Tulisan ini adalah karya I Made Billi Mahayakti Heriadi, duta Kabupaten Jembrana dalam Jegeg Bagus Bali 2014. Karena sifatnya kompetisi, tim editor menjaga keaslian karya semaksimal mungkin. Yay! Selamat membaca, semoga bermanfaat!

Kulkulbali.co

 

Bali yang dari sejak dieksplorasi sekitar tahun 80-an hingga saat ini, yang melekat di benak kita yakni pastinya budaya. Budaya suku Bali yang bernafaskan Agama Hindu. Kemudian seiring waktu entah mengapa kepariwisataan di Bali begitu berkembang pesat dengan berbagai wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang terkagum-kagum dengan kebudayaan Bali.

Sejak saat itu pula pemerintah mulai menetapkan Bali sebagai destinasi wisata budaya yang secara khusus dibuatkan peraturan pada Perda Provinsi Bali No. 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya, yang antara lain menyebutkan bahwa kebudayaan Daerah Bali sebagai potensi dasar pengembangan kepariwisataan Bali, yang dimana masyarakat awam pun mengetahui bahwa sejak ditetapkan sebagai destinasi wisata budaya. Logikanya setiap tempat wisata yang terdapat di Bali setidaknya bakal mencirikan budaya Bali, bukan budaya luar bali,apalagi budaya luar negeri.

Dulunya sih itu berjalan sesuai alur, tapi kalau kita tengok sekarang? Dulunya sih pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengembangkan setiap wisata budaya yang ada, termasuk di dalamnya berbagai usaha untuk mempreservasi budaya itu sendiri. Namun seiring waktu entah kenapa pembangunan wisata yang berkembang saat ini berkembang seakan bebas tak karuan.

Sebagai contoh perkembangan beberapa fasilitas penunjang wisata seperti kebun binatang, tempat hiburan malam yang membludak di seputaran Badung, wisata kuliner orang luar yang bersifat waralaba, beberapa wisata taman air di seputaran badung yang rata-rata memiliki 1.500 pengunjung setiap hari dengan omzet yang berpuluh-puluh kali lipat jika dibandingkan dengan desa wisata yang terdapat di Bangli,Karangasem, dan mirisnya lagi perkembangan fasilitas penunjang wisata yang terutama berkembang pesat di seputaran Ubud dengan pembangunan vila-vila di daerah yang masih subur dengan mengatasnamakan keindahan alam.

Dari semua wisata - wisata yang menurut saya berkembang bebas seperti yang saya sebutkan tadi, seberapa jauh sih yang mencirikan budaya Bali? Nah, kalau sudah begitu pertanyaan yang timbul yakni, Apakah kurangnya daya saing disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan daya saing yang dalam hal ini bantuan dapat berupa pembangunan infrastruktur ATAU dari masyarakat sendiri yang sudah dilekatkan oleh sifat konsumerisme yang sampai -sampai melunturkan keinginan untuk menjaga wisata budaya mereka?