasi, ancaman terhadap penggunaan bahasa Bali sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut terjadi karena anak-anak yang sedari kecil telah mengenal penggunaan teknologi telah terpapar dengan bahasa-bahasa asing. Sebagai contoh, konten-konten anak di youtube lebih banyak berasal bukan dari daerah Bali dan bahasa yang digunakan juga bukan bahasa Bali. Sehingga, anak-anak secara tidak langsung mempelajari bahasa tersebut. Saat usia mereka semakin bertambah, maka mereka akan lebih bangga dapat menggunakan bahasa selain Bahasa Bali. Memang kenyataan tersebut tidak terelakkan ,dan penggunaan bahasa Bali semakin hari semakin memudar

undefined

Gambar Ilustrasi: Kurangnya Kesadaran Menggunakan Bahasa Bali

Dengan kurangnya kesadaran masyarakat tentang penggunaan Bahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari dan penggunaan busana adat Bali yang sesuai dengan etika dan tattwa yang di mana merupakan ciri khas, juga sebagai identitas masyarakat Bali itu sendiri. Maka Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan “Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018” tentang  Hari Penggunaan Busana Adat Bali, dan “Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018” tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara,dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa. Adanya peraturan tersebut masyarakat Bali khususnya generasi muda agar lebih sadar dan peduli terhadap budaya kita, khususnya dalam berbusana dan penggunaan bahasa Bali. Jika bukan kita? Siapa lagi yang akan menjaga serta melestarikannya.

Pulau yang indah dengan berbagai potensi alam dan kekayaan budaya serta adat-istiadatnya yang kental. Jadi, sebagai generasi muda yang akan menjadi ujung tombak lestarinya budaya kita, mari kita pelajari,pahami, dan praktekkan budaya kita. Sebagai ciri khas dan identitas kita sebagai masyarakat Bali.