Kenapa orang Bali memuja patung, batu, dan pohon?

Kenapa selalu ada sesajen di depan rumah orang Bali?

 

Pertanyaan-pertanyaan itu sangat sering ditanyakan ketika saya merantau dulu di Ibukota Jakarta. Awalnya, saya pun bingung harus bagaimana menjawabnya. Namun, semua menjadi lebih terang setelah berdiskusi panjang lebar dan mendapatkan penjelasan yang rasional dari Ibu. Terimakasih Ibu!

***

Bali adalah pulau penuh ekspresi. Sejauh mata memandang, sepertinya tidak ada yang luput dari keisengan orang Bali. Tidak percaya? Lihat saja tembok rumah, genteng, pintu gerbang, hingga trotoar yang diinjak pun, semuanya penuh variasi dan ornamen-ornamen berbau Bali. Ya begitulah ekspresi “kurang kerjaan” khas orang Bali.  Semuanya dibikin “nyeni”.

undefined

undefined

Kebiasaan nyeni itu terbawa-bawa hingga kekehidupan keagamaan. Mayoritas agama kepercayaan orang-orang Bali adalah Hindu. Sebagaimana agama lainnya, mereka yakin bahwa Tuhan itu Maha Sempurna. Kecintaan mereka terhadap Tuhan, membuat mereka selalu ingin dekat dengan Tuhan. Hal itu kemudian berusaha diungkapkan dan diekspresikan dengan membuat simbol-simbol personifikasi Tuhan. Suatu proses yang sebenarnya meng-“orang”-kan Tuhan itu sendiri.

Proses meng-orang-kan Tuhan itu kemudian menghasilkan suatu bentuk-bentuk penggambaran kebesaran-kebesaran Tuhan dengan berbagai manifestasinya. Mulai dari bangunan batu yang megah, patung dewi yang cantik, dewa yang gagah, hingga patung kombinasi berbagai macam hewan seperti singa bersayap garuda. Hal inilah yang akhirnya membuat orang-orang Bali sering terlihat memuja batu atau pun patung. Yang sebenarnya hanyalah simbol-simbol yang membuat mereka merasa lebih dekat dan merasa lebih fokus untuk memuja Tuhan karena wujudnya seolah-olah ada di dekat mereka.

   undefinedundefined

     undefinedundefined

Jika dibayangkan dalam bentuk yang lebih sederhana, hal ini sama seperti ketika kita berpacaran jarak jauh. Ketidakmampuan kita untuk menggapainya, membuat kita melepas rasa rindu dengan melihat fotonya, melukis wajahnya, atau memeluk boneka pemberiannya. Apakah ini berarti kita mencintai fotonya? Atau mencintai lukisannya? Atau memuja bonekanya? Tentu tidak. Foto, lukisan, atau pun boneka, itu hanya perantara, simbol-simbol yang membuat kita merasa lebih dekat dengannya.

Lalu kenapa orang-orang Bali terlihat seperti memuja pohon dan memberi sajen?

Bali menganut konsep Tri Hita Karana, yaitu tiga hal yang diyakini sebagai penyebab kebahagiaan. Tiga hal itu antara lain, Parahyangan adalah hubungan harmonis dengan Tuhan, Pawongan adalah hubungan harmonis dengan sesama manusia, dan Palemahan adalah hubungan harmonis dengan lingkungan. Konsep Parahyangan kemudian diterapkan dengan sembahyang dan memuja Tuhan. Konsep Pawongan diterapkan dengan menumbuhkan sikap toleransi dan gotong royong sesama manusia. Sedangkan konsep Palemahan diterapkan di antaranya dengan membuat sesajen serta mengupacarai hewan dan tumbuhan.

Konsep Palemahan inilah yang sering membuat orang luar Bali salah tafsir tentang kebiasaan orang Bali.

Sebagian dari sesajen yang diberikan orang Bali, memang ditujukan untuk para bhuta kala atau lebih dikenal secara nasional dengan sebutan setan dan makhluk halus. Namun, kebiasaan orang Bali membuat sesajen setiap hari itu bukan berarti orang Bali memuja setan. Konsep sesajen orang Bali adalah sebagai simbol ramah-tamah dan toleransi terhadap makhluk-makhluk di luar manusia, yang lebih akrab dipanggil bhuta kala di Bali. Sesajen itu adalah suatu wujud menghargai keberadaan mereka, bahwa kita semua bisa hidup berdampingan. Hal itu berangkat dari kesadaran bahwa kita harus menurunkan ego kita sebagai manusia. Manusia bukanlah pusat semesta yang harus menjadi segalanya dan menganggap diri memiliki status lebih tinggi dibanding semua makhluk lain.

undefined

Konsepnya sederhana kan? Kita menghargai keberadaan mereka, maka mereka juga akan menghargai keberadaaan kita. Sehingga keharmonisan akan datang dengan sendirinya.

Jadi, apakah kalian masih menganggap Hindu Bali berhala?

 

Baca juga: Mengapa Orang Hindu Tidak Memakan Daging Sapi?