Bali, apa yang terlintas saat memikirkan nama ini? Ya, pastinya saja keberagaman suku budayanya, adat istiadat dan agama serta pemandanganya yang sungguh menawan. Itu adalah potret bingkai Pulau Bali yang sudah sangat terkenal dimanca Negara. Pulau Bali memiliki magnet tersendiri bagi para wisatawan, karena berpegang teguh pada adat istiadat yang sangat kental menjadikan Pulau Bali menjadi salah satu destinasi tujuan wisata di dunia.  Tapi, bagaimanakah potret gambaran masyarakat di Bali? Apakah masyarakat di Bali masih berpegang teguh untuk menjaga adat istiadatnya? Tentu ini menjadi sebuah pertanyaan yang kompleks dan hanya masyarakat di Bali yang mampu menjawabnya.

            Memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam akan menjadi aset pariwisata di Bali yang wajib di lestarikan agar tidak terpengaruh pada masa-masa transisi yang tak terbendung. Ini merupakan kewajiban seluruh masyarakat di Bali untuk melestarikannya agar tidak terkikis dengan pengaruh dunia modern saat ini. Dunia moderenisasi tidak dapat dihindari oleh masyarakat dunia dalam era yang bersifat terbuka seperti sekarang, hal ini yang akan menyebabkan dampak positif dan negatif dalam kehidupan. Memiliki warisan budaya dari leluhur yang masih tertanam dan melekat pada kebiasaan dalam kehidupan masyarakat Bali itu sendiri, dan juga berbagai tradisi unik yang masih dipegang teguh, dilaksanakan dan terjaga dengan baik di kalangan masyarakat. Budaya dan tradisi tersebut memiliki ciri khas dari masing-masing daerah, desa maupun banjar adat yang ada di Bali. Bertahannya kebiasaan-kebiasaan unik di Bali ini karena fungsi desa pakraman yang masih tetap konsisten menerapkan segala peraturan adat, tetap menjaga kepercayaan dan keyakinan beragama masyarakat, agar tidak terkikis oleh pengaruh kemajuan jaman dan pengaruh-pengaruh budaya asing yang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya. Dalam menjaga semua ini, masyarakat muda di Bali menjadi salah satu pemegang peranan penting. Menyikapi perkembangan budaya saat ini, generasi muda harus mampu untuk menyaring segala pengaruh budaya yang tidak bisa dibendung. Sebagai generasi muda harus memiliki sifat terbuka, namun tetap harus bisa menyaring perkembangan budaya tersebut, hubungan dengan norma susila dan agama yang berlaku.

           Dewasa ini, para perempuan di Bali lebih cendrung berfokus pada karir dan mulai sedikit perlahan-lahan meninggalkan adat serta istiadat yang ada di Pulau Bali. Hal ini terjadi karena adanya era moderinasasi yang membuat sedikit demi sedikit budaya di Bali mulai terkikis. Padahal pada saat dahulu, perempuan-perempuan di Bali cendrung berpegang teguh kepada adat dan keyakinan tentang leluhur. Hal ini dapat kita lihat dari kebiasaan perempuan Bali yang sering kali bersifat apatis dengan adat istiadatnya sendiri. Terlepas dari banyaknya kebiasaan yang bersifat adat yang ditinggalkan oleh perempuan Bali,sebaliknya perempuan Bali juga mampu menunjukkan eksistensinya di berbagai bidang seperti pendidikan, pemerintahan dan yang pasti dalam rumah tangga. Semua itu terjadi tidak terlepas dari perjuangan R.A Kartini yang memperjuangkan hak perempuan dan melakukan emansipasi wanita. Dengan ini perempuan-perempuan Indonesia dapat menunjukkan potensinya di berbagai bidang,terlebih perempuan Bali.

            Perempuan Bali terdahulu sangat memegang teguh adat dan budayanya dan hal ini dibuktikan dari banyaknya dokumentasi yang berdedar di media cetak dan media elektronik. Seiring kemajuan zaman di era globalisasi ini peran perempuan Bali yang dulunya lebih mengedepankan kebiasaan berbudayanya perlahan mulai hilang sedikit demi sedikit. Banyak juga kebiasaan yang ditinggalkan dan budaya yang mulai dilupakan menjadikan permasalahan tentang ini bukan hanya milik perempuan bali melainkan milik kita bersama.

            Masyarakat bali yang mayoritas beragama Hindu memiliki budaya yang sangat beragam bahkan,banyak kebudayaan ini yang telah mengalami akulturasi budaya dan terjadi perubahan. Perubahan tersebut perlahan mulai melekat pada budaya Bali. Masyarakat Bali sangat terikat dengan tradisi, bahkan ada yang mengatakan bahwa tradisi dijadikan agama bukan agama yang ditradisikan. Tetapi hal tersebut tidak berlaku pada masyarakat yang benar-benar mengerti tentang makna dari tradisi tersebut. Perempuan Bali mulai mengambil posisi yang tepat untuk mengangkat harkat dan martabatnya sebagai perempuan tanpa meninggalkan tugas dan kodratnya sebagai perempuan. Sekarang, perempuan Bali mampu menunjukkan eksistensinya pada berbagai aspek kehidupan yang tercermin dalam Panca Dharma Wanita. Panca Dharma Wanita sendiri terdiri dari:           

  1. Wanita sebagai pendamping yang setia.
  2. Wanita sebagai pengelola rumah tangga.
  3. Wanita sebagai pendidik dan penerus keturunan anak.
  4. Wanita sebagai pencari nafkah tambahan.
  5. Wanita sebagai warga Negara dan anggota masyarakat yang berguna.

            Jadi,masyarakat Bali tidak dapat mengelak akan terjadinya akulturasi budaya di dalam era modernisasi dan sebagai kodratnya sudah seharusnya perempuan di Bali melestarikan tradisi-tradisi yang ada agar para anak cucu nanti dapat melihat tradisi dan kebudyaan itu. Untuk menjadi seorang perempuan yang tangguh tidaklah mudah. Begitu banyak halangan dan rintangan yang harus dilalui. Perempuan di Bali memainkan peranan yang tidak kalah penting dalam menjaga tradisi dan budaya di Bali. Mereka memiliki banyak tugas dimana disatu sisi harus mengurus keluarga dan di sisi lain menjadi wanita yang memiliki potensi yang ditunjukkan di muka umum seperti contohnya menjadi wanita karir. Dengan menjadi wanita karir perempuan di Bali menjadi mandiri dan dengan kemandirian tersebut, perempuan juga bisa membantu keuangan keluarga. Dengan ini semua maka,perubahan sikap terhadap budaya yang terjadi bisa disikapi dengan perubahan yang bersifat positif dan berguna bagi kita semua. Dan ingatlah jika ada suatu perubahan sikapilah dengan pikiran positif dan saringlah hal-hal yang berbau negatif agar terciptanya suatu Persatuan Indonesia.