Cerita ini akan saya awali dari perjalanan derita pelatih balap sepeda sekaligus putra asli Karangasem (Bebandem) yang kembali ke kampung untuk membawa semangatnya dahulu sebagai atlet balap sepeda. Dalam usianya yang sudah lebih setengah abad, semangat itu masih begitu bergelora membawa nilai pengabdian dan jiwa sportifitas yang telah menjadi bagian hidupnya, meski jalan terjal dilalui untuk mentranformasi nilai pada generasi muda khususnya di Karangasem. Diawali tahun 2005, ketika Pekan Olah Raga Provinsi Bali diselenggarakan, dan untuk pertama kalinya cabang balap sepeda dilombakan. Tentu untuk merintis lomba ini, memerlukan banyak perjuangan dari sang pelatih, yang saat itu belum didampingi oleh pengurus cabang yang memang belum terbentuk.
Memasuki Porprov Bali tahun 2007, seiring dengan tuntutan KONI Kabupaten Karangasem dan Pengurus Daerah ISSI Bali untuk membentuk Pengurus Cabang Ikatan Sport Sepeda Indonesia Kabupaten Karangasem, maka secara aklamasi dipilih kepengurusan Pengcab ISSI periode 2007-2011. Sebagai sebuah organisasi baru, prestasi terbaik dalam ajang ini adalah dengan memperoleh 1 medali perunggu. Sebuah pencapaian terbaik di tengah minimnya sumber daya untuk membina atlet, apalagi balap sepeda yang membutuhkan peralatan khusus. Jangan bandingkan dengan peralatan yang dibutuhkan untuk olah raga catur, bela diri, atletik, atau yang lainnya. Silakan tanya paman google berapa harga untuk sebuah sepeda balap dengan spesifikasi terendah yang layak untuk dipakai lomba.
Porprov (ed: Pekan Olahraga Provinsi) Bali tahun 2009 adalah ajang terakhir dari kepengurusan pertama pengcab ISSI Karangasem. Prestasi yang diraih juga tidak jauh berbeda dengan prestasi sebelumnya. Namun pencapaian ini bukanlah ukuran kurangnya pembinaan dari para pengurus dan pelatih. Masih ditengah minimnya sumber daya yang ada, usaha para pengurus sebelumnya merupakan dasar dari keberlanjutan cabang balap sepeda untuk tetap diikutkan dalam ajang lomba selanjutnya. Tahun 2011 adalah tahun terakhir periode pengurus cabang ISSI Karangasem, bersamaan dengan persiapan Porprov Bali yang diselenggarakan di Kabupaten Jembrana. Disinilah awal dari perjalanan kami sebagai pengurus cabang yang baru, periode 2011-2015.
Pergantian kepengurusan yang sempat diwarnai dengan ancaman boikot para atlet dan pelatih untuk tidak mengikuti porprov tahun 2011, telah menumbuhkan pesimisme pengurus KONI Kabupaten terhadap prestasi yang akan diperoleh cabang balap sepeda pada lomba kali ini, apalagi prestasi sebelumnya tidak pernah mendapatkan medali emas. Dalam waktu yang begitu singkat (3 bulan), kami dituntut untuk mempersiapkan tim manajer, pelatih dan atlet guna menghadapi pertempuran pertama kami sebagai pengurus baru. Sebuah beban yang mungkin tidak bisa ditimbang dengan alat ukur manapun. Ibarat perang, kami membawa pasukan terluka namun penuh semangat untuk berlomba menantang tidak hanya musuh tetapi juga pesimisme para pengurus KONI akan prestasi yang dicapai nanti.
Apa yang terjadi? Sebuah prestasi yang mungkin belum layak untuk dibanggakan. Kami hanya memperoleh 5 (lima!) medali emas dari 13 medali emas yang diperoleh Kontingen Kabupaten dalam Porprov 2011, meski saat itu Kabupaten Karangasem menjadi kontingen kedua terakhir dari perolehan medali secara keseluruhan. Kami tentu masih malu dengan kondisi ini.
Maka pada tahun 2013, dengan optimisme yang tinggi dari Pengurus KONI (tentu menjadi beban tersendiri bagi kami), Porprov kali ini yang telah dilaksanakan di Kota Denpasar, menjadi ajang terakhir dari kepengurusan kami. Target yang diharapkan kepada kami minimal menyamai perolehan medali sebelumnya secara nyata kami hanya menargetkan 2 medali emas. Dan memang, dengan kekuatan 13 personil yang dibiayai KONI, kami hanya memperoleh 1 medali emas (2 perak dan 7 perunggu), lebih memalukan lagi bagi kami tentunya. Wajar saja, segala emosi tertumpah kepada kami selaku pengurus, dan kami tidak akan menyalahkan mereka, apalagi para atlet yang telah berjuang untuk kabupaten dengan caranya sendiri.
Diujung akhir pengabdian kami sebagai pengurus cabang ISSI Kabupaten Karangasem, ingin rasanya berbagi tentang bagaimana kami menjembatani idealisme pelatih, ambisi atlet dan tentunya harapan masyarakat. Begitu sulitnya menumbuhkan atlet atlet baru dengan motivasi dan semangat yang tinggi, ditengah kenyamanan hidup para pemuda Karangasem yang terbuai oleh pelukan tuak dan arak. Belum lagi dengan himpitan judi (tajen dan togel) yang seolah dibiarkan begitu saja. Sebagian kita mungkin sependapat bahwa hidup adalah perjudian (dan kisah Mahabarata telah memberikan gambaran konsekuensi dari perjudian). Namun dalam hati kami, andai saja ada yang mau bertaruh untuk para pemuda yang telah kami bina ini sebagai petarung tidak saja harga dirinya sendiri namun juga harga diri dari Kabupaten Karangasem yang hampir selalu menjadi penghuni terkahir perolehan medali pada setiap porprov, tentu sesuai dengan kapasitas masing-masing (orang tua, guru, kepala sekolah, dll), paling tidak lebih meringankan kami dalam menghadapi pertempuran kami selanjutnya.
(bersambung)
editorial : picture source (http://andhirao2.blogspot.com/2010/08/balap-sepeda-bonus-250-juta-untuk-1.html)
Komentar