Merasa muak dan bosan mengikuti berita dan membaca tulisan yang berkaitan tentang kampanye Presiden yang akan berlangsung bulan depan, karena menurut saya kampanye yang dilakukan oleh kedua kubu terasa jauh dari elegan, kampanye negatif dan kampanye hitam menjadi idaman untuk saling menjatuhkan lawan.
Sejenak ingin menarik diri, dan teringat ajakan seorang kawan, sebut saja Maha, untuk urun tulis dalam portal ini sebagai gerakan jurnalisme warga sipil di tengah kepungan media yang lambat laun jauh dari sikap netral dan dan ironisnya langgar etik dalam dunia jurnalistik.
Maka, inilah cerita yang dapat saya bagikan, jauh dari politik, dan tanpa tendensi, murni, sebuah apresiasi bagi para seniman di tempat yang saya pijak saat ini, BALI.
* * *
Setiap berkesempatan mengunjungi beberapa daerah di Indonesia, saya berusaha untuk menyempatkan diri mengunjungi toko fashion lokal (store) di daerah tersebut, dari sekedar melihat – lihat tipe dan jenis sandang yang terlihat keren , melihat – lihat cd band lokal yang kelihatan menarik untuk dibeli, sampai hanya sekedar berinteraksi dengan penjaga store yang memang saya pikir (benar atau tidak) memiliki hubungan langsung dengan skena setempat.
Setiap memperkenalkan diri bahwa saya dari Bali, langsung saja saya dibaptis tanpa liturgi dengan gelar “bli”, senang rasanya ciri khas budaya tersebut bisa tersebar di daerah yang notabene di luar atau jauh dari Bali.
“Temannya SID, bli?”,
“Pernah ketemu SID ga?”,
“SID tinggalnya dimana ya?”,
“Waktu SID konser dengan Endank Soekamti, saya yang pogonya paling liar, bli” ,
“Saya bikin twitter salah satu alasannya karena pengen follow JRX, bli”
Yah, dan berbagai pertanyaan maupun pernyataan serupa, seketika itu pula dalam hati mengumpat “Kleng!”, karena sedemikian besar pengaruh SID yang disuntikkan dialam bawah maupun permukaan sadar pemuda di beberapa daerah, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa SID identik dengan Bali, maupun sebaliknya, dan saya sama sekali tidak gundah karena itu, karena saya pikir, memang sudah sepantasnya SID diapresiasi sedemikian rupa.
Selain skena di kota Jakarta, dan Bandung, saya rasa skena musik di Bali sangat beragam, terdiri dari banyak genre, band, dan sangat banyak single – single band berkualitas yang lahir disini. Hanya saja, saya rasa karena dipisahkan oleh (anggap saja) laut, skena musik disini kadang kala tidak sampai di telinga khalayak ramai, jadi melalui ketikan ini saya ingin sedikit ber-karma melalui advertorial ini untuk memperkenalkan beberapa band dengan musik yang saya anggap keren, dan layak untuk disandingkan dengan band – band yang mungkin saja sudah ada di laptop, PC, iPod, iPhone, maupun perangkat lainnya yang anda pakai untuk memperdengarkan musik.
* * *
- Superman Is Dead
“Seperti membuang garam kelaut” agaknya ini adalah peribahasa yang tepat untuk ulasan pertama saya ini, mereka sudah terkenal, untuk apa saya perkenalkan lagi, tetapi saya rasa tidak afdol rasanya jika tidak menyertakan co-founding father skena musik modern Bali ini.
Saya rasa semua juga telah mengerti bagaimana cikal bakal band ini, dengan musik yang semakin lama semakin dewasa dan berat untuk diperdengarkan tetapi sangat ringan untuk dinyanyikan, dengan lirik yang bisa membuat anda merasa lebih ingin membaca lebih banyak, dan selalu tetap dengan attitude punk, yang anti kemapanan.
Anti kemapanan dalam arti melawan setiap orang yang lebih memilih diam disituasi genting saat ini, karena tempat tergelap dineraka dicadangkan bagi mereka yang tetap bersikap netral ditengah krisis moral.
Dan dengan hormat dan mengangkat topi setinggi – tingginya, SID dengan musiknya menolak berada ditempat tersebut, karena mereka menentukan sikap dengan berada dibaris terdepan dalam melawan para feodal yang mencoba mengganggu keseimbangan alam di Bali khususnya dan Indonesia umumnya, dengan musik mereka, dengan attitude mereka,
“welcome boys and girl to the monument of fuck you all!”
- Geeksmiles
Anda salah satu orang yang suka berorasi dan berkampanye? Saya ingin berbagi ost. yang tepat untuk menemani anda berteriak lantang dibawah terik matahari, diatas aspal panas, dihadapan manusia berseragam dan berlencana yang ingkar dengan sumpah dan enggan menggunakan nurani. Lirik yang panas, dinyanyikan dengan rapat, diiringi musikalitas medio-core yang bisa membuat anda mengganggukkan kepala seirama dengan dentuman bass dan bass drum yang disatukan dengan apik.
Sayang rasanya jika anda melewatkan musik mereka, coba dengar dan resapi, bagaimana kegundahan akan situasi yang ada di Negara kita juga dirasakan oleh masyarakat Bali saat ini, terlebih pemudanya. Amen for that.
- Parau
“Band mana ni bro? sabi banget lagunya.” Pertanyaan salah seorang kolega maupun teman saat saya mengunjugi daerahnya, “ini dari Bali bos, anjing kan?”, yang dilanjutkan dengan rasa tidak percaya olehnya dan beberapa temannya, area metalcore, saya rasa masih dipimpin Parau, sebuah band lima personil dengan musikalitas yang layak disandingkan dengan band metal internasional saya rasa, setelah Burgerkill, dan Deadsquad. Parau adalah band yang saya rekomendasikan bagi siapa saja yang mencintai musik – musik dengan scale beragam, dengan pattern yang rapat.
Parau memiliki semuanya, komplit, dan tidak lebih dan tidak kurang, siap – siap saja digempur dengan double pedal rapat dan suara serak – serak basah tapi keren vokalis band metal tersebut. Dan tolong jangan salahkan saya jika anda harus berkonsultasi dengan dokter THT mengenai kesehatan telinga anda, waspadalah.
- Navicula
Barisan Green Grunge Gentlemen inilah yang paling khidmat menjalankan misinya untuk menyelamatkan alam Indonesia, dari "save orang utan", "Harimau Sumatera", sampai isu "Pembalakan Hutan untuk Kelapa Sawit", banyak sekali aksi – aksi lingkungan dan kemanusiaan yang mereka jalani. Album mereka yang keluar akhir tahun 2013 kemarin saja menggunakan barang – barang bekas yang didaur ulang dan dijadikan sebuah packaging album yang mengagumkan, salah satu paket album terbaik yang saya miliki saya rasa. Kita dimanjakan dengan cover dan kualitas album yang sangat mewah, dua buah cd yang direkam di Record Plants, LA. maupun studio milik pribadi di Bali. Lagu dengan tema menyentil siapa saja yang rela di sentil dengan semangat "Yang Dimuliakan Kurt Cobain" rasa Bali. Coba dengar Mafia Hukum, Love Bomb, dan aransemen ulang Semut Hitam.
- Nosstress
Anda mencintai folk? Bali punya Nosstress, band folk sederhana dengan musik rumahan yang bisa dimainkan dimana saja, karena faktanya mereka hanya bertiga dan memainkan 2 buah gitar dan sebuah cajon dilengkapi harmonika, cocok didengarkan saat kapanpun, dimanapun, dan saat situasi hati sedang dalam keadaan apapun. Rolling Stone Indonesia pun menghajar dengan bintang 4, sayang saya lupa edisi yang mana dan saya terlalu malas untuk membongkar tumpukan majalah tersebut di rak kamar, tapi saat anda mendengarkan mereka, saya rasa anda akan setuju dengan siapa pun yang berkata bahwa nosstress adalah band yang meneduhkan. Dan hei, tentu saja mereka yang menciptakan lagu “Bali Tolak Reklamasi” silahkan merasa kagum sekali lagi.
- King of Panda
di area Pop Hardcore Punk, ada King of Panda, dihujani bunyi synth, distorsi patah – patah yang kental dan double pedal tanpa ampun, yang sangat mungkin membuat anda ber-headbang dengan berbagai kualitas, dengan aksi panggung memukau, musik berkualitas, aksi king of panda secara digital dan live sangat layak untuk diacungi jempol. Tidak pantas saya sebut mereka seperti band ini atau band itu, silahkan didengarkan dan diapresiasi, tapi saya garansi anda tidak akan menyesal mendengar lagu – lagu mereka, cek Bersukaria dan Stereo.
- Symphony of Silence
Pernah dengar Variant Metalcore? Mungkin saat mendengar band ini, anda akan mengangguk setuju bahwa band ini mengusung genre tersebut, berbagai sentuhan diaplikasikan di partitur musik mereka, salah satu band yang kualitas livenya sama seperti mendengar lagu mereka lewat headset atau speaker audio di rumah, bersih. Sedikit heran bagaimana dapat memproduksi sound dengan sedemikian rupa saat live, mungkin saja pengaruh salah satu personil yang merupakan seorang sound engineer paten di bilangan kota Denpasar, merasa bosan dengan musik metal yang itu – itu saja? Symphony of Silence bisa menjadi pilihan.
- Ice Cream Attack!
Digital Sampling dan distorsi yang dipadukan, adalah ciri musik mereka, walaupun saat ini mereka sedang menetap di ibukota, saya rasa tidak salah jika saya tetap mengapresiasi mereka sebagai salah satu pengusung powerpop yang catchy di pulau Bali, lagu yang easy listening dan dinyanyikan oleh vokalis wanita yang sangat dekat dengan predikat manis, tapi sangat disayangkan setelah album yang saya tampilkan ini, vokalis yang saya maksud telah mengundurkan diri. Tapi tetap saja musik mereka layak untuk diperdengarkan. Silahkan memanjakan diri oleh musik gembira dengan suara lembut nan imut dari Ice Cream Attack.
- White Rose
Pop Punk yang sederhana dan terasa lampau, mengingatkan kembali di tahun 2000an, dengan petikan gitar yang melodic, dan pattern drum khas pop punk, Whiterose menawarkan lagu – lagu yang sangat mudah dinikmati, permasalahan hidup yang sering kita jumpai seperti tentang bagaimana bertahan dengan keadaan sekitar yang semakin lama semakin menekan, mencari jati diri bagi kita yang merasa sedikit labil, dan tentu saja cinta.
- See You On Thursday
Salah satu band pop yang membuat saya angkat topi karena lirik dan musik mereka tidak mainstream. Yah walaupun mainstream, cara yang mereka lakukan dalam mengemas lagu – lagu cinta sangat berbeda dengan band lainnya. Contohnya “listen this song while you read the lyrics” adalah lagu yang layak jual dan diperdengarkan secara pribadi, saya rasa, walaupun durasi lagunya bisa dibilang cukup lama dibandingkan lagu – lagu pop lainnya, oleh karena itulah band ini saya sebut tadi diatas.
***
Masih banyak sebenarnya band yang ingin saya ulas, seperti Mom Called Killer yang mengusung Metalcore, Lorong dan Strikes yang mengusung Hardcore, Tol Band Tol yang mengusung New Wave, Suicidal Sinatra dengan Rockabillynya, dan yang pasti terlalu banyak jika harus disebutkan disini. Kebetulan Band – band yang saya bahas berikut diatas memang saya miliki albumnya, sengaja membeli album mereka, karena memang saya berusaha untuk tidak menikmati musik mereka secara cuma – cuma, ingin menghargai beribu – ribu jam latihan mereka di studio musik yang bertebaran di Pulau Bali, menghargai keringat hasil memeras otak untuk menciptakan lirik dan bagian – bagian musik yang bisa dinikmati oleh masyarakat, menghargai materi yang mereka keluarkan di setiap detik shift sesi rekaman agar musik dan pesan yang ingin mereka sampaikan bisa sampai ke telinga pendengar, sekali lagi saya ingin menjadi penikmat dan pencinta musik yang bertanggung jawab, bertanggung jawab terhadap band yang saya apresiasi dan skena musik yang saya nikmati tinggal didalamnya, walaupun hanya sebagai pendengar. Karena dengan membeli album fisik mereka, sama artinya dengan memelihara skena musik dan kearifan vernakular yang ada di Bali. Tabik.
“Mari selamatkan industri musik, dengan membeli album fisik.”
“Do what thou will”
Komentar